Oknum Kopassus Serang LP, Bukti Militer Masih Anut Doktrin Masa Lalu
LINTAS PUBLIK-Jakarta, Hasil penyelidikan Tim Investigasi TNI AD menyatakan, sebanyak 11 oknum
personel Grup II Kopassus Kandang Menjangan terlibat dalam aksi brutal
penyerangan LP Sleman. Pengamat militer Andi Widjajanto menilai, militer
masih menganut tradisi masa lalunya.
"Itu merupakan aspek reformasi budaya militer yang belum berubah total, masih ada ajaran doktrin masa lalu bahwa segala sesuatu di masa lalu dapat sendiri oleh militer," kata Andi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (4/4/2013) malam.
Namun, sikap yang ditunjukkan TNI AD dalam membuka hasil pengungkapan kepada publik patut diapresiasi. "Ini salah satu berita positif di tengah kegalauan tentang adanya kelompok TNI yang bisa lepas kendali komando dan menyerang fasilitas negara," puji pengamat militer dari Universitas Indonesia ini.
Sebenarnya, jelas Andi, pembekalan materi HAM dan humanitarian kepada seluruh personel korps baret merah ini, sejak dipimpin Jenderal Endriartono Sutarto. Namun hal itu lagi-lagi, selalu berbenturan dengan budaya masa lalu militer, di mana mereka tidak perlu menunggu lama untuk menyelesaikan sebuah masalah.
Secara aturan, sebenarnya satuan elit TNI AD ini begitu ketat dengan lingkaran aturan dan azas yang ditanamkan oleh atasan. Pola tersebut tentunya untuk membentuk karakter satuan elit yang bergerak senyap dan rahasia.
"Ada unit yang bergerak tanpa atasan itu sudah melanggar," paparnya.
Andi berharap, prajurit Kopassus kembali ke semangat corsa yang positif, bukan dalam arti semangat corsa yang negatif, terlebih untuk membalas dendam.
Secara doktrin Kartika Eka Paksi dan Tri Dharma Eka Karma 2007, Andi melanjutkan, harus dapat dipahami oleh setiap prajurit Kopassus.
"Itu merupakan cara untuk memenangkan perang. Karena 1 azas saja patah bagaimana mungkin angkatan darat, mempertahankan dan memenangkan perang," tutup Andi.det/t
Hasil penyelidikan Tim Investigasi TNI AD menyatakan, sebanyak 11 oknum personel Grup II Kopassus Kandang Menjangan terlibat dalam aksi brutal penyerangan LP Sleman. Pengamat militer Andi Widjajanto menilai, militer masih menganut tradisi masa lalunya.
"Itu merupakan aspek reformasi budaya militer yang belum berubah total, masih ada ajaran doktrin masa lalu bahwa segala sesuatu di masa lalu dapat sendiri oleh militer," kata Andi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (4/4/2013) malam.
Namun, sikap yang ditunjukkan TNI AD dalam membuka hasil pengungkapan kepada publik patut diapresiasi. "Ini salah satu berita positif di tengah kegalauan tentang adanya kelompok TNI yang bisa lepas kendali komando dan menyerang fasilitas negara," puji pengamat militer dari Universitas Indonesia ini.
Sebenarnya, jelas Andi, pembekalan materi HAM dan humanitarian kepada seluruh personel korps baret merah ini, sejak dipimpin Jenderal Endriartono Sutarto. Namun hal itu lagi-lagi, selalu berbenturan dengan budaya masa lalu militer, di mana mereka tidak perlu menunggu lama untuk menyelesaikan sebuah masalah.
Secara aturan, sebenarnya satuan elit TNI AD ini begitu ketat dengan lingkaran aturan dan azas yang ditanamkan oleh atasan. Pola tersebut tentunya untuk membentuk karakter satuan elit yang bergerak senyap dan rahasia.
"Ada unit yang bergerak tanpa atasan itu sudah melanggar," paparnya.
Andi berharap, prajurit Kopassus kembali ke semangat corsa yang positif, bukan dalam arti semangat corsa yang negatif, terlebih untuk membalas dendam.
Secara doktrin Kartika Eka Paksi dan Tri Dharma Eka Karma 2007, Andi melanjutkan, harus dapat dipahami oleh setiap prajurit Kopassus.
"Itu merupakan cara untuk memenangkan perang. Karena 1 azas saja patah bagaimana mungkin angkatan darat, mempertahankan dan memenangkan perang," tutup Andi.det/t
Hasil penyelidikan Tim Investigasi TNI AD menyatakan, sebanyak 11 oknum personel Grup II Kopassus Kandang Menjangan terlibat dalam aksi brutal penyerangan LP Sleman. Pengamat militer Andi Widjajanto menilai, militer masih menganut tradisi masa lalunya.
Tidak ada komentar