Mahasiswa FKIP HKBP Nommensen Siantar Tuntut Uang Dikembalikan
LINTAS PUBLIK - SIANTAR, Karena merasa dirugikan, para peserta seminar
khususnya mahasiswa/i FKIP HKBP Nommensen Siantar, menuntut uang mereka agar
dikembalikan oleh panitia seminar nasional yang digagasi Ikatan Sarjana
Pendidikan Indonesia (ISPI) Siantar – Simalungun.
Masalahnya, para peserta menilai kegiatan itu tidak layak disebut seminar,
mengingat lokasinya sangat terbuka dan banyak peserta yang tidak dapat kursi,
sehingga apa yang disampaikan pembicara susah ditangkap.
Parahnya lagi, beberapa mahasiswi yang sudah bayar malah dibuat repot, seperti disuruh membagikan snack (makanan ringan) dan nasi kepada peserta. Sehingga, mahasiswa tersebut tidak bisa mengikuti jalannya seminar dengan baik.
“Kami (mahasiswi) yang hadir malah dibuat repot, padahal kami udah bayar mahal untuk mengikuti acara seminar itu. Pokoknya bingung aja bang, padahal kami bukan panitia, tapi harus capek membagikan snack dan nasi,”ujar beberapa mahasiswi FKIP HKBP Nommensen Siantar, yang ditemui wartawan dikediamannya, Selasa (10/2/2015).
Salah seorang mahasiswi jurusan Bahasa Indonesia menegaskan, mereka (mahasiswa,red) sudah rugi tiga kali karena mengikuti kegiatan seminar itu. Ketika ditanya apa saja itu? Dijawabnya, pertama rugi materi alias uang, kedua, kami jadi capek karena direpotkan mengatur konsumsi dan ketiga, perasaan kami seakan “dijual” karena ada kesan “kampanye” dalam seminar itu.
“Tahun 2015 kan tahun politik, jadi wajar kita curiga. Apalagi dengan hadirnya Wakil Wali Kota, Koni Ismail Siregar pada saat itu,”ujar mahasiswa tingkat tiga ini.
Perempuan berparas cantik, namun memilih merahasiakan namanya ini, menyebutkan, sebenarnya saat itu banyak rekannya yang mau pulang kampung karena pada hari “H” seminar itu adalah hari terakhir ujian di kampus sehingga mahasiswa otomatis libur.
“Makanya saat itu juga uang seminarnya dimintai bagi yang belum ngasih karena mungkin panitia seminarnya takut kalau mahasiswa keburu pulang kampung karena udah siap ujian,”katanya.
Namun, lanjutnya, karena sudah keburu bayar Rp80.000 per mahasiswa dan nama mereka dicatat oleh salah seorang kordinator yang juga berasal dari mahasiswa, maka mau tidak mau harus ikut, walaupun akhirnya terlantar karena tidak dapat kursi.
“Kan abang bisa lihat situasinya dilapangan. Banyak mahasiswa jadi berserakan dan harus melihat dari kejauhan karena tidak punya kursi. Sampai – sampai pembicaranya harus kebelakang biar didengar peserta,”ujarnya kesal.
Mahasiswi ini berterima kasih kepada Lintas Publik Online yang telah mengkritisi acara seminar itu sehingga kedepan, kegiatan seminar harus dikelola dengan profesional dan diketahui oleh pihak Kampus.
Dia juga menyayangkan komentar Ketua ISPI Siantar Simalungun, Marolop Panjaitan MPd yang menyerang media Lintas Publik lewat jejaring sosial (Facebook).
Menurutnya, bahasa Marolop tersebut tidak layak sebagai bahasa tenaga pendidik karena terkesan arogan seperti preman pasaran. “Ngapain ngomel – ngomel di facebook dan menyerang media. Kalau ada yang kurang pas beritanya, ya klarifikasilah atau bantah kek. Ini malah bilang berita sampah pula, emang ada sampah apa diberita itu,”katanya sambil tersenyum.
Dia juga mendukung kebijakan pihak Dekan yang telah memberikan sanksi kepada ke-7 dosen yang terlibat dalam seminar itu. “Kalau boleh hukuman mereka disamakan, jangan ada dibeda – bedakan,”ujarnya.
Apa yang disampaikan para mahasiswi ini sesuai dengan pantauan Lintas Publik yang mana, banyak peserta khususnya dari kalangan mahasiswa tidak dapat kursi dan beberapa mahasiswa/i tampak sibuk membagikan makanan ringan, membagi ATK dan juga nasi bagi para peserta di akhir acara.
Seperti diketahui, seminar nasional dan penganugerahan ISPI Award 2015 ini diadakan di Balai Rahmat, jalan MH Siantar, Selasa (3\2\2015).tim
Mahasiswa yang mengikuti seminar merasa dirugikan, karena tidak dapat tempat duduk, photo/LP. |
Parahnya lagi, beberapa mahasiswi yang sudah bayar malah dibuat repot, seperti disuruh membagikan snack (makanan ringan) dan nasi kepada peserta. Sehingga, mahasiswa tersebut tidak bisa mengikuti jalannya seminar dengan baik.
“Kami (mahasiswi) yang hadir malah dibuat repot, padahal kami udah bayar mahal untuk mengikuti acara seminar itu. Pokoknya bingung aja bang, padahal kami bukan panitia, tapi harus capek membagikan snack dan nasi,”ujar beberapa mahasiswi FKIP HKBP Nommensen Siantar, yang ditemui wartawan dikediamannya, Selasa (10/2/2015).
Salah seorang mahasiswi jurusan Bahasa Indonesia menegaskan, mereka (mahasiswa,red) sudah rugi tiga kali karena mengikuti kegiatan seminar itu. Ketika ditanya apa saja itu? Dijawabnya, pertama rugi materi alias uang, kedua, kami jadi capek karena direpotkan mengatur konsumsi dan ketiga, perasaan kami seakan “dijual” karena ada kesan “kampanye” dalam seminar itu.
“Tahun 2015 kan tahun politik, jadi wajar kita curiga. Apalagi dengan hadirnya Wakil Wali Kota, Koni Ismail Siregar pada saat itu,”ujar mahasiswa tingkat tiga ini.
Perempuan berparas cantik, namun memilih merahasiakan namanya ini, menyebutkan, sebenarnya saat itu banyak rekannya yang mau pulang kampung karena pada hari “H” seminar itu adalah hari terakhir ujian di kampus sehingga mahasiswa otomatis libur.
“Makanya saat itu juga uang seminarnya dimintai bagi yang belum ngasih karena mungkin panitia seminarnya takut kalau mahasiswa keburu pulang kampung karena udah siap ujian,”katanya.
Namun, lanjutnya, karena sudah keburu bayar Rp80.000 per mahasiswa dan nama mereka dicatat oleh salah seorang kordinator yang juga berasal dari mahasiswa, maka mau tidak mau harus ikut, walaupun akhirnya terlantar karena tidak dapat kursi.
“Kan abang bisa lihat situasinya dilapangan. Banyak mahasiswa jadi berserakan dan harus melihat dari kejauhan karena tidak punya kursi. Sampai – sampai pembicaranya harus kebelakang biar didengar peserta,”ujarnya kesal.
Mahasiswi ini berterima kasih kepada Lintas Publik Online yang telah mengkritisi acara seminar itu sehingga kedepan, kegiatan seminar harus dikelola dengan profesional dan diketahui oleh pihak Kampus.
Dia juga menyayangkan komentar Ketua ISPI Siantar Simalungun, Marolop Panjaitan MPd yang menyerang media Lintas Publik lewat jejaring sosial (Facebook).
Menurutnya, bahasa Marolop tersebut tidak layak sebagai bahasa tenaga pendidik karena terkesan arogan seperti preman pasaran. “Ngapain ngomel – ngomel di facebook dan menyerang media. Kalau ada yang kurang pas beritanya, ya klarifikasilah atau bantah kek. Ini malah bilang berita sampah pula, emang ada sampah apa diberita itu,”katanya sambil tersenyum.
Dia juga mendukung kebijakan pihak Dekan yang telah memberikan sanksi kepada ke-7 dosen yang terlibat dalam seminar itu. “Kalau boleh hukuman mereka disamakan, jangan ada dibeda – bedakan,”ujarnya.
Apa yang disampaikan para mahasiswi ini sesuai dengan pantauan Lintas Publik yang mana, banyak peserta khususnya dari kalangan mahasiswa tidak dapat kursi dan beberapa mahasiswa/i tampak sibuk membagikan makanan ringan, membagi ATK dan juga nasi bagi para peserta di akhir acara.
Seperti diketahui, seminar nasional dan penganugerahan ISPI Award 2015 ini diadakan di Balai Rahmat, jalan MH Siantar, Selasa (3\2\2015).tim
Tidak ada komentar