Ekonom: Pemerintah Belum Perlu Menarik Pinjaman dari Luar Negeri
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Hendri Saparini mengungkapkan pemerintah Indonesia belum memerlukan pinjaman dari luar negeri untuk menghadapi nilai tukar rupiah terhadap dollar yang saat ini melemah.
Menurut Hendri, pemerintah sebaiknya fokus membenahi perekonomian domestik dengan memberikan sejumlah insentif pelaku usaha.
"Kalau misalnya hanya pasok dollar, Indonesia sebenarnya punya kerja sama bilateral, bisa juga dengan lembaga-lembaga multilateral untuk minta pinjaman, tapi itu belum diperlukan oleh Indonesia. Sebenarnya kalau dioptimalkan kemampuan dalam negeri, itu masih bisa dilakukan," ujar Hendri usai bertemua Presiden Jokowi di istana kepresidenan, Senin (31/8/2015).
Presiden Jokowi hari ini menemui 12 ekonom ke Istana Merdeka. Mereka diminta pandangannya oleh presiden soal perlambatan ekonomi yang saat ini terjadi di tanah air. Menurut Hendri, Presiden pun memiliki pandangan yang sama bahwa saat ini bukan saatnya pemerintah menambah pinjaman luar negeri untuk menambah pasokan dollar.
Maka dari itu, dia menuturkan salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan menggerakkan dunia usaha. Namun, dunia usaha juga memerlukan insentif untuk menciptakan pasar mau pun menekan biaya produksi.
Insentif yang bisa diberikan bisa dengan insentif pajak. Sedangkan pemerintah bisa menekan biaya produksi dengan menurunkan tarif BBM atau pun listrik sehingga membenahi sistem bongkar muat sehingga tidak memakan ongkos logistik yang besar bagi pelaku usaha.
Selain dengan kebijakan pemerintah, Hendri menilai Bank Indonesia dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga bisa bersama-sama mengatasi krisis yang terjadi."Jadi memang ini tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri, harus ada sebuah perencanaan kebijakaan yang sifatnya komprehensif," imbuh dia.
Editor : tagor
Sumber : kompas.com
Menurut Hendri, pemerintah sebaiknya fokus membenahi perekonomian domestik dengan memberikan sejumlah insentif pelaku usaha.
![]() |
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. |
"Kalau misalnya hanya pasok dollar, Indonesia sebenarnya punya kerja sama bilateral, bisa juga dengan lembaga-lembaga multilateral untuk minta pinjaman, tapi itu belum diperlukan oleh Indonesia. Sebenarnya kalau dioptimalkan kemampuan dalam negeri, itu masih bisa dilakukan," ujar Hendri usai bertemua Presiden Jokowi di istana kepresidenan, Senin (31/8/2015).
Presiden Jokowi hari ini menemui 12 ekonom ke Istana Merdeka. Mereka diminta pandangannya oleh presiden soal perlambatan ekonomi yang saat ini terjadi di tanah air. Menurut Hendri, Presiden pun memiliki pandangan yang sama bahwa saat ini bukan saatnya pemerintah menambah pinjaman luar negeri untuk menambah pasokan dollar.
Maka dari itu, dia menuturkan salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan menggerakkan dunia usaha. Namun, dunia usaha juga memerlukan insentif untuk menciptakan pasar mau pun menekan biaya produksi.
Insentif yang bisa diberikan bisa dengan insentif pajak. Sedangkan pemerintah bisa menekan biaya produksi dengan menurunkan tarif BBM atau pun listrik sehingga membenahi sistem bongkar muat sehingga tidak memakan ongkos logistik yang besar bagi pelaku usaha.
Selain dengan kebijakan pemerintah, Hendri menilai Bank Indonesia dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga bisa bersama-sama mengatasi krisis yang terjadi."Jadi memang ini tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri, harus ada sebuah perencanaan kebijakaan yang sifatnya komprehensif," imbuh dia.
Editor : tagor
Sumber : kompas.com
Tidak ada komentar