Header Ads

Wamenkeu: Perlambatan Ekonomi RI Tak Boleh Dipandang Enteng

LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Wakil Menteri Keuangan, Mahendra Siregar, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2012 sebesar 6,23 persen yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin, patut disyukuri karena menempatkan negeri ini mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di dunia, setelah China.

Namun, ia mengingatkan bahwa Indonesia sebetulnya sudah mengalami perlambatan ekonomi yang tidak biasa. Hal itu  bukan saja karena pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai 6,5 persen, juga karena pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2012 hanya mencapai m 6,11 persen, lebih rendah 1,45 persen dibanding triwulan ke III tahun yang sama.

"Angka pertumbuhan triwulan empat itu lain dari biasanya. Itu menunjukkan pelemahan. Biasanya pertumbuhan ekonomi triwulan keempat yang paling kuat dibanding triwulan lainnya, tapi ini justru turun lebih  satu persen lebih," kata Mahendra, ketika ditemui seusai menyampaikan pidato kunci pada Fitch Credit Briefing on Indonesia, di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, hari ini (6/2).

Mahendra mengingatkan, kita dapat tetap optimistis dengan berbagai perkiraan bahwa ekonomi Indonesia tahun ini masih tetap tumbuh di atas 6 persen. Namun, pelambatan ekonomi ini harus juga menjadi pertimbangan dan tidak boleh dianggap enteng.

"Kita harus lihat angka-angka ini. Dan harus cepat kita ambil langkah, apa yang harus direspons dengan baik supaya pertumbuhan ekonomi kita yang kuat ini jangan tergerogoti dan kehilangan momentum," tutur Mahendra.

Kemarin, Kepala BPS, Suryamin,  menjelaskan pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2012 hanya sebesar 6,11 persen, turun  1,45 persen dibanding triwulan sebelumnya.

"Penurunan pada kuartal IV-2012 ini disebabkan sektor pertanian mengalami penurunan cukup signifikan sebesar 23,06 persen karena siklus musiman," kata Suryamin.

Namun, menurut Mahendra, dirinya tidak melihat pelambatan ekonomi ini disebabkan faktor musiman belaka. Apalagi, ia juga melihat ada persoalan lain, semisal, inflasi bulan Januari 2013 yang mencapai diatas 1 persen, angka yang cukup tinggi dibandingkan dengan inflasi Januari tahun-tahun sebelumnya.

"Penyebab tingginya inflasi itu 80 persen disebabkan oleh pangan. Padahal 50 persen konsumsi masyarakat miskin dialokasikan untuk pangan. Jadi kita bisa lihat inflasi bukan hanya masalah pertumbuhan ekonomi tetapi juga soal kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Karena itu perlu dilihat apa yang terjadi pada tata niaganya," tutur dia.

Masalah lain yang tak kalah penting adalah persoalan defisit neraca perdagangan yang menurutnya, baru kali ini terjadi sejak tahun 1961. Begitu juga defisit anggaran primer, yang juga merupakan yang pertama kali terjadi di Indonesia.

"Maka mari kita mendorong agar terjadi perbaikan mendasar dalam perekonomian kita. Kami di Kemenkeu tentu terus berupaya keras untuk tetap menjaga kesinambungan fiskal serta pengelolaan utang secara berhati-hati," tutup dia.JN/T

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.