PLN Janjikan Tarif Listrik Industri Turun Tahun Depan
Ilustrasi Jaringan PLN di Indonesia |
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, pelaku industri akan enggan berinvestasi jika tarif listrik industri terus naik. Makanya, penurunan tarif duperlukan agar para investor mengucurkan dana guna membangun pabrik baru sehingga bisa memangkas jumlah pengangguran. “Jadi kunci utama adalah tarif listrik industri diturunkan pada tahun depan,” kata dia.
Menurut Sofyan, pihaknya akan mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di pembangkit cukup besar pada tahun ini. Hal ini harus dilakukan lantaran biaya produksi listrik dengan BBM cukup tinggi, yakni mencapai US$ 25-30 sen per kilowatt hour (kWh). Sementara biaya produksi listrik dengan gas hanya US$ 11 sen per kWh , air US$ 7-8 sen per kWh, dan batubara US$ 6-5 sen per kWh.
“Yang paling mahal kan BBM, maka akan kami turunkan drastis dalam satu tahun ke depan sehingga bisa efisiensi Rp 10 triliun,” tutur dia.
Caranya, lanjut dia, yakni dengan mengalihkan penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar minyak ke pembangkit energi lainnya. Upaya ini sudah dilakukan di Medan yang selama ini masih mengandalkan pembangkit dengan bahan bakar minyak lantaran beberapa PLTU belum beroperasi dan PLTGU Belawan belum mendapat gas.
Saat ini, PLTU di Medan sudah mulai memproduksi listrik dan PLTGU Belawan telah mendapat gas dari Terminal Regasifikasi Arun. “Kalau ini semua jalan, maka sekitar 1.000 megawatt (MW) sudah pakai gas. Itu hematnya triliunan,” ujar Sofyan.
Upaya lainnya, PLN juga akan mematikan dua pembangkit diesel (PLTD) di Bali. Caranya, PLN akan mulai mengoperasikan PLTU Celukan Bawang 3x130 MW pada Mei nanti. Sementara untuk penopang beban puncak menggantikan PLTD, PLN akan membangun pembangkit listrik berbahan bakar gas.
Kepala Divisi BBM dan Gas PLN Suryadi Mardjoeki menuturkan, konsumsi BBM pada tahun ini diperkirakan hanya sebesar 5,7 juta kiloliter (KL). Angka ini turun 21% dari realisasi konsumsi BBM tahun lalu yang tercatat sebesar 7,2 juta KL. Sehingga porsi BBM dalam bauran energi turun dari 11,37% menjadi 8,85%.
Sementara di masa mendatang, lanjut Sofyan, proyek penambahan kapasitas pembangkit 35 ribu MW juga akan membantu penurunan konsumsi BBM perseroan. Pasalnya, sebagian besar pembangkit dalam proyek ini adalah pembangkit berbahan bakar batubara, gas, dan panas bumi. “Kalau seluruh pembangkit selesai, efisiensi bisa ditingkatkan, konsumsi BBM bisa turun dratis,” tegas dia.
Dia menargetkan, pihaknya bisa meneken perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) untuk pembangkit dengan sekitar 20 produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) dengan total kapasitas 10-11 ribu MW pada akhir tahun ini. Tahun depannya lagi, PPA yang diteken ditargetkan sebesar 10 ribu MW juga.
Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun menjelaskan, penurunan biaya produksi akan berdampak pada tarif listrik lantaran pelanggan industri telah dikenakan penyesuaian (tarif adjustment). Dengan mekanisme ini, tarif listrik akan berfluktuasi naik turun mengikuti harga minyak, kurs, dan inflasi.
“Termasuk kalau biaya turun, tarif turun. Tidak boleh tarif tetap tinggi tapi biaya turun,” ujar dia.
Per April ini, tarif listrik industri ditetapkan naik. Rinciannya, untuk industri besar I3 di atas 200 ribu kilo volt ampere (kVA) menjadi Rp 1.135,93 per kWh dari Rp 1.105,47 per kWh dan industri I4 berdaya 30 MVA ke atas menjadi Rp 991,6 per kWh dari Rp 965 per kWh. Padahal, sejak September 2014, tarif listrik nonsubsidi ini terus turun setelah naik pada Agustus 2014.
Pada September 2014, tarif ditetapkan Rp 1.531,86 per kWh atau turun dibandingkan Agustus Rp1.571,08 per kWh. Bulan-bulan selanjutnya tarif terus mengalami penurunan hingga Maret 2015.ID/t
Tidak ada komentar