Komisi Informasi Sumut : Keterbukaan Informasi Cegah Korupsi
LINTAS PUBLIK – SIANTAR, Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang transfaran, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan, warga negara harus dijamin haknya untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatu keputusan. Hal itu mengemuka pada Diskusi Publik tentang Keterbukaan Informasi yang digelar Komisi Informasi Publik (KI) Sumatera Utara di Grand Palm Hotel, Kota Pematangsiantar, Rabu (10/6/2015) dan dihadiri sejumlah wartawan media online maupun cetak serta sejumlah organisasi pemuda dan masyarakat.
Kegiatan yang dipandu oleh moderator
HM.Syahyan S.Ag (Ketua Divisi Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi Komisi
Informasi Sumatera Utara) ini menghadirkan 2 orang nara sumber, yakni Mayjen
Simanungkalit (Wakil Ketua Komisi Informasi) dengan topik “Keterbukaan
Informasi Cegah Korupsi” serta Drs.Robinson Simbolon (Ketua Divisi Penyelesaian
Sengketa Informasi) dengan topik “Proses
Penyelesaian Sengketa Informasi”.
Mayjen Simanungkalit mengungkapkan,
bahwa sejak mereka dilantik pada 10 September 2012 lalu, hingga Mei 2015,
pihaknya telah menangani 403 kasus sengketa informasi publik. Rinciannya, tahun
2013 sebanyak 164 kasus, tahun 2014 sebanyak 106 kasus dan tahun 2015 sampai
bulan Mei 133 kasus. Dari jumlah tersebut 81 kasus diantaranya berhasil
dimediasi, 50 kasus diajudikasi (melalui persidangan KI) dan sisanya 272 kasus
ada yang berkasnya dikembalikan, gugur dan cabut berkas.
Sementara itu, Robinson Simbolon
menjelaskan, bahwa sengketa informasi publik adalah sengketa yang terjadi
antara Badan Publik dengan Pemohon Informasi Publik berkaitan dengan hak
memperoleh dan atau menggunakan Informasi Publik berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Syarat permohonan penyelesaian sengketa
informasi, dapat ditempuh apabila pemohon tidak puas terhadap tanggapan atas
keberatan yang diberikan oleh atasan Pengelola Pelayanan Informasi dan
Dokumentasi (PPID) atau pemohon tidak mendapatkan tanggapan atas keberatan yang
telah diajukan kepada atasan PPID dalam jangka waktu 30 hari kerja, sejak
keberatan diterima oleh atasan PPID.
Kedua narasumber juga mengingatkan bahwa pihak
yang meminta informasi dari Badan Publik, tidak memaksakan kehendak dengan
cara-cara yang tidak etis. “Bukan berarti karena ada UU tentang keterbukaan
informasi, lantas kita beranggapan semua yang kita inginkan harus dilayani.
Semua informasi yang dibutuhkan siapa saja, apakah wartawan atau lembaga
swadaya masyarakat tetap harus berpedoman pada aturan yang ada,”tegas Mayjen
Simanungkalit, yang sebelumnya merupakan wartawan media cetak.
Selain itu, ditegaskan pula bahwa
informasi yang telah diberikan Badan Publik untuk keperluan tertentu
sebagaimana yang dimohonkan jika kemudian disalahgunakan, pemohon dapat
dipidana.
Karena itulah, para pemohon informasi publik
diminta untuk menggunakan informasi yang diminta sesuai dengan permohonan yang
diajukan. Dalam acara tersebut, juga diwarnai dengan dialog antara para
wartawan dengan nara sumber, yang mempertanyakan beberapa kasus yang sedang
ditangani Komisi Informasi Sumatera Utara.
Para peserta juga menginginkan agar di
daerah-daerah juga dibentuk KI yang difasilitasi oleh pemerintah
kabupaten/kota. Menjawab permintaan peserta, Ketua KI Sumatera Utara, HM.Zaki
Abdullah yang juga hadir pada acara tersebut mengatakan sangat mengapresiasi
keinginan para wartawan dan peserta lainnya.
Namun sejauh ini pihaknya tidak bisa
memaksa pemerintah kabupaten atu kota segera membentuk KI di daerah, mengingat
Undang-undang Keterbukaan Informasi juga tidak mengharuskan demikian.
Penulis : franki
Editor :
tagor
Tidak ada komentar