Header Ads

Pertarungan pilpres sengit di media sosial


Indonesia disebut sebagai ibukota media sosial di dunia, karena pengguna akun media sosial yang sangat aktif, dengan jumlah 69 juta orang memiliki akun Facebook dan lebih dari 30 juta akun Twitter.

Tak heran jika para capres menaruh perhatian besar terhadap media sosial untuk berkampanye.
Partai Gerindra yang mencalonkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, bahkan memiliki tim media sosial yang dimotori anak-anak muda.
Kampanye di media sosial dilakukan dengan cara berbeda untuk merebut suara pemilih muda yang menjadi pengguna aktif Facebook dan Twitter, seperti disampaikan oleh Noudhy Valdryno.
"Status soal visi misi, itu sangat minim dan akhirnya membuat keputusan kita gunakan video foto dan itu yang membuat booming, akhirnya kampanye di sosial media itu jadi antitesis kampanye konvensional," jelas Noudhy.
Prabowo bahkan sudah memiliki akun Facebook sejak 2009 lalu, dengan jumlah like mencapai lebih dari 7 juta.
Sementara, like di halaman Facebook Joko Widodo mencapai lebih dari 3 juta.
Di Twitter akun Jokowi memiliki followers lebih banyak yaitu lebih dari 1,2 juta akun, sementara Prabowo masih dikisaran 972.000 followers.
Jokowi JK
Jokowi-Jusuf Kalla dianggap lebih banyak menjadi sasaran kampanye hitam.
Capres yang diunggulkan, Joko Widodo, sudah menggunakan media sosial ketika mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta pada 2012 lalu, melalui para relawan. Kemudian, mereka menangani kampanye di media sosial ketika Jokowi menjadi capres berpasangan dengan Jusuf kalla.
Yose Rizal, dari tim media sosial Jokowi- JK menyebutkan media sosial memiliki kelebihan yang dapat membangun hubungan antara capres dan pendukungnya.
"Hubungan antara capres dan pendukungnya di media sosial bisa lebih dalam dibandingkan dengan media apa pun, penyampaian visi dan misi juga harus kreatif seperti melalui video, info grafik dan lain-lain, yang dipikirkan juga bagaimana menyatukan para pendukung dengan tanda pagar sehingga setiap debat selalu menjadi trending topic," jelas Yose.
Dukungan relawan terhadap Jokowi terlihat dari video yang diunggah para pendukung dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri, komik Tintin yang menampilkan sosok Jokowi sedang blusukan, dan juga aplikasi game yang bisa diunduh dengan ponsel pintar.

Kampanye hitam

Di media sosial tak hanya soal kampanye kreatif, tetapi juga kampanye negatif bahkan kampanye hitam pun bertebaran, yang disebut oleh lembaga survei menggerus elektabilitas Jokowi dan menguntungkan Prabowo.
Menurut Politicawave, situs yang menjaring percakapan di media sosial, Jokowi –JK lebih banyak menjadi sasaran kampanye hitam dengan jumlah persentase 94,9 % dan 5,1 % kampanye negatif.
Sementara kampanye hitam bagi pasangan Prabowo-Hatta lebih sedikit yaitu 13,5%, sementara kampanye negatifnya mencapai 86,5%.
Noudhy mengatakan tim media sossial juga melakukan upaya untuk menangkis kampanye negatif terhadap Prabowo.
"Kampanye negatif terhadap pak Prabowo kan selalu yang itu-itu saja, isu lama soal HAM jadi ya kami sudah menyiapkan materi untuk mencounter nya," jelas Noudhy.
Sementara Jokowi yang banyak mendapatkan sasaran kampanye hitam, yang bernuansa SARA.
"Sulit untuk mencari kelemahan Pak Jokowi, jadi dibuatlah kampanye hitam tersebut," jelas Yose.
Yose mengakui respons untuk mengklarifikasi kampanye hitam yang ditujukan kepada Jokowi sebelumnya lambat dilakukan, tetapi belakangan mulai gencar diluruskan melalui relawan di media sosial dan juga di kalangan akar rumput dengan pembagian tabloid.

Pengaruhi pemilih

Percakapan di media sosial seringkali diteruskan kepada mereka yang tidak memiliki akun di FB ataupun Twitter.
Tetapi, sebaran pengguna Facebook di Indonesia yang hampir merata di sejumlah wilayah disebutkan lebih efektif untuk menyampaikan pesan kampanye dibandingkan Twitter yang hanya menjangkau kalangan perkotaan.
Bubu.com menyebutkan 70% percakapan mengenai pemilu terjadi melalui Facebook. Dalam “Indonesia Election Tracker: Suara Indonesia” aplikasi pelacak percakapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 Bubu.com kerjasama dengan Facebook, diketahui sebanyak 44,04% membicarakan Prabowo, dan Jokowi 52.47%.
Shinta Laksmi Witoyo selaku CEO dan Founder PT Bubu Kreasi Perdana atau Bubu.com mengatakan data tersebut dihimpun dari semua mention atau percakapan di seluruh dunia terkait nama-nama capres dan cawapres yang bersaing dalam pilpres di Indonesia.
"Kami menarik data percakapan mengenai pemilu atas seizin Facebook, dan informasinya dapat dilihat melalui aplikasi dalam bentuk grafis, dan bisa dilihat daerahnya," kata Shinta.
Tim media sosial Prabowo dan Hatta dinilai lebih terstruktur rapi.
Dari data tersebut diketahui jumlah pengguna Facebook terbanyak berusia 25-34 tahun disusul 18-24 tahun.
Pengamat media sosial Nukman Luthfie menyebutkan kampanye melalui media sosial efektif untuk mempengaruhi para pemilih.
"Tadinya golput jadi tidak golput karena mendengarkan percakapan temannya, anak-anak muda akan mendengarkan teman, teman ngomong dia akan dengerin, meski belum tentu dia menurut, tapi lama-lama akan mengambil keputusan,” jelas Nukman.
Menurut Nukman, percakapan di media sosial akan mempengaruhi orang yang belum menentukan pilihan dan preferensi pemilih pemula.
Jumlah pemilih pada pilpres 2014 mencapai 190.307.134 orang, jumlah pemilih pemula mencapai lebih dari 11% dan pemilih muda dibawah usia 30 tahun mencapai 30%.
Lembaga survei menyebutkan sekitar 23% pemilih belum menentukan pilihan dalam pilpres mendatang.

Indonesia disebut sebagai ibukota media sosial di dunia, karena pengguna akun media sosial yang sangat aktif, dengan jumlah 69 juta orang memiliki akun Facebook dan lebih dari 30 juta akun Twitter.

Tak heran jika para capres menaruh perhatian besar terhadap media sosial untuk berkampanye.
Partai Gerindra yang mencalonkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, bahkan memiliki tim media sosial yang dimotori anak-anak muda.
Kampanye di media sosial dilakukan dengan cara berbeda untuk merebut suara pemilih muda yang menjadi pengguna aktif Facebook dan Twitter, seperti disampaikan oleh Noudhy Valdryno.
"Status soal visi misi, itu sangat minim dan akhirnya membuat keputusan kita gunakan video foto dan itu yang membuat booming, akhirnya kampanye di sosial media itu jadi antitesis kampanye konvensional," jelas Noudhy.
Prabowo bahkan sudah memiliki akun Facebook sejak 2009 lalu, dengan jumlah like mencapai lebih dari 7 juta.
Sementara, like di halaman Facebook Joko Widodo mencapai lebih dari 3 juta.
Di Twitter akun Jokowi memiliki followers lebih banyak yaitu lebih dari 1,2 juta akun, sementara Prabowo masih dikisaran 972.000 followers.
Jokowi JK
Jokowi-Jusuf Kalla dianggap lebih banyak menjadi sasaran kampanye hitam.
Capres yang diunggulkan, Joko Widodo, sudah menggunakan media sosial ketika mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta pada 2012 lalu, melalui para relawan. Kemudian, mereka menangani kampanye di media sosial ketika Jokowi menjadi capres berpasangan dengan Jusuf kalla.
Yose Rizal, dari tim media sosial Jokowi- JK menyebutkan media sosial memiliki kelebihan yang dapat membangun hubungan antara capres dan pendukungnya.
"Hubungan antara capres dan pendukungnya di media sosial bisa lebih dalam dibandingkan dengan media apa pun, penyampaian visi dan misi juga harus kreatif seperti melalui video, info grafik dan lain-lain, yang dipikirkan juga bagaimana menyatukan para pendukung dengan tanda pagar sehingga setiap debat selalu menjadi trending topic," jelas Yose.
Dukungan relawan terhadap Jokowi terlihat dari video yang diunggah para pendukung dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri, komik Tintin yang menampilkan sosok Jokowi sedang blusukan, dan juga aplikasi game yang bisa diunduh dengan ponsel pintar.

Kampanye hitam

Di media sosial tak hanya soal kampanye kreatif, tetapi juga kampanye negatif bahkan kampanye hitam pun bertebaran, yang disebut oleh lembaga survei menggerus elektabilitas Jokowi dan menguntungkan Prabowo.
Menurut Politicawave, situs yang menjaring percakapan di media sosial, Jokowi –JK lebih banyak menjadi sasaran kampanye hitam dengan jumlah persentase 94,9 % dan 5,1 % kampanye negatif.
Sementara kampanye hitam bagi pasangan Prabowo-Hatta lebih sedikit yaitu 13,5%, sementara kampanye negatifnya mencapai 86,5%.
Noudhy mengatakan tim media sossial juga melakukan upaya untuk menangkis kampanye negatif terhadap Prabowo.
"Kampanye negatif terhadap pak Prabowo kan selalu yang itu-itu saja, isu lama soal HAM jadi ya kami sudah menyiapkan materi untuk mencounter nya," jelas Noudhy.
Sementara Jokowi yang banyak mendapatkan sasaran kampanye hitam, yang bernuansa SARA.
"Sulit untuk mencari kelemahan Pak Jokowi, jadi dibuatlah kampanye hitam tersebut," jelas Yose.
Yose mengakui respons untuk mengklarifikasi kampanye hitam yang ditujukan kepada Jokowi sebelumnya lambat dilakukan, tetapi belakangan mulai gencar diluruskan melalui relawan di media sosial dan juga di kalangan akar rumput dengan pembagian tabloid.

Pengaruhi pemilih

Percakapan di media sosial seringkali diteruskan kepada mereka yang tidak memiliki akun di FB ataupun Twitter.
Tetapi, sebaran pengguna Facebook di Indonesia yang hampir merata di sejumlah wilayah disebutkan lebih efektif untuk menyampaikan pesan kampanye dibandingkan Twitter yang hanya menjangkau kalangan perkotaan.
Bubu.com menyebutkan 70% percakapan mengenai pemilu terjadi melalui Facebook. Dalam “Indonesia Election Tracker: Suara Indonesia” aplikasi pelacak percakapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 Bubu.com kerjasama dengan Facebook, diketahui sebanyak 44,04% membicarakan Prabowo, dan Jokowi 52.47%.
Shinta Laksmi Witoyo selaku CEO dan Founder PT Bubu Kreasi Perdana atau Bubu.com mengatakan data tersebut dihimpun dari semua mention atau percakapan di seluruh dunia terkait nama-nama capres dan cawapres yang bersaing dalam pilpres di Indonesia.
"Kami menarik data percakapan mengenai pemilu atas seizin Facebook, dan informasinya dapat dilihat melalui aplikasi dalam bentuk grafis, dan bisa dilihat daerahnya," kata Shinta.
Tim media sosial Prabowo dan Hatta dinilai lebih terstruktur rapi.
Dari data tersebut diketahui jumlah pengguna Facebook terbanyak berusia 25-34 tahun disusul 18-24 tahun.
Pengamat media sosial Nukman Luthfie menyebutkan kampanye melalui media sosial efektif untuk mempengaruhi para pemilih.
"Tadinya golput jadi tidak golput karena mendengarkan percakapan temannya, anak-anak muda akan mendengarkan teman, teman ngomong dia akan dengerin, meski belum tentu dia menurut, tapi lama-lama akan mengambil keputusan,” jelas Nukman.
Menurut Nukman, percakapan di media sosial akan mempengaruhi orang yang belum menentukan pilihan dan preferensi pemilih pemula.
Jumlah pemilih pada pilpres 2014 mencapai 190.307.134 orang, jumlah pemilih pemula mencapai lebih dari 11% dan pemilih muda dibawah usia 30 tahun mencapai 30%.
Lembaga survei menyebutkan sekitar 23% pemilih belum menentukan pilihan dalam pilpres mendatang.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.