Pemerintah Harus Tegas soal "Smelter"
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Pemerintah diminta benar-benar melaksanakan perintah UU
No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). UU
tersebut mewajibkan perusahaan tambang membangun fasilitas pengolahan
dan pemurnian konsentrat tambang di Indonesia.
Direktur
Eksekutif Indonesian Resource Studies (Iress), Marwan Batubara
mengatakan, seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia
segera membangun smelter. Pemerintah jangan mau "diakali" berbagai dalih
perusahaan tambang sehingga pembangunan smelter tersebut terus molor
dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU Minerba.
Menurut
Marwan, seharusnya smelter perusahaan tambang selesai dibangun pada
Januari 2010 atau setahun setelah UU Minerba tersebut resmi diundangkan.
"Namun,
setelah lima tahun berjalan, bahkan setelah diberikan relaksasi oleh
pemerintah, berupa izin ekspor konsentrat dengan sejumlah ketentuan,
namun hingga kini perusahaan-perusahaan tambang, khususnya Freeport,
belum juga membangun smelter. Kalau begini, jelas pemerintah hanya
diakali Freeport. Jadi, mereka bisa tetap beroperasi tanpa membangun
smelter," ujar Marwan kepada SH, Selasa (17/2).
Dia
merujuk pada PT Freeport Indonesia yang akan membangun smelter di
Gresik, Jawa Timur. Karena itu, pemerintah harus mengawasinya dengan
saksama setiap pembangunan smelter itu. Dia menegaskan, jangan sampai
setelah diberikan relaksasi kedua berupa perpanjangan izin ekspor selama
enam bulan ke depan, ternyata akhirnya smelter itu tidak kunjung
dibangun.
Bila akhirnya pembangunan smelter tidak juga
terlaksana dalam beberapa bulan ke depan, izin ekspor konsentrat
Freeport seharusnya segera dicabut. Ini karena dengan tidak menjalankan
pembangunan smelter seperti yang diperintahkan UU Minerba, membuktikan
Freeport tidak tunduk pada peraturan di Indonesia.
Dia
menilai, idealnya pembangunan smelter oleh Freeport memang dilakukan di
Papua. Namun, akibat minimnya infrastruktur pendukung smelter, seperti
listrik, jalan, serta pelabuhan yang memadai, menurut Marwan, alasan
Freeport membangun smelter di Gresik, dapat diterima.
Namun
dengan catatan, dia menekankan, pemerintah harus benar-benar mengawasi
dengan serius pembangunan smelter di Gresik Itu. Selain itu, Freeport
seharusnya membantu pembangunan smelter di Papua yang rencananya
dilakukan Pemerintah Daerah Papua, melalui Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD). Ini karena untuk membangun smelter, ia menuturkan, dibutuhkan
investasi yang tidak sedikit.
Investor Tiongkok
Direktur
Jenderal Minerba, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), R
Sukhyar menjelaskan, smelter di Papua memang tidak akan dibangun oleh PT
Freeport Indonesia. Ini karena menurutnya, pemerintah provinsi dan
beberapa pemda di Papua telah bersedia untuk membangun smelter.
Bahkan
menurutnya, Pemda Papua telah mengungkapkan, rencananya ada investor
asal Tiongkok atau Amerika Serikat yang tertarik menggarap smelter di
wilayah paling timur Indonesia tersebut.
"Nantinya, Freeport hanya memasok konsentrat sebagai bahan baku smelter," ucap Sukhyar di Jakarta, Senin (16/2).
Sukhyar
mengatakan, pembangunan smelter di Papua tidak akan selesai pada 2017,
seperti batas waktu yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No
1/2014. Menurutnya, pembangunan smelter di bumi cendrawasih tersebut
akan memakan waktu selama 52 bulan.
Lokasi pembangunan smelter di Papua akan berada di Amamapere. Lahan seluas 2.000 hektare sudah disediakan Pemda Mimika.
Sukhyar
mengatakan, kapasitas fasilitas smelter yang akan dibangun Freeport di
Gresik harus direvisi. Karena itu, kapasitas smelter di Gresik tidak
sampai 2 juta ton konsentrat, seperti yang direncanakan semula.
Freeport
rencananya membangun smelter dengan kapasitas 500.000 ton tembaga
katoda. Smelter itu membutuhkan bahan baku mencapai 2 juta ton
konsentrat tembaga.SH/t
Tidak ada komentar