PBB kembali soroti perlindungan minoritas di Indonesia
LINTAS PUBLIK- Jemaat Ahmadiyah, Syiah, dan Kristen di Indonesia,
disebutkan masih mengalami diskriminasi dalam menjalankan ibadah dan
serangan fisik dari kelompok militan Islam, dengan sedikit intervensi
dari pemerintah.
Laporan itu juga menyoroti kasus penyegelan GKI
Yasmin di Bogor, laporan Tematik terbaru dari Pelapor Khusus
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk kebebasan berkumpul secara damai dan
kebebasan berserikat/berorganisasi, Maina Kiai yang disampaikan pada 10
Juni lalu di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa.Lembaga pemantau HAM Human Right Working Group HRWG, mencatat dalam dua tahun terakhir, Indonesia setidaknya empat kali mendapat catatan buruk dari PBB dalam masalah perlindungan minoritas.
Direktur Eksekutif HRWG, Rafendi Djamin mengatakan laporan internasional tersebut merupakan peringatan bagi pemerintah, agar lebih menjamin perlindungan bagi kelompok minoritas.
“Ini yang menjadi problem mendasar , pertama attitude, kedua, tidak ada kesepakatan diantara pemerintah yang terkait untuk melihat ini sebagai masalah yang sudah darurat, di masa pilpres ini sendiri terjadi beberapa insiden yang jelas kelompok intoleran menggunakan kekerasan untuk menindas kelompok minoritas,”
Kasus meningkat
Sementara itu, Direktur Ketahanan Seni, Budaya, Agama dan Kemasyarakatan, Dirjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Budi Prasetyo, mengatakan pemerintah sudah beberapa kali menyampaikan penjelasan kepada PBB mengenai masalah kebebasan beragama di Indonesia, dan pemerintah mengaku telah memberikan perlindungan terhadap semua pemeluk agama.“Kalau minoritas , mayoritas kita mendzolimi itu yang mana, karena secara umum bahwa agama di Indonesia berkembang dengan baik. Tak ada satupun pemerintah yang melarang orang untuk beragama tidak ada statement pun atau catatan dan undang-undang yang menyebutkannya. Kalau kekerasan itu kan implikasi saja, karena ketidakpahaman, biasanya pengamanan sudah langsung memberikan perlindungan dan sebagainya, jadi semua sudah melakukan tugasnya masing-masing,” jelas Budi.
Budi menyatakan proses hukum kasus kekerasan agama juga telah berjalan.
Tetapi, Bonar Tigor dari Setara Institute mengatakan penegakan hukum dalam kasus kekerasan terhadap minoritas yang lemah menyebabkan peristiwa pelanggaran kebebasan terus meningkat.
“Yang menjadi perhatian adalah sejumlah kasus itu tak pernah mendapatkan penanganan yang tuntas dari pemerintah, hampir semua kasus yang menimpa mereka tidak pernah mendapatkan penyelesaian yang komprehensif dari pemerintah. Ini ada arus kuat politisasi agama ya, sehingga pejabat publik atau politisi mengkhawatirkan dirinya kalau terkesan berpihak pada minoritas,” jelas Bonar
Data lembaga pemerhati kebebasan beragama di Indonesia, Setara Institute mencatat selama 2013 lalu, terjadi 222 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang tersebar di 20 provinsi.bbc/t
Tidak ada komentar