Developer Kangkangi Perda, Tetap Bangun Rumah di Lahan Pertanian
LINTAS PUBLIK - SIANTAR, Mantan anggota DPRD Siantar periode 2009-2014, Rudolf Hutabarat mengatakan, dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Siantar No 1 Tahun 2013 tentang RT RW sudah diatur peruntukan wilayah kota Siantar. Dimana lahan pertanian tidak bisa beralihfungsi menjadi perumahan.
"Siantar dalam tahun 2013 sudah ditetapkan luas lahan pertanian 2770 Ha, termasuk lahan persawahan, yang mempergunakan jaringan irigasi secara teknis Simarimbuan, Marihat, dan Martoba. Sebagian juga menggunakan tadah hujan, semisal di Sitalasari dan Martoba.Ini jangan dirubah,"ucapnya kepada wartawan, Jumat (31/7/2015).
Dijelaskan Rudolf Hutabarat, Undang-undang No 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pangan Berkelanjutan, juga ditegaskan larangan alihfungsi lahan pertanian.
Bahkan, dalam undang-undang diatur sanksi pidana bagi pihak-pihak yang mengalihfungsi termasuk bagi pejabat yang memberikan ijin mendirikan bangunan di lahan pertanian.
Dengan demikian, bila ada developer yang hendak mendirikan perumahan di lahan pertanian, Pemko Siantar tidak bisa menerbitkan ijin mendirikan bangunan (IMB).
Sehubungan dengan perda itu, maka Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Siantar pun tidak boleh memberikan sertifikat kepada developer yang mendirikan bangunan di lahan pertanian.
"Saat konsultasi perda itu ke Dirjen PSDA di Kementerian PU, BPN juga ikut. Jadi mereka sudah mengetahui perda itu, dan sanksi bagi pelanggar perda hanya 6 bulan dan denda setinggi-tingginya Rp50 juta,"ucapnya seraya mengatakan jika pelanggar UU bisa dipidana dengan hukuman yang lebih tinggi.
Pernyataan Rudolf tersebut, merespon semakin menyusutnya lahan pertanian di Kota Pematangsiantar. Dicontohkan, lahan pertanian di Kecamatan Siantar Marihat dan Kecamatan Simarimbun, Keamatan Martoba sudah banyak beralih fungsi mejadi perumahan, salah satunya perumahan Maranatha.
Penulis : franki
Editor : tagor
"Siantar dalam tahun 2013 sudah ditetapkan luas lahan pertanian 2770 Ha, termasuk lahan persawahan, yang mempergunakan jaringan irigasi secara teknis Simarimbuan, Marihat, dan Martoba. Sebagian juga menggunakan tadah hujan, semisal di Sitalasari dan Martoba.Ini jangan dirubah,"ucapnya kepada wartawan, Jumat (31/7/2015).
ilustrasi perumahan |
Dijelaskan Rudolf Hutabarat, Undang-undang No 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pangan Berkelanjutan, juga ditegaskan larangan alihfungsi lahan pertanian.
Bahkan, dalam undang-undang diatur sanksi pidana bagi pihak-pihak yang mengalihfungsi termasuk bagi pejabat yang memberikan ijin mendirikan bangunan di lahan pertanian.
Dengan demikian, bila ada developer yang hendak mendirikan perumahan di lahan pertanian, Pemko Siantar tidak bisa menerbitkan ijin mendirikan bangunan (IMB).
Sehubungan dengan perda itu, maka Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Siantar pun tidak boleh memberikan sertifikat kepada developer yang mendirikan bangunan di lahan pertanian.
"Saat konsultasi perda itu ke Dirjen PSDA di Kementerian PU, BPN juga ikut. Jadi mereka sudah mengetahui perda itu, dan sanksi bagi pelanggar perda hanya 6 bulan dan denda setinggi-tingginya Rp50 juta,"ucapnya seraya mengatakan jika pelanggar UU bisa dipidana dengan hukuman yang lebih tinggi.
Pernyataan Rudolf tersebut, merespon semakin menyusutnya lahan pertanian di Kota Pematangsiantar. Dicontohkan, lahan pertanian di Kecamatan Siantar Marihat dan Kecamatan Simarimbun, Keamatan Martoba sudah banyak beralih fungsi mejadi perumahan, salah satunya perumahan Maranatha.
Penulis : franki
Editor : tagor
Tidak ada komentar