Parpol Kere Jangan Harap Bisa Ikut Pemilu 2014
LINTAS PUBLIK- JAKARTA, Sejak era reformasi, yaitu
Pemilu 1999 hingga kini, partai politik di Indonesia tidak ada yang
memiliki suara mayoritas. Bahkan, suara Parpol tersebut menyebar ke
berbagai Parpol.
Pada Pemilu 1999, PDIP memperoleh 33,4 persen suara. Pada pemilu 2004, sekitar 22 persen dimenangkan Partai Golkar dan pada pemilu 2009 dimenangkan Partai Demokrat, dengan perolehan suara sekitar 22 persen.
"Dari hasil Pemilu ini, tidak ada suara yang mayoritas dan penyebarannya berada di seluruh partai. Ini membuktikan pemilih di Indonesia heterogen," ujar Direktur Siqma Said Salahudin dalam diskusi bertajuk "Dibalik Merger Parpol, Siapa Diuntungkan" di Bawaslu Center, Jakarta, Jumat (15/3).
Jadi, terang Said, secara trendnya Parpol tidak ada yang tunggal mendominasi parpol peserta Pemilu. "Bagi saya ini menunjukkan politik Indonesia ini sungguh-sungguh heterogen karena tidak ada partai yang mendominasi, "tambahnya.
Menurutnya, sistem multi partai sekarang ini masih cocok dilakukan dalam Pemilu di Indonesia. Karena, hasil pemilu partai-partai non parlemen juga memperoleh suara signifikan.
Dikatakan Said, sampai saat ini sistem partai multi parpol masih relevan diterapkan di Indonesia. Karena, sampai saat ini tidak ada yang mendomonasi dan menjadi tunggal.
"Penyederhanaan parpol adalah sesuatu yang dipaksakan dengan pembentukan undang-undang. Ini diusik karena keinginan untuk melakukan penyederhanaan politik dengan alasan memperkuat sistem presidensil. Tapi bagi saya, penyederhaan ini sebuah proses yang dipaksakan," pungkasnya.
Dengan syarat-syarat Undang-undang Partai Politik yang baru dimana berdirinya Parpol sesuai syarat Pemilu 2014 harus ada 100 persen berada di Provinsi, 75 persen di kabupaten/Kota dan 50 persen di kecamatan, menurut Said, hanya Parpol memiliki kekuatan modal lah yang bisa memenuhi syarat tersebut.
"Sebetulnya sistem multi partai lebih cocok karena tidak ada partai yang tunggal mendominasi. Hal ini Menunjukkan bahwa pemilih itu masih menginginkan banyak partai dan tidak ada Parpol yang tidak mendapatkan suara sama sekali," ujarnya.
Pada akhirnya, lanjutnya, hanya partai-partai yang berkuasa dan partai yang punya modal yg bisa menjadi peserta Pemilu. "Partai-partai kecil tidak mungkin bisa memenuhi syarat tersebut," pungkasnya. JNS/T
Direktur Siqma Said Salahudin |
Pada Pemilu 1999, PDIP memperoleh 33,4 persen suara. Pada pemilu 2004, sekitar 22 persen dimenangkan Partai Golkar dan pada pemilu 2009 dimenangkan Partai Demokrat, dengan perolehan suara sekitar 22 persen.
"Dari hasil Pemilu ini, tidak ada suara yang mayoritas dan penyebarannya berada di seluruh partai. Ini membuktikan pemilih di Indonesia heterogen," ujar Direktur Siqma Said Salahudin dalam diskusi bertajuk "Dibalik Merger Parpol, Siapa Diuntungkan" di Bawaslu Center, Jakarta, Jumat (15/3).
Jadi, terang Said, secara trendnya Parpol tidak ada yang tunggal mendominasi parpol peserta Pemilu. "Bagi saya ini menunjukkan politik Indonesia ini sungguh-sungguh heterogen karena tidak ada partai yang mendominasi, "tambahnya.
Menurutnya, sistem multi partai sekarang ini masih cocok dilakukan dalam Pemilu di Indonesia. Karena, hasil pemilu partai-partai non parlemen juga memperoleh suara signifikan.
Dikatakan Said, sampai saat ini sistem partai multi parpol masih relevan diterapkan di Indonesia. Karena, sampai saat ini tidak ada yang mendomonasi dan menjadi tunggal.
"Penyederhanaan parpol adalah sesuatu yang dipaksakan dengan pembentukan undang-undang. Ini diusik karena keinginan untuk melakukan penyederhanaan politik dengan alasan memperkuat sistem presidensil. Tapi bagi saya, penyederhaan ini sebuah proses yang dipaksakan," pungkasnya.
Dengan syarat-syarat Undang-undang Partai Politik yang baru dimana berdirinya Parpol sesuai syarat Pemilu 2014 harus ada 100 persen berada di Provinsi, 75 persen di kabupaten/Kota dan 50 persen di kecamatan, menurut Said, hanya Parpol memiliki kekuatan modal lah yang bisa memenuhi syarat tersebut.
"Sebetulnya sistem multi partai lebih cocok karena tidak ada partai yang tunggal mendominasi. Hal ini Menunjukkan bahwa pemilih itu masih menginginkan banyak partai dan tidak ada Parpol yang tidak mendapatkan suara sama sekali," ujarnya.
Pada akhirnya, lanjutnya, hanya partai-partai yang berkuasa dan partai yang punya modal yg bisa menjadi peserta Pemilu. "Partai-partai kecil tidak mungkin bisa memenuhi syarat tersebut," pungkasnya. JNS/T
Tidak ada komentar