Polisi Bantah Kriminalisasi Kasus Pendeta HKBP Filadelfia
LINTAS PUBLIK-JAKARTA, Kepala Satuan Reserse Kriminal
Kepolisian Resor Kabupaten Bekasi, Komisaris Polisi Dedy Murti Haryadi
membantah pihaknya lakukan kriminalisasi terhadap penetapan tersangka
Pendeta HKBP Filadelfia, Bekasi, Palti Hatuguan Panjaitan. Palti
ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan pada malam Natal,
Desember 2012. Palti kemudian dijerat dengan pasal 352 dan 335 KUHP
tentang penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan.
"Tidak ada itu kriminalisasi. Kami tidak ada tendensi apa-apa. Itu (penetapan tersangka) bukan pakai kacamata kuda karena kami juga hati-hati sekali. Ini murni rangkaian penyidikan," ujar Dedy saat dihubungi, Jumat (15/3/2013).
Dedy menjelaskan, kepolisian awalnya melakukan pemeriksaan berdasarkan laporan yang dibuat Abdul Azis dengan tuduhan penganiayaan. Dari laporan tersebut, polisi melakukan penyelidikan dan telah memeriksa 12 saksi yang saat itu berada di lokasi kejadian. "Sudah minta keterangan warga, teman-teman jemaat, dan petugas di TKP. Total 12 saksi sudah kita mintai keterangan," katanya.
Menurut Dedy, penyidikan dilakukan sama seperti kasus dugaan penganiayaan lainnya. Sementara penetapan tersangka yang baru dilakukan awal Maret ini dikarenakan, kepolisian tidak mau gegabah. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dan melakukan gelar perkara. "Kita sangat hati-hati sekali. Tidak mau gegabah. Kita juga gelar perkara, baru menyimpulkan kita dapat menaikan status tersangka. Kita ada saksi dan visum," terangnya.
Sebelumnya, Rumadi Ahmad Koordinator Program the Wahid Institute menilai polisi telah melakukan kriminialisasi terhadap korban intoleransi dengan menetapkan Palti sebagai tersangka. Menurutnya, Palti justru menjadi korban saat ingin merayakan malam natal dengan para jemaatnya. "Padahal Pendeta Palti justru yang menjadi korban kekerasan," kata Rumadi.
Rumadi mengatakan, pola kriminalisasi terhadap korban intoleransi dari kelompok minoritas bukan kali ini saja terjadi. Hal sama juga terjadi kepada jemaat GKI Yasmin Jayadi Damanik, anggota Ahmadiyah Cikeusik Deden Sudjana, Pendeta Gereja GPDI Mekargalih di Sumedang Bernard. Sikap Kepolisian itu, kata Rumadi, menunjukkan kemalasan dan tidak beraninya aparat Kepolisian dalam menindak para pelaku kekerasan dari kelompok yang mengatasnamakan agama.Komp/t
"Tidak ada itu kriminalisasi. Kami tidak ada tendensi apa-apa. Itu (penetapan tersangka) bukan pakai kacamata kuda karena kami juga hati-hati sekali. Ini murni rangkaian penyidikan," ujar Dedy saat dihubungi, Jumat (15/3/2013).
Dedy menjelaskan, kepolisian awalnya melakukan pemeriksaan berdasarkan laporan yang dibuat Abdul Azis dengan tuduhan penganiayaan. Dari laporan tersebut, polisi melakukan penyelidikan dan telah memeriksa 12 saksi yang saat itu berada di lokasi kejadian. "Sudah minta keterangan warga, teman-teman jemaat, dan petugas di TKP. Total 12 saksi sudah kita mintai keterangan," katanya.
Menurut Dedy, penyidikan dilakukan sama seperti kasus dugaan penganiayaan lainnya. Sementara penetapan tersangka yang baru dilakukan awal Maret ini dikarenakan, kepolisian tidak mau gegabah. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dan melakukan gelar perkara. "Kita sangat hati-hati sekali. Tidak mau gegabah. Kita juga gelar perkara, baru menyimpulkan kita dapat menaikan status tersangka. Kita ada saksi dan visum," terangnya.
Sebelumnya, Rumadi Ahmad Koordinator Program the Wahid Institute menilai polisi telah melakukan kriminialisasi terhadap korban intoleransi dengan menetapkan Palti sebagai tersangka. Menurutnya, Palti justru menjadi korban saat ingin merayakan malam natal dengan para jemaatnya. "Padahal Pendeta Palti justru yang menjadi korban kekerasan," kata Rumadi.
Rumadi mengatakan, pola kriminalisasi terhadap korban intoleransi dari kelompok minoritas bukan kali ini saja terjadi. Hal sama juga terjadi kepada jemaat GKI Yasmin Jayadi Damanik, anggota Ahmadiyah Cikeusik Deden Sudjana, Pendeta Gereja GPDI Mekargalih di Sumedang Bernard. Sikap Kepolisian itu, kata Rumadi, menunjukkan kemalasan dan tidak beraninya aparat Kepolisian dalam menindak para pelaku kekerasan dari kelompok yang mengatasnamakan agama.Komp/t
Tidak ada komentar