17 Petani Korban Kekerasan di Banyuwangi Terima Perlindungan LPSK
LINTAS PUBLIK - BANYUWANGI,
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan
kepada 17 petani Kampung Bongkoran Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi yang sedang berjuang menuntut hak tanahnya. Hal tersebut
disampaikan Yateno Subandio, Ketua Organisasi Petani Wongsorejo
Banyuwangi (OPWB), Minggu (22/3/2015).
"Surat tembusan dari LPSK ditandatangani oleh Ketua LPSK Abdul Haris pada 4 Maret 2015. Isi surat tersebut menjelaskan jika LPSK memberi perlindungan kepada 17 petani Bongkoran yang menuntut hak tanahnya seluas 220 hektar," ujar Yateno.
Ke-17 petani ini adalah korban kekerasan pada 28 September 2014, saksi dan pengurus OPWB. OPWB meminta perlindungan kepada LPSK karena kerap menerima intimidasi dan teror, imbas sengketa tanah dengan PT Wongsorejo.
Dia menjelaskan, LPSK juga memberikan rekomendasi kepada Polda Jatim dan Polres Banyuwangi untuk menindaklanjuti penanganan perkara yang diadukan petani Bongkoran dengan tetap memperhatikan hak-hak saksi dan korban sesuai dengan ketentuan.
Selain itu, LPSK juga merekomendasikan agar Komnas HAM dan Badan Pertanahan Nasional dapat membantu penyelesaian perkara itu yang dilatarbelakangi sengketa tanah. Yateno menjelaskan pada 28 September 2014, terjadi bentrokan antara petani dan petugas keamanan. Saat itu petani menghalangi perusahaan yang akan membludoser lahan pertanian.
"Saat itu 10 petani terluka," ungkapnya.
Pada kejadian tersebut, baik petani dan PT Wongsorejo sama sama melaporkan kejadian ke Polres Banyuwangi namun tidak ditindaklanjuti.
"Akhirnya kamu melaporkan ke Polda Jatim. Tapi 3 petani tetap dtangkap karena dituduh melakukan pengeroyokan dan mereka ditangkap pada 17 Januari lalu sekitar jam setengah 3 dini hari," tuturnya.
Dia mengaku menemukan pelanggaran prosedur dalam penangkapan tersebut salah satunya adalah penangkapan tanpa disertai surat surat.
"Suratnya baru diberikan pada besok harinya," tambah Yateno.
Sengketa tanah Wongsorejo berawal saat diberikannya izin Hak Guna Usaha kebun randu seluas 603 hektare sejak tahun 1980 kepada PT Wongsorejo yang berakhir pada 2012 lalu di perpanjang menjadi HK Guna Bangunan untuk kawasa Industri. Di atas lahan tersebut tinggal 278 keluarga yang menetap sejak tahun 1950-an. Mereka meminta hak lahan seluas 220 hektare untuk pemukiman dan lahan pertanian namun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi da PT Wongsorejo hanya memberikan lahan 60 hektare.Komps/t
"Surat tembusan dari LPSK ditandatangani oleh Ketua LPSK Abdul Haris pada 4 Maret 2015. Isi surat tersebut menjelaskan jika LPSK memberi perlindungan kepada 17 petani Bongkoran yang menuntut hak tanahnya seluas 220 hektar," ujar Yateno.
Ke-17 petani ini adalah korban kekerasan pada 28 September 2014, saksi dan pengurus OPWB. OPWB meminta perlindungan kepada LPSK karena kerap menerima intimidasi dan teror, imbas sengketa tanah dengan PT Wongsorejo.
Dia menjelaskan, LPSK juga memberikan rekomendasi kepada Polda Jatim dan Polres Banyuwangi untuk menindaklanjuti penanganan perkara yang diadukan petani Bongkoran dengan tetap memperhatikan hak-hak saksi dan korban sesuai dengan ketentuan.
Selain itu, LPSK juga merekomendasikan agar Komnas HAM dan Badan Pertanahan Nasional dapat membantu penyelesaian perkara itu yang dilatarbelakangi sengketa tanah. Yateno menjelaskan pada 28 September 2014, terjadi bentrokan antara petani dan petugas keamanan. Saat itu petani menghalangi perusahaan yang akan membludoser lahan pertanian.
"Saat itu 10 petani terluka," ungkapnya.
Pada kejadian tersebut, baik petani dan PT Wongsorejo sama sama melaporkan kejadian ke Polres Banyuwangi namun tidak ditindaklanjuti.
"Akhirnya kamu melaporkan ke Polda Jatim. Tapi 3 petani tetap dtangkap karena dituduh melakukan pengeroyokan dan mereka ditangkap pada 17 Januari lalu sekitar jam setengah 3 dini hari," tuturnya.
Dia mengaku menemukan pelanggaran prosedur dalam penangkapan tersebut salah satunya adalah penangkapan tanpa disertai surat surat.
"Suratnya baru diberikan pada besok harinya," tambah Yateno.
Sengketa tanah Wongsorejo berawal saat diberikannya izin Hak Guna Usaha kebun randu seluas 603 hektare sejak tahun 1980 kepada PT Wongsorejo yang berakhir pada 2012 lalu di perpanjang menjadi HK Guna Bangunan untuk kawasa Industri. Di atas lahan tersebut tinggal 278 keluarga yang menetap sejak tahun 1950-an. Mereka meminta hak lahan seluas 220 hektare untuk pemukiman dan lahan pertanian namun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi da PT Wongsorejo hanya memberikan lahan 60 hektare.Komps/t
Tidak ada komentar