Musyawarah Sengketa Fernando/Arsidi Diwarnai Hujan Interupsi
LINTAS PUBLIK-SIANTAR, Pada sidang kedua musyawarah sengketa terhadap gugatan Fernando Simanjuntak/Arsidi yang digelar di Kantor Panwaslih Siantar, Jalan Sanggar Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat berlangsung alot dengan
diwarnai interupsi antara pemohon (Fernando/Arsidi) dengan termohon (KPUD Siantar),Minggu (6/9/2015).
Ketegangan urat syaraf tersaji, disaat Sutrisno Munthe yang dipercaya pemohon sebagai kuasa hukum, mendapat penolakan dari termohon yakni Mangasi Tua Purba selaku ketua KPUD Siantar.
"Peraturan Bawaslu No 8 tahun 2015, pasal 8 ayat 1, pemohon dan termohon atau pihak terkait dapat didampingi atau diwakili kuasa hukum berdasarkan surat kuasa hukum. Sementara kuasa pemohon, kuasanya adalah Trisno Munthe yang kami ketahui bukan kuasa hukum, bukan advokat tetapi adalah seorang jurnalis dan saat ini dijadikan sebagai kuasa hukum. Sehingga tidak tepat dijadikan sebagai kuasa. Mohon penjelesannya” ucapnya kepada pimpinan musyawarah sengketa.
Namun, hal itu langsung dibantah oleh kuasa pemohon.
“Ini musyawarah, polanya mengadopsi pola pengadilan tapi bukan pengadilan umum. Semua orang tahu untuk disebut sebagai kuasa hukum itu adalah advokat atau paling tidak memiliki keahlian kecakapan dan memiliki ijin untuk bersidang. Hari ini bukan sidang umum. Kalau yang dikuasa, beda dengan penasehat hukum. Semua orang bisa menguasakannya kepada siapapun yang dipercaya, bukan hanya untuk pengacara,”jawab Trisno
Perdebatan ini pun terjadi cukup lama. Bahkan, berulangkali KPU menyelah pimpinan musyawarah yang berusaha melanjutkan sidang.
“Ini harus kuasa hukum pimpinan. Tidak bisa ini pimpinan. Saya juga berkali-kali menangai kasus. Saya mempunyai surat kuasa hukum. Ijin pimpinan, ini musyawarah. Jangan karena apa yang pimpinan yang tidak suka, pimpinan boleh melanjutkan sidang. Menjawab ini aja kami tidak dapat jawaban dari pimpinan sidang. Ini aneh,”ujar Mangasi memberikan interupsi
Fernando Simanjuntak yang mendengarkan penjelasan KPU langsung memotongnya.Dan hal itu sempat terjadi berulang-ulang antara pemohon dan termohon.
“Bapak bilang tadi ini musyawarah bukan sidang umum. Bapak diajak musyawarah tidak mau, bapak maunya kayak mana. Kami tidak memakai kuasa hukum dan itu tidak haruskan. Kecuali itu diharuskan, ”ujar Fernando Simanjuntak kepada Mangasi Tua Purba, hingga kemudian diambil alih oleh pimpinan musyawarah.
Sementara saksi ahli, DR Mirza dalam kesaksiannya menyatakan bahwa dalam pelaksanaan Pilkada dibutuhkan azas dasar seperti azas kepastian hukum, keterbukaan, azas keadila, azas kehati-hatian. Ia juga mengatakan bahwa penyelenggara mempunyai tugas dan fungsinya yang mana harus menjamin pelaksanaannya tidak berpihak atau netral dan mandiri.
Sementara mengenai perubahan format BA.2 KWK yang menimbulkan kurangnya dukungan untuk diverifikasi faktual sesuai dengan tuntutan pasangan Fernando, disebut saksi ahli tidaklah sebagai hal yang layak untuk dilakukan KPU.
“Didalam pemahaman saya, format itu sebuah model sebagai acuan pencalonan bagi para peserta, yang dijadikan sebagai syarat dan hal itu akan mengikuti petunjuk-petunjuk maupun teknis dari semua regulasi peraturan KPU. Dan untuk data selayaknya untuk melakukan verifikasi faktual itu dilakukan. Artinya diberi ruang kepada peserta pemilu dan kepada masyarakat, karena UU keterbukaan publik sebuah sarana. Karena kita menganut prinsip kedaulatan rakyat. Ini kan untuk membuktikan supaya tidak ada perbedaan persepsi atau supaya tidak ada fitnah. Informasi publik itu juga hak-hak dasar yang diatur dalam konstitusi, ”jelas Mirza
Sementara Mangasi Tua Purba mengatakan bahwa perubahan format untuk mengakomodir adanya dukungan ganda atau dukungan lama. Sehingga memberikan adminstrasi dalam menjelaskan data dukungan yang lama. Dan hal itu disampaikan KPU berlandaskan dengan PKPU nomor 9 tahun 2015 pasal 11, pasal 9, pasal 10 dan juga UU No 1.
“Konkritnya, dukungan tidak boleh diberikan kepada lebih dari satu pasangan perseorangan,"ujarnya
Dan kesempatan itu KPU juga mempertanyakan pengalaman sanksi ahli dalam hal penyelenggara Pilkada.
Mangasi Purba juga meminta penjelasan serta mempertanyakan pengertian pasal 56 ayat 1b kepada sanksi ahli.
“Pemahaman kami, karena memakai dan atau (kata), itu bisa dua atau tiga. Dukungan baru yang belum memberikan dukungan sebelumnya dan atau dukungan lama. Artinya, boleh dukungan lama dipakai tetapi dukungan lama itu adalah daftar nama pendukung yang namanya tidak sesuai dengan wilayah administrasi PPS dan atau daftar nama pendukung yang tidak dilengkai KTP, hanya itu saja yang beloh diergunakan pada dukungan lama, ”sebut Mangasi.
Mendengar hal itu, saksi ahli mengatakan semestinya persoalan tersebut bisa dibicarakan sehingga tidak memunculkan kesalahpahaman.
“Semestinya harus diberikan akses seluas-luasnya dan harus dijamin. Kasarnya jangan ada rekayasa. Namun kita tidak hanya melihat apa yang nampak dipermukaan. Peraturan UU itu sebenarnya membuka ruang,”tandas Mirza
Sedangkan saksi kedua, yang berperan selaku tim penghubung pasangan Fernando mengakui tidak mendapatkan data pembading dari KPU.
“Pada saat dilakukanya verifikasi pertama, kita menjumpai KPU, namun tidak mau memberikan data ganda eksternal supaya kami tahu, tetapi kepada kami dikatakan tidak boleh,"ujar Richard Dalimunthe.
Untuk sidang berikutnya, akan dilaksanakan besok (Senin,7/9/2015), dengan agenda pemeriksaan bukti dan sekaligus mengambil kesimpulan sidang atas gugatan paslon perseorangan Fernando Simanjuntak,SH/Arsidi,SE.
Penulis :franki
Editor : tagor
Tidak ada komentar