Ramai Petisi Online "Stop Kebencian", Ada Kasus Apa?
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Kehidupan dunia maya di Indonesia belakangan ini sedang resah. Sebuah status di Facebook yang diunggah oleh akun bernama Arif Kusnandar membuat dunia internet Tanah Air tiba-tiba bergejolak.
KompasTekno tidak akan menampilkan isi dari status tersebut. Akan tetapi, status ini berisikan hal-hal yang mengandung kebencian rasial dan diskriminasi terhadap satu golongan etnis di Indonesia, serta radikalisasi.
Berbagai reaksi pun mulai bermunculan, sejak status tersebut diunggah pada 22 Agustus 2015 lalu. Hanya dalam waktu singkat, status tersebut menyebar dengan cepat di media sosial karena isunya yang sangat sensitif.
Banyak yang menentang habis-habisan, tetapi tidak sedikit juga yang mendukung.
Namun, apapun itu bentuk dukungannya, menurut Forum Demokrasi Digital (FDD), isi status tersebut sama sekali tidak bisa dibenarkan.
Si pembuat status bisa saja berkilah, apa yang dilakukannya merupakan salah satu bentuk dari kebebasan berpendapat. Akan tetapi, status tersebut banyak mengandung unsur kebencian rasial dan radikal. Itulah yang membuatnya berbeda dari konsep kebebasan berpendapat.
"Apabila pendapat digunakan untuk menyerang ras, itulah perbedaan (antara kebebasan berpendapat atau bukan). Kita tidak melarang menyampaikan pendapat, tapi jika digunakan untuk itu (kebencian rasial dan radikal), tidak bisa disebut sebagai kebebasan berpendapat," ujar Damar Juniarto dari Safenet, yang juga anggota FDD, saat berbincang di Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Petisi di Change.org
Menanggapi segala polemik yang ada, FDD mendorong lahirnya petisi #StopKebencianRasial lewat Change.org. Isinya meminta pemerintah segera menangani penyebaran kebencian rasional, diskriminasi, dan radikalisasi di internet.
Dukungan para netizen untuk petisi tersebut pun sangat luar biasa. Kurang dari 24 jam setelah diadakan, petisi online ini sudah ditandatangani secara digital oleh lebih dari 26.000 pendukung. Target petisi itu sendiri adalah sebanyak 35.000.
"Setuju tidak ada penyebaran SARA. Negara kita negara Pancasila. Aneka ragam suku bangsa dan berbeda agama. Tapi tetap 1 bangsa, yaitu satu bangsa Indonesia," tulis salah satu pembuat petisi.
Petisi ini sendiri akan dikirimkan ke beberapa lembaga pemerintah sekaligus, termasuk Komisi Hak Asasi Manusia; Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah; Kementerian Komunikasi dan Informatika; Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan; dan Kepolisian Republik Indonesia.
Cara kerja petisinya seperti ini, jika ada yang menandatangani secara digital, setiap lembaga yang dituju akan menerima e-mail mengenai petisi tersebut. Itu artinya, karena sudah ada 26.000 pendukung, tiap lembaga-lembaga yang dituju setidaknya sudah menerima masing-masing sebanyak 26.000 e-mail.
Mau tidak mau, lembaga-lembaga tersebut pasti akan membaca dan mulai mencari tahu ada masalah apa yang terjadi di dunia maya Indonesia. Harapannya, tentu saja tuntutan yang ada di petisi tersebut dilaksanakan.
Semoga saja, keresahan di dunia internet Indonesia segera reda.
Edtor : tagor
Sumber : kompas.com
KompasTekno tidak akan menampilkan isi dari status tersebut. Akan tetapi, status ini berisikan hal-hal yang mengandung kebencian rasial dan diskriminasi terhadap satu golongan etnis di Indonesia, serta radikalisasi.
Berbagai reaksi pun mulai bermunculan, sejak status tersebut diunggah pada 22 Agustus 2015 lalu. Hanya dalam waktu singkat, status tersebut menyebar dengan cepat di media sosial karena isunya yang sangat sensitif.
Forum Demokrasi Digital saat berdiskusi di Jakarta, Rabu (26/8/2015) |
Namun, apapun itu bentuk dukungannya, menurut Forum Demokrasi Digital (FDD), isi status tersebut sama sekali tidak bisa dibenarkan.
Si pembuat status bisa saja berkilah, apa yang dilakukannya merupakan salah satu bentuk dari kebebasan berpendapat. Akan tetapi, status tersebut banyak mengandung unsur kebencian rasial dan radikal. Itulah yang membuatnya berbeda dari konsep kebebasan berpendapat.
"Apabila pendapat digunakan untuk menyerang ras, itulah perbedaan (antara kebebasan berpendapat atau bukan). Kita tidak melarang menyampaikan pendapat, tapi jika digunakan untuk itu (kebencian rasial dan radikal), tidak bisa disebut sebagai kebebasan berpendapat," ujar Damar Juniarto dari Safenet, yang juga anggota FDD, saat berbincang di Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Petisi di Change.org
Menanggapi segala polemik yang ada, FDD mendorong lahirnya petisi #StopKebencianRasial lewat Change.org. Isinya meminta pemerintah segera menangani penyebaran kebencian rasional, diskriminasi, dan radikalisasi di internet.
Dukungan para netizen untuk petisi tersebut pun sangat luar biasa. Kurang dari 24 jam setelah diadakan, petisi online ini sudah ditandatangani secara digital oleh lebih dari 26.000 pendukung. Target petisi itu sendiri adalah sebanyak 35.000.
"Setuju tidak ada penyebaran SARA. Negara kita negara Pancasila. Aneka ragam suku bangsa dan berbeda agama. Tapi tetap 1 bangsa, yaitu satu bangsa Indonesia," tulis salah satu pembuat petisi.
Petisi ini sendiri akan dikirimkan ke beberapa lembaga pemerintah sekaligus, termasuk Komisi Hak Asasi Manusia; Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah; Kementerian Komunikasi dan Informatika; Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan; dan Kepolisian Republik Indonesia.
Cara kerja petisinya seperti ini, jika ada yang menandatangani secara digital, setiap lembaga yang dituju akan menerima e-mail mengenai petisi tersebut. Itu artinya, karena sudah ada 26.000 pendukung, tiap lembaga-lembaga yang dituju setidaknya sudah menerima masing-masing sebanyak 26.000 e-mail.
Mau tidak mau, lembaga-lembaga tersebut pasti akan membaca dan mulai mencari tahu ada masalah apa yang terjadi di dunia maya Indonesia. Harapannya, tentu saja tuntutan yang ada di petisi tersebut dilaksanakan.
Semoga saja, keresahan di dunia internet Indonesia segera reda.
Edtor : tagor
Sumber : kompas.com
Tidak ada komentar