Penggusuran Kampung Pulo: 80 Persen Penduduk Tempati Rumah Susun
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Pembenahan lahan di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, terus berjalan. Hingga kemarin petang sudah 452 keluarga menerima kunci unit Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat. “Dari jumlah itu, sebanyak 402 keluarga menempati unit-unit hunian,” kata Kepala Unit Pengelola Teknis Rumah Susun Wilayah III Sayid Ali, kemarin.
Menurut Sayid, berdasarkan data yang dia peroleh dari pemerintah, ada 518 keluarga yang bakal direlokasi ke rumah susun lantaran tempat tinggal mereka terkena proyek normalisasi Sungai Ciliwung. Ini berarti sebanyak 78 persen dari jumlah itu sudah pindah ke rumah susun. “Kami pastikan unit hunian yang tersedia di Rumah Susun Jatinegara bisa menampung mereka semua,” katanya.
Warga Kampung Pulo yang menempati rumah susun, kata Sayid, tak dipungut biaya pemeliharaan rumah susun selama tiga bulan pertama. Selanjutnya, setiap keluarga diwajibkan membayar Rp 10 ribu per hari. Pungutan itu diklaim sangat ringan karena penghuni rumah susun mendapat subsidi dari pemerintah.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Edison Sianturi mengatakan, penduduk yang menempati rumah susun dilarang mengalihkan hak kepada orang lain. Karena itu, seluruh penghuni rumah susun harus membuat kartu tanda penduduk sesuai dengan alamat rumah susun. Tujuannya, agar mereka tak bisa menjual unit kepada orang lain.
Penggusuran bangunan di Kampung Pulo hingga kemarin masih berlangsung. Bahkan hampir seluruh bangunan di bantaran terluar Sungai Ciliwung rata dengan tanah. Puing-puing bangunan masih menumpuk di salah satu sisi sungai, menunggu diangkut truk.
Sejumlah pekerja terlihat di lokasi bongkaran untuk mencari material bangunan yang masih bisa digunakan. Beberapa di antaranya beraktivitas di bekas tempat tinggal Dayat, warga setempat. "Ada yang bersedia membeli material bangunan rumah saya Rp 2,5 juta,” kata Dayat.
Menurut Dayat, material bangunan rumahnya masih bagus kondisinya dan bisa dipergunakan lagi. Namun dia tidak mungkin membawa material itu ke tempat tinggalnya yang baru di Rumah Susun Jatinegara. Karena itu, dia menjual barang-barang tersebut kepada pedagang bahan bangunan. “Sudah dibayar dan tadi anak buahnya datang untuk ambil,” kata Dayat.
Kamaluddin, Ketua RW 02 Kampung Pulo, mengatakan proyek normalisasi Sungai Ciliwung mencakup 527 lahan dengan luas sekitar 25 hektare. Hampir seluruh bangunan yang berdiri di area itu sudah dibongkar. "Sepanjang bantaran sungai sekarang sudah rata dengan tanah," katanya.
Menurut Kamaluddin, saat ini hanya situs makam dan musala yang belum dibongkar. Rencananya pembongkaran baru dilakukan setelah pemerintah mendapatkan lahan pengganti.
Lurah Kampung Melayu Bambang Pangestu mengatakan, jumlah bangunan yang dibongkar seluruhnya ada 527 unit. Untuk memindahkan makam, kata Bambang, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane bakal mencarikan lahan baru. "Lokasinya sedang dipertimbangkan," kata Bambang.
Editor : tagor
Sumber : tempo.co
Menurut Sayid, berdasarkan data yang dia peroleh dari pemerintah, ada 518 keluarga yang bakal direlokasi ke rumah susun lantaran tempat tinggal mereka terkena proyek normalisasi Sungai Ciliwung. Ini berarti sebanyak 78 persen dari jumlah itu sudah pindah ke rumah susun. “Kami pastikan unit hunian yang tersedia di Rumah Susun Jatinegara bisa menampung mereka semua,” katanya.
Warga Kampung Pulo yang menempati rumah susun, kata Sayid, tak dipungut biaya pemeliharaan rumah susun selama tiga bulan pertama. Selanjutnya, setiap keluarga diwajibkan membayar Rp 10 ribu per hari. Pungutan itu diklaim sangat ringan karena penghuni rumah susun mendapat subsidi dari pemerintah.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Edison Sianturi mengatakan, penduduk yang menempati rumah susun dilarang mengalihkan hak kepada orang lain. Karena itu, seluruh penghuni rumah susun harus membuat kartu tanda penduduk sesuai dengan alamat rumah susun. Tujuannya, agar mereka tak bisa menjual unit kepada orang lain.
Penggusuran bangunan di Kampung Pulo hingga kemarin masih berlangsung. Bahkan hampir seluruh bangunan di bantaran terluar Sungai Ciliwung rata dengan tanah. Puing-puing bangunan masih menumpuk di salah satu sisi sungai, menunggu diangkut truk.
Sejumlah pekerja terlihat di lokasi bongkaran untuk mencari material bangunan yang masih bisa digunakan. Beberapa di antaranya beraktivitas di bekas tempat tinggal Dayat, warga setempat. "Ada yang bersedia membeli material bangunan rumah saya Rp 2,5 juta,” kata Dayat.
Menurut Dayat, material bangunan rumahnya masih bagus kondisinya dan bisa dipergunakan lagi. Namun dia tidak mungkin membawa material itu ke tempat tinggalnya yang baru di Rumah Susun Jatinegara. Karena itu, dia menjual barang-barang tersebut kepada pedagang bahan bangunan. “Sudah dibayar dan tadi anak buahnya datang untuk ambil,” kata Dayat.
Kamaluddin, Ketua RW 02 Kampung Pulo, mengatakan proyek normalisasi Sungai Ciliwung mencakup 527 lahan dengan luas sekitar 25 hektare. Hampir seluruh bangunan yang berdiri di area itu sudah dibongkar. "Sepanjang bantaran sungai sekarang sudah rata dengan tanah," katanya.
Menurut Kamaluddin, saat ini hanya situs makam dan musala yang belum dibongkar. Rencananya pembongkaran baru dilakukan setelah pemerintah mendapatkan lahan pengganti.
Lurah Kampung Melayu Bambang Pangestu mengatakan, jumlah bangunan yang dibongkar seluruhnya ada 527 unit. Untuk memindahkan makam, kata Bambang, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane bakal mencarikan lahan baru. "Lokasinya sedang dipertimbangkan," kata Bambang.
Editor : tagor
Sumber : tempo.co
Tidak ada komentar