Header Ads

ISPI Siantar – Simalungun “Misterius”, Tidak Terdaftar di Kesbangpolinmas Siantar


LINTAS PUBLIK - SIANTAR ,  Keberadaan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Siantar – Simalungun, benar – benar “misterius”. Masalahnya, ternyata ISPI tersebut tidak terdaftar di Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) kota Siantar.

Hal itu dibenarkan Drs Gunawan Purba, Kepala Kantor (Kakan) Kesbangpolinmas Siantar saat dikonfirmasi wartawan, Senin (16/2/2015), diruang kerjanya.

Kata Kakan, di Kesbangpolinmas sudah tidak boleh lagi ada terdaftar organisasi kemasyarakatan maupun organisasi kepemudaan yang wilayah kerjanya di dua daerah seperti, Siantar - Simalungun . “Dalam artian, cukup kota Siantar,”ujarnya.


Ya, tapi kalau ISPI Siantar – Simalungun benar – benar tidak terdaftar, tegasnya lagi setelah bertanya kepada stafnya yang menangani seluruh data organisasi di kota Siantar.
Masih kata Gunawan, jika ada urusan organisasi yang telah terdaftar, apakah itu soal surat menyurat, maka pihaknya (Kesbangpolinmas) tidak akan pernah kecolongan. “Karena semua urusan harus lewat kita dulu,”ujarnya.

Ucapan Kakan Kesbangpolinmas Siantar itu tentu mengagetkan wartawan. Pasalnya, ISPI Siantar – Simalungun yang tidak terdaftar di Kesbangpolinmas Siantar itu, ternyata bisa “merebut” stempel Wali Kota Siantar (lambang Garuda).

Ada apa gerangan? Stempel Wali Kota itu terlihat jelas pada surat undangan mengikuti seminar nasional yang diprakarsai ISPI Siantar – Simalungun yang diketuai Marolop Panjaitan dan sekretarisnya, Rudiarman Purba.

Pada surat undangan tertanggal 20 Januari 2015 tersebut, terdapat tandatangan Wakil Wali Kota Siantar, Drs Koni Ismail Siregar, namun dibawah namanya disebut sebagai Pembina ISPI dan stempel Wali Kota Siantar tadi melekat pada tandatangan Koni.

Apakah benar stempel Wali Kota Siantar cuma satu dan bisa bebas digunakan ? Dan apa respon pemerhati pemerintahan dan DPRD Siantar atas masalah ini ? Yuk nantikan lanjutan investigasi Lintas Publik.

Berita sebelumnya, disebutkan pelaksanaan seminar nasional yang diprakarsai Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Siantar – Simalungun pada Selasa (3/2/2015) lalu, memang “amburadul”.

Terungkap, seminar itu dilaksanakan tanpa panitia penyelenggara. Namun oleh pihak ISPI (ketua dan sekretaris ISPI Siantar- Simalungun), kegiatan itu dibuat seakan – akan ada panitianya.
Hal itu dibuktikan dari undangan menghadiri seminar nasional yang disebarkan pihak ISPI kepada sejumlah organisasi dan instansi di kota Siantar.



Pada surat undangan tertanggal 20 Januari 2015 tersebut, seperti amatan Lintas Publik Online, Minggu (15/2/2015), tidak ada kelihatan ketua dan sekretaris panitia. Apalagi stempel panitia, sama sekali tidak ada.

Yang tertera pada undangan bernomor : 13/Pan.Sem.ISPI/I/2015 itu, yaitu, korps atau kepala surat yang bertuliskan panitia seminar nasional dan penganugerahan ISPI Award 2015 Cabang Siantar – Simalungun.

Lalu ada tandatangan Ketua ISPI Siantar – Simalungun, Drs Marolop Panjaitan MPd dan Sekretaris, Rudiarman MPd, berikut stempel ISPI Siantar – Simalungun.

Anehnya, Marolop dan Rudiarman seakan mengaku sebagai panitia dengan menyebutkan “Hormat Kami Panitia” yang tertera di atas tandangan mereka.

Seharusnya, sebuah kegiatan harus ada panitia pelaksana dan tidak etis langsung ditangani oleh pengurus inti sebuah organisasi.

Pada sebuah undangan kegiatan besar seperti seminar nasional ISPI kemarin, harusnya dalam undangan ada panitia pelaksana seminar seperti, ketua dan sekretaris serta stempel panitia.

Sedangkan pihak ISPI (ketua dan sekretaris) dalam undangan itu harusnya sebatas mengetahui yang juga turut menandatangani dan membubuhi stempel.

Ketika hal itu dikonfirmasi via ponsel, Minggu (15/2/2015), baik Ketua ISPI maupun Sekretaris ISPI tidak memberikan jawaban.

Bukti lain, “kacaunya” seminar ISPI itu, dengan dilibatkannya mahasiswa FKIP HKBP Nommensen untuk menerima tamu, membagikan snack dan nasi.

Sehingga para mahasiswa itu jadi terganggu mengikuti jalannya seminar, padahal sudah bayar mahal yaitu Rp80.000 per mahasiswa. Belum lagi, ratusan mahasiswa harus terlantar karena tidak dapat kursi, akhirnya para mahasiswa menuntut uangnya kembali, tapi belum mendapat jawaban dari pengurus ISPI. tim

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.