Problem Pendidikan Kita
Oleh : Alfredo Pance Saragih
ilustrasi masalah pendidikan |
Kita boleh tersenyum atas kebijakan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk menghapus fungsi ujian nasional sebagai
penentu kelulusan siswa. Kebijakan ini kita harapkan mampu menjadi rekonsiliasi
baru dalam memperbaharui dan meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, perlu
kita ketahui bahwa masalah UN hanyalah masalah teramat kecil di alam pendidikan
kita. Pemikiran dan perhatian kita boleh kita berikan terhadap perihal UN, tapi
jangan melupakan masalah lain yang sebenarnya masalah lain itulah yang lebih
berpengaruh dalam peningkatan kualitas pendidikan kita.
Aspek Fundamental
Arah operasional pendidikan nasional masih terperangkap pada sebuah
jargon daya saing sehingga mengakibatkan “sindrom keluar dari ketertinggalan”.
Memang tidak salah apabila kita selalu melakukan adaptasi atau penyesuaian
kondisi pendidikan di dalam negeri dengan perkembangan dunia. Tetapi jangan
sampai karena niat untuk mengikuti perkembangan zaman mengikis atau menghapus
esensi jati diri pendidikan kita.
Selain “sindrom keluar dari ketertinggalan”, terdapat masalah
diskoneksitas antara pendidikan dan sumber daya alam dan kearifan lokal/budaya.
Masalah yang satu ini mengakibatkan kegagalan kita dalam mengelola sumber daya
alam Indonesia yang terkenal begitu melimpah. Tanah yang subur, laut yang luas,
dan pertambangannya serta kekayaan alam lainnya. Seharusnya dengan kekayaan
alam yang kita miliki, Indonesia sudah sepantasnya menjadi negara terkaya di
dunia. Namun, output pendidikan kita belum mampu menghasilkan sumber daya
manusia (SDM) yang punya keahlian dalam mengelola alam kita yang kaya raya.
Sebagai solusi, pemerintah harus lebih memperhatikan kegiatan riset atau
penelitian baik yang dilakukan oleh lembaga, kelompok maupun individual. Dukungan pemerintah boleh berupa penyediaan
tenaga ahli riset, laboratorium, dan kebutuhan lain dalam kegiatan riset atau
penelitian. Dengan tersedianya tenaga ahli dan sarana prasarana yang lengkap
akan memungkinkan anak bangsa berinovasi.
Aspek Struktural
Apabila kita menilik kebijakan pemerintah akhir-akhir ini, kita boleh
berkesimpulan bahwa pendidikan belumlah menjadi agenda nomor satu dalam
pembangunan. Pemerintah masih terlalu sibuk mengurusi intern mereka, terlihat
dari masalah-masalah akhir ini yang menjadi fokus perhatian. Masalah-masalah
seperti kasus Budi Gunawan (BG), kriminalisasi KPK, masalah BBM, Musibah Jatuhnya pesawat Air
Asia, perpecahan partai politik, pidana mati bandar narkoba, bahkan sampai ke
fenomena “ sang batu akik”. Masalah pendidikan kurang di perhatikan. Memang
harus kita akui bahwa kita belum menyadari betul arti pentingnya pendidikan
dalam pembangunan bangsa dan negara.
Di
samping itu, peran Komite Sekolah/Madrasah dan Dewan Pendidikan yang menurut UU
Sisdiknas sebagai lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat
yang peduli pendidikan belum terealisasi sesuai dengan yang diharapkan. Ditambah
lagi implementasi desentralisasi pendidikan belum efisien, sehingga perlu kita
evaluasi kembali, contohnya sistem rekruitmen guru dan politisasi guru.
Aspek
Operasional
Perlu, bahwa peningkatan kualitas guru meliputi
pembenahan sistem rekrutmen guru, distribusi guru, remunerasi guru dan
mendesain kembali LPTK perlu dilakukan. Hal ini sangat penting diperlukan untuk
meningkatkan peran sentral guru dalam peningkatan mutu pendidikan. Di sisi
kurikulum, masih ada masalah penyusunan kurikulum yang meliputi konten,
struktur, dan teknis. Last but not least,
masih ada ketimpangan akses pendidikan berdasarkan status sosial ekonomi
dan geografis. Hal yang paling memprihatinkan yaitu paradoks pendidikan, antara dunia pendidikan dengan dunia
industri. Hasil PT tidak bisa diimplementasikan dalam dunia industry. Sehingga
dalam praktiknya, perkembangan teknologi karya generasi bangsa sangat minim.
Aspek Finansial
Pasal 31 UUD 1945 mengenai pendidikan, dikatakan bahwa “ negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APDN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Kita boleh bangga bahwa negara Indonesia sudah semakin menyadari betapa pentingnya peningkatan kualitas pendidikan. Namun, dalam realisasi anggaran pendidikan, kita perlu sama-sama mengevaluasinya. Menurut pemberitaan di beberapa media cetak, diberitakan bahwa penggunaan anggaran belum efektif.
Ke depannya kita berharap
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga Kementerian Riset dan Dikti semakin professional dalam mengalokasikan
anggaran pendidikan. Dalam hal ini juga perlu adanya transparansi penggunaan
anggaran
Semoga
pendidikan kita benar-benar mendidik dan mencerdaskan generasi bangsa.
Salam.
Penulis adalah
mahasiswa FKIP UHN Pematangsiantar.
Sekarang
menjabat sebagai Mandataris RUAC/Formatur Tunggal/Ketua Presidium PMKRI
Cab.Pematangsiantar-Simalungun periode 2015-2016
Tidak ada komentar