Menikmati Surga Stalaktit di Gua Maria Tritis
Ketika punya satu hari kosong di Yogjakarta dalam rangka menghadiri
pesta perkawinan, saya awalnya tidak punya bayangan akan menghabiskan
waktu ke mana. Namun, beruntung teman perjalanan merekomendasikan untuk
menyesuri pesisir pantai Selatan. Dengan kendaraan sewaan dan supir yang
sangat mengenal daerah, akhirnya saya tiba juga di tempat tujuan
pertama; di Gua Maria Tritis.
Gua Maria Tritis ini merupakan tempat ziarah bagi penganut agama Katolik. Tetapi bukan berarti bagi penganut agama lain--seperti saya--tidak dapat mengunjungi tempat ini, karena Gua Maria Tritis lumayan menarik untuk dikunjungi.
Untuk mencapai gua ini, ada dua jalur panjang dan pendek. Dua-duanya hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Bagi
penganut agama Katolik yang baru pertama kali dapat mencoba menyusuri jalur panjang, melakukan jalan salib yang di sana terdapat 14 pemberhentian dengan tanda mozaik batu yang menggambarkan perjalanan Yesus disalib. Di pemberhentian ke-12, terdapat tiga salib sebagai deskripsi Yesus disalib.
Pemberhentian ke-12 ini juga akan dilewati bagi para pelancong yang memilih jalur pendek untuk mencapai Gua Maria Tritis seperti saya. Jika memilih rute pendek ini, maka jarak dari tempat parkir mobil ke gua hanya sekitar setengah kilometer. Sedangkan rute panjang, sekitar 1,5 kilometer.
Jalan menuju gua tidaklah mulus. Berbatu dan berkelok-kelok di jalur jalan yang kadang menyempit seperti dalam gang. Saat menyusuri jalan seperti ini dengan pemandangan di sisi kiri dan kanan hutan jati memberi kesan petualangan.
Satu hal yang harus diperhatikan adalah begitu tiba di lapangan parkir, kita biasanya akan langsung diserbu oleh para mbakyu-mbakyu ojek payung. Tak perlu panik. Jika kita tidak membutuhkan, bisa langsung ditolak dengan halus. Namun jika membutuhkan payung karena memang sinar matahari cukup terik, tiada salahnya juga karena sambil menyusuri jalan berbatu itu, mbakyu-mbakyu ini akan banyak bercerita tentang gua ini sehingga kita pun serasa berjalanan ditemani pemandu, dan setidaknya kita lebih mengenal objek pariwisata yang kita kunjungi.
Goa Maria Tritis terletak di desa Singkil, Wonosari yang terbentuk dari batu kapur berbentuk stalaktit yang meneteskan air. Karena tetesan air dalam gua inilah yang membuat gua diberi nama Tritis. Kata Tritis berasal dari kata dalam bahasa Jawa 'Tumaritis' yang berarti tetesan air. Goa Maria Tritis ini ditemukan tahun 1974 oleh seorang anak kecil yang kemudian memberi tahu tentang penemuannya pada seorang pastur kemudian beliau mengubah tempat ini sebagai tempat beribadah. Dan, kini gua ini tidak hanya dipakai sebagai tempat beribadah tetapi juga berziarah.
Jika sebelum-sebelumnya patung Bunda Maria berwarna putih, kini patung Bunda Maria berwarna abu-abu. Bukan sengaja dicat warna gelap. Rupanya patung ini terbuat dari batu gunung Merapi sehingga berwarna seperti itu.
Di dalam gua, bagi pelancong yang bukan penganut Katholik, bisa menyusuri gua mengagumi juluran stalaktit yang begitu banyak di dalam gua. Karena ada beberapa yang masih terus meneteskan air, stalaktit pun penuh lumut. Ada beberapa stalaktit juga yang dipotong atas nama unsur keselamatan bagi para jemaat saat beribadah atau patah secara natural dan tetap meneteskan air.
Selain patung Bunda Maria, terdapat juga salib putih yang terletak di atas altar yang juga sering dipilih jemaat sebagai tempat berdoa. Berhubung gua ini digunakan sebagai tempat beribadah, ada banyak bangku panjang yang juga bisa menjadi tempat beristirahat dari kelelahan menyusuri jalan menuju gua yang berkelok-kelok itu.
Walaupun mengunjungi ini hanya membutuhkan waktu sekitar sejam (mulai dari turun parkir mobil hingga kembali lagi), jika menyusuri pinggir jalan pantai Selatan, tempat ini termasuk salah satu wajib untuk dikunjungi agar ada variasinya, tidak sekadar menikmati pantai saja atau hutan jati dan bukit batu kapur yang berada di sisi kiri dan kanan jalan.yh/t
Gua Maria Tritis ini merupakan tempat ziarah bagi penganut agama Katolik. Tetapi bukan berarti bagi penganut agama lain--seperti saya--tidak dapat mengunjungi tempat ini, karena Gua Maria Tritis lumayan menarik untuk dikunjungi.
Untuk mencapai gua ini, ada dua jalur panjang dan pendek. Dua-duanya hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Bagi
penganut agama Katolik yang baru pertama kali dapat mencoba menyusuri jalur panjang, melakukan jalan salib yang di sana terdapat 14 pemberhentian dengan tanda mozaik batu yang menggambarkan perjalanan Yesus disalib. Di pemberhentian ke-12, terdapat tiga salib sebagai deskripsi Yesus disalib.
Pemberhentian ke-12 ini juga akan dilewati bagi para pelancong yang memilih jalur pendek untuk mencapai Gua Maria Tritis seperti saya. Jika memilih rute pendek ini, maka jarak dari tempat parkir mobil ke gua hanya sekitar setengah kilometer. Sedangkan rute panjang, sekitar 1,5 kilometer.
Jalan menuju gua tidaklah mulus. Berbatu dan berkelok-kelok di jalur jalan yang kadang menyempit seperti dalam gang. Saat menyusuri jalan seperti ini dengan pemandangan di sisi kiri dan kanan hutan jati memberi kesan petualangan.
Satu hal yang harus diperhatikan adalah begitu tiba di lapangan parkir, kita biasanya akan langsung diserbu oleh para mbakyu-mbakyu ojek payung. Tak perlu panik. Jika kita tidak membutuhkan, bisa langsung ditolak dengan halus. Namun jika membutuhkan payung karena memang sinar matahari cukup terik, tiada salahnya juga karena sambil menyusuri jalan berbatu itu, mbakyu-mbakyu ini akan banyak bercerita tentang gua ini sehingga kita pun serasa berjalanan ditemani pemandu, dan setidaknya kita lebih mengenal objek pariwisata yang kita kunjungi.
Goa Maria Tritis terletak di desa Singkil, Wonosari yang terbentuk dari batu kapur berbentuk stalaktit yang meneteskan air. Karena tetesan air dalam gua inilah yang membuat gua diberi nama Tritis. Kata Tritis berasal dari kata dalam bahasa Jawa 'Tumaritis' yang berarti tetesan air. Goa Maria Tritis ini ditemukan tahun 1974 oleh seorang anak kecil yang kemudian memberi tahu tentang penemuannya pada seorang pastur kemudian beliau mengubah tempat ini sebagai tempat beribadah. Dan, kini gua ini tidak hanya dipakai sebagai tempat beribadah tetapi juga berziarah.
Jika sebelum-sebelumnya patung Bunda Maria berwarna putih, kini patung Bunda Maria berwarna abu-abu. Bukan sengaja dicat warna gelap. Rupanya patung ini terbuat dari batu gunung Merapi sehingga berwarna seperti itu.
Di dalam gua, bagi pelancong yang bukan penganut Katholik, bisa menyusuri gua mengagumi juluran stalaktit yang begitu banyak di dalam gua. Karena ada beberapa yang masih terus meneteskan air, stalaktit pun penuh lumut. Ada beberapa stalaktit juga yang dipotong atas nama unsur keselamatan bagi para jemaat saat beribadah atau patah secara natural dan tetap meneteskan air.
Selain patung Bunda Maria, terdapat juga salib putih yang terletak di atas altar yang juga sering dipilih jemaat sebagai tempat berdoa. Berhubung gua ini digunakan sebagai tempat beribadah, ada banyak bangku panjang yang juga bisa menjadi tempat beristirahat dari kelelahan menyusuri jalan menuju gua yang berkelok-kelok itu.
Walaupun mengunjungi ini hanya membutuhkan waktu sekitar sejam (mulai dari turun parkir mobil hingga kembali lagi), jika menyusuri pinggir jalan pantai Selatan, tempat ini termasuk salah satu wajib untuk dikunjungi agar ada variasinya, tidak sekadar menikmati pantai saja atau hutan jati dan bukit batu kapur yang berada di sisi kiri dan kanan jalan.yh/t
Tidak ada komentar