Header Ads

Catatan Sepak Bola: Menimbang Wacana Perubahan Radikal di Inggris

Siapa yang jadi fenomena Barclays Premier League 2014-2015? Jawabannya adalah striker muda berusia 21 tahun milik Tottenham Hotspur. Ya, Harry Kane yang bersama gelandang serang Chelsea, Eden Hazard dan penjaga gawang Manchester United, David De Gea menjadi calon pemain terbaik BPL musim ini.
Gita Suwondo
Gita Suwondo adalah beIN SPORTS Football Expert
Sisi posistif sepakbola Inggris setelah tersingkirnya klub klub premier league dari kancah Liga Champion dan Liga Eropa sebelum memasuki babak perempat final. Munculnya Kane menggambarkan maraknya fenomena home grown players atau pemain binaan lokal yang bertebaran di beberapa klub musim ini, antara lain Ryan Mason, jangkar Tottenham Hotspur yang juga dipanggil oleh Roy Hodgson untuk timnas The Three Lions menghadapi laga kualifikasi Euro 2016 melawan Lithuania di Wembley dan laga persahabatan berhadapan dengan Italia di Turin.

Juga munculnya sederatan striker lokal seperti Charlie Austin, Danny Inggs dan Saido Berahino, walaupun klub klub mereka, QPR, Burnley dan WBA masih harus berjuang menghindari kemungkinan degradasi di akhir musim. Sampai di sini, sebenarnya sisi positif kompetisi termahal di dunia ini terlihat jelas. Persaingan akibat maraknya nama-nama pemain asing yang dibeli mahal oleh klub mereka masing masing menimbulkan persaingan yang membuat talenta lokal akhirnya muncul ke atas.

Sisi negatif? Seperti halnya perputaran kehidupan, setiap sesuatu yang positif muncul, pemegang otoritas langsung berpikir melakukan perubahan berdasarkan kepositifan tersebut. Dan, seperti dalam teori siklus kehidupan, terkadang keputusan itu berbias dua arah.

Home Grown Players
Home Grown Players. Itulah wacana yang selalu didengung-dengungkan oleh Football Association sebagai yang empunya sepak bola Inggris. Sudah sejak lama kekhawatiran dampaknya modal asing ke sepak bola Inggris yang sepihak menguntungkan karena BPL jadi liga yang paling semarak dengan sejumlah talenta individu kelas satu yang berujung pada semakin mahalnya harga hak siar Barclayes Premier League. Di sisi lain, masuknya sejumlah pemain asing handal membuat kesempatan bagi talenta talenta lokal berkurang.

Usai Fergie fledging menguasai persepakbolaan Inggris sepanjang 1990an dan awal 2000an, praktis talenta-talenta lokal berdatangan dari klub-klub medioker. Munculnya talenta seperti Adam Lallana, Jay Rodriguez, Luke Shaw dan Rickie Lambert asuhan Mauricio Pochettino bersama Southampton musim lalu bagai air di padang pasir yang gersang. Akademi St Mary yang telah menghasilkan talenta seperti Theo Walcott dan Gareth Bale kembali terbukti piawai menghasilkan produk bermutu. Apalagi musim ini muncul satu sosok yang diharapkan melanjutkan model striker seperti Gary Lineker, Alan Shearer dan Wayne Rooney bagi timnas The Three Lions.

Adalah Villa Park, stadion yang menjadi saksi awal fenomena Harry Kane ketika tendangan bebasnya ke gawang Brad Guzan di week ke-10 BPL menandai gol perdana mantan siswa sekolah sepak bola Arsenal ketika berusia 8 tahun. Gol yang mengawali 19 gol BPL-nya musim ini, yang membuatnya menjadi top scorer bersama striker Chelsea, Diego Costa, sampai week ke-30, plus tambahan tujuh gol di Liga Eropa sejak kualifikasi dan 3 gol di Piala Liga, membuatnya jadi pencetak gol tersubur diantara striker-striker asing handal di BPL musim ini. Fenomena yang menggugah FA pada anggapan bahwa banyak talenta home grown players yang tidak muncul dengan maraknya jumlah pemain asing yang diperbolehkan ada pada setiap klub. Benarkan demikian ?

Sebab-Akibat
Industri sepakbola yang berkembang pesat membuat banyak klub yang lebih memilih sukses instan, membeli pemain yang sudah jadi. Modal asing dan ambisi pemilik klub untuk sukses cepat memang menghambat perkembangan pemain lokal. Sukses pasukan Southamton musim lalu, kemudian Harry Kane dan Ryan Mason musim ini, di satu sisi seperti memecut FA untuk lebih memperhatikan pemain muda. Hal ini mendasari wacana perubahan radikal soal pembatasan jumlah pemain asing (foreign players) dan pemain binaan klub (home grown players) untuk masa masa mendatang dari pimpinan FA Greg Dyke.

Dalih Dyke adalah Kane yang lama dipinjamkan ke Leyton Orient, Millwall, Norwich City dan Leicester City merupakan bukti jika kesempatan diberikan kepada pemain muda lokal, The Three Lions akan memiliki pilihan lebih banyak.

Saat ini, klub-klub BPL di posisi enam besar memang minim jumlah home grown players dari daftar 25 pemain yang didaftarkan. Chelsea hanya memiliki John Terry dan Gary Cahill sebagai pemain inti dan gelandang berusia 17 tahun, Isaiah Brown; Manchester City yang ada di urutan kedua hanya memiliki enam pemain binaan klub; Arsenal delapan pemain; Manchester United dan Liverpool masing-masing sembilan pemain. Southampton yang mengejutkan dalam dua musim terakhir hanya memiliki delapan home grown players dan Tottenham Hotspur memiliki Kane, Mason, Andros Townsend, dan Danny Rose.

Di sisi lain, para talenta lokal ini bisa berkembang melampaui ekspektasi karena terdorong untuk bersaing dengan para pemain asing yang sudah "jadi" dan berpengalaman. Semua adalah sebab-akibat. Entah keputusan drastis FA hanya karena fenomena Kane, atau memang mereka sudah geram dengan kegagalan demi kegagalan timnas Inggris di kancah internasional. Namun, menurut saya, mengurangi jumlah pemain asing dalam satu klub juga akan berdampak pada sepak bola Inggris sendiri.

Dari satu sisi, BPL yang selama ini selalu semarak dengan persaingan di papan atas yang melibatkan enam klub besar dan klub medioker yang membuat kejutan seperti Southampton musim ini, akan berkurang. Dengan kondisi saat ini, BPL  merupakan satu-satunya liga di dunia yang mampu menyuguhkan sampai 30 laga bertajuk big match sepanjang musim. Perubahan drastis soal foreign players bisa menjadi masalah berkaitan dengan harga jual usai musim 2018-2019.

Di sisi lain, perubahan drastis soal foreign players akan membuat talenta lokal menapak ke permukaan seperti ketika Inggris punya prestasi lolos hingga perempat final dan semifinal Piala Dunia 1986 dan 1990. Namun, bukankah di dunia sepak bola modern ini semua adalah sebab-akibat. Talenta lokal seperti Harry Kane jadi memiliki pengalaman karena berhadapan dengan lawan-lawan yang sudah "jadi". Munculnya pemain kelahiran Chingford 28 Juli 1983 ini juga secara bertahap. Sukses di turnamen, Kane berkembang dan mendapatkan pengalaman setelah dipinjamkan ke berbagai klub kecil dan perlahan membuat striker asing di Tottenham tersingkir.

Ini yang sebenarnya diperlukan. Pemain asing yang berpengalaman diperlukan untuk membuat pemain lokal terpicu semangatnya, belajar, menimba pengalaman dan menjadi besar. Efek positifnya, liga menjadi besar dan menjual. Hubungan sebab-akibat inilah yang harus diteruskan dan semuanya dilakukan secara bertahap. Harus diingat bahwa hanya lima gol dari 19 gol Kane yang dicetaknya ke gawang tim-tim papan atas dan hanya satu gol dari lima gol itu yang diciptakannya di kandang tim-tim papan atas itu. Ingat bagaimana terisolasinya Kane saat berhadapan dengan Manchester United di Old Trafford dan Fiorentina di Stadio Artemio Franchi. Artinya, pengalaman demi pengalaman harus dilalui seorang pemain untuk menjadi konsisten dan untuk itu dibutuhkan week in week out melawan tim-tim tangguh.

Perubahan radikal yang drastis juga tidak akan membawa efek positif. Bicara sukses timnas apa yang dilakukan oleh Jerman adalah pembinaan pemain muda dengan menimba pengalaman pada yang senior, baik pemain asing maupun home grown players. Memang, jumlah home grown players di Bundesliga terus berkembang dan Jerman perlahan menjadi lebih seperti eksportir pemain ketimbang importir talenta-talenta asing yang sudah "jadi". Namun, bukankah semua itu terjadi karena tidak adanya investasi asing? Jika FA ingin melakukan perubahan drastis, siapkah mereka menerima tentangan dari pemilik pemilik klub. Sikap investor dari luar Inggris yang menginginkan prestasi secara instan tidak bisa disalahkan mengingat mereka mengeluarkan modal yang tidak sedikit untuk hal itu.

Pro & Kontra sudah dimulai di Inggris akibat usul Dyke. Pada satu sisi, hal ini memunculkan harapan timnas Inggris akan memiliki pilihan lebih banyak. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa berkurangnya pemain asing atau katakanlah pemain Non-Uni Eropa akan mempersulit klub-klub Inggris bersaing di Liga Champions dan Liga Europa. Semua ada alasannya, tetapi akan sulit untuk ber-evolusi setelah sekian lama dibuai dengan yang namanya revolusi industri sepak bola.

Saya pikir, menjual sebuah liga dengan harga sangat mahal adalah satu kelebihan dari sepak bola Inggris sendiri. Menghilangkan pemain asing secara signifikan akan berdampak pada kesuksesan Barclays Premier League, kompetisi termahal dan terpopuler di dunia sepak bola. Kompetisi itu butuh fulus yang tidak sedikit, bukan? Jika kompetisi tidak lagi menggigit atau menjanjikan, siapa yang mau membayar mahal untuk sebuah tontonan semusim ? Not everything is Charity Shield. Komp/t

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.