Bibit Sulit, Kedelai Tak Menguntungkan
LINTAS PUBLIK - BANTEN, Usaha tani kedelai dinilai
kurang menguntungkan. Hal itu menjadi masalah pokok sulitnya
pengembangan kedelai di Provinsi Banten.
Demikian diungkapkan
Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kementerian Pertanian
Maman Suherman, di sela kunjungan Kerja Komisi IV DPR di Provinsi
Banten, Minggu (14/4) malam. “Petani belum terbiasa menanam
kedelai, serta tidak tersedianya benih untuk menanam kedelai,”
ujarnya.
Namun demikian, sama halnya untuk
Provinsi Jawa Timur. Pengembangan kedelai di lahan sawah bersaing
dengan komoditas-komoditas lain yang lebih menguntungkan seperti
jagung, semangka, dan lain-lain.
Luas tanaman kedelai di Provinsi
Jawa Timur dari tahun ke tahun fluktuatif dan cenderung menurun. Akan
tetapi ada secercah harapan dari Kabupaten Ponorogo dan Jombang yang
menunjukkan potensi dan peluang perluasan penanaman kedelai di lahan
sawah.
“Hal ini menunjukkan perluasan
kedelai di lahan sawah dengan pengembangan pola padi-padi-kedelai
masih bisa dilakukan. Faktor-faktor penyebab menurunnya produksi
kedelai di Jawa Timur antara lain usaha tani kedelai kurang
menguntungkan, kalah bersaing dengan kedelai impor yang harganya
relatif lebih murah. Masalah perbaikan harga yang memihak petani akan
merangsang petani beralih ke penanaman kedelai kembali,” katanya.
Ia mencatat dari enam kabupaten/kota
yang ada di Provinsi Banten, daerah yang berpotensi dan berpeluang
untuk pengembangan tanaman kedelai terpusat di tiga kabupaten, yakni
Pandeglang, Lebak, dan Serang, yang merupakan sentra komoditas
pertanian. Penanaman kedelai yang dilaksanakan beberapa tahun
terakhir di Provinsi Banten mencapai luas panen 2.041 hektare (ha).
Terlepas dari itu, Maman mengatakan
pemerintah tetap optimistis swasembada kedelai bisa tercapai pada
2014. Guna mendukung optimisme tersebut setidaknya pemerintah
memerlukan investasi sekitar Rp 6,8 triliun.
Ia menyayangkan banyak
anggapan krisis kedelai terjadi karena lahan penanaman kedelai yang
menyusut. Padahal saat ini banyak sekali area lahan yang bisa
digunakan untuk menanam kedelai. Potensi lahan untuk menanam kedelai
masih terbuka lebar karena masih banyak lahan kosong sekitar 750.000
ha, yang terdiri dari lahan kering 500.000 ha, dan selebihnya lahan
perkebunan.
“Kedelai dalam negeri mempunyai daya
tarik tersendiri, rasanya khas dan bukan produk transgenik. Kedelai
dalam negeri rasanya lebih enak karena kadar rendemennya lebih
tinggi. Selain itu risiko terkena penyakit pun lebih rendah karena
bukan produk transgenik,” jelasnya.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Distanak
Provinsi Banten, Deddy Ruswansyah menerangkan, dari total
ketersediaan kacang kedelai di Banten, lebih dari 60 persen di
antaranya dipenuhi hasil impor. Hal ini dikarenakan jumlah petani
kedelai di Banten masih minim, ditambah kondisi tanah di Banten tidak
mendukung. Pemerintah Pusat menargetkan produksi kacang kedelai di
Banten pada 2013 sebanyak 28.830 ton.
Deddy menjelaskan, produksi kedelai
yang minim di Banten juga disebabkan biaya produksi kedelai cukup
tinggi. Dari hasil produksi 1,2-1,5 ton per ha, dihargai Rp 5.000 per
kilogram.
Kedelai dari hasil impor, memiliki kisaran harga dibawah Rp
5.000 per kilogam dengan kualitas lebih baik. Hal ini tentu
menjatuhkan pasaran produksi kedelai lokal karena produksi kedelai
impor mampu menekan biaya produksi dengan harga yang jauh lebih
terjangkau.SH/T
Tidak ada komentar