Pemilik Pabrik Petasan Rumahan Mengaku Hanya Menjual untuk Hajatan
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Tersangka SS (62) tertangkap tangan melakukan jual beli petasan di sebuah pabrik petasan rumahan di kawasan Parung, Bogor, Jawa Barat.
Ia mengaku menjajakannya untuk menjaga tradisi adat. Walau, dia sudah tahu bahayanya petasan.
"Saya jualan cuma untuk acara hajatan, sunatan, dan nikahan saja," ujar tersangka pembuat petasan SS saat ditemui dikediamannya di Kampung Jati, Desa Paru, Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/12/2015) dini hari.
SS telah menjual petasan ini sejak tahun 1972. Namun, ia mengaku, menjual petasan ini hanya sebagai usaha sampingan. Penghasilan utamanya berjualan di warung.
Untuk mendapatkan bahan petasan itu, SS membeli ke berbagai tempat. Salah satunya di Gunung Kapur.
SS mengaku omzet dari penjualan petasan itu tidak terlalu banyak. "Dapatnya enggak seberapa, pas-pasan cuma buat makan," katanya.
"Saya tahu bahayanya, tapi kan kalau buat hajatan itu digantung terbalik jadi enggak akan berbahaya," ujar pria beruban itu.
Menanggapi itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti menegaskan bahwa petasan merupakan barang berbahaya dan dapat mengganggu ketertiban umum.
"Walaupun mereka merasa menggunakan petasan untuk hajatan, sunatan, dan nikahan tetap tidak ada toleransinya," kata dia.
Krishna mengatakan, petasan berdaya ledak merupakan salah satu indikator terjadinya tingkat kriminalitas. Bukan hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga membahayakan orang lain.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menggrebek pabrik petasan rumahan di Parung, Bogor, Jawa Barat pada pukul 00.15 WIB, Rabu (30/12/2015).
Dalam penggrebekan ini, polisi mengamankan dua orang tersangka, yakni SS dan N (48) yang merupakan penjual petasan.
Pihak kepolisian juga menyita barang bukti berupa sepulu bal petasan siap pakai, timbangan, sumbu, sulfur, dan brown.
"Ada juga koran untuk menggulung, tanah liat untuk menyumbat bagian belakang petasan, dan kardus untuk pengepakannyan" ucap Krishna.
Menurut Krishna, kedua tersangka akan dijerat Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan ancaman 12 tahun.
Editor : tagor
Sumber : kompas
Ia mengaku menjajakannya untuk menjaga tradisi adat. Walau, dia sudah tahu bahayanya petasan.
"Saya jualan cuma untuk acara hajatan, sunatan, dan nikahan saja," ujar tersangka pembuat petasan SS saat ditemui dikediamannya di Kampung Jati, Desa Paru, Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/12/2015) dini hari.
SS telah menjual petasan ini sejak tahun 1972. Namun, ia mengaku, menjual petasan ini hanya sebagai usaha sampingan. Penghasilan utamanya berjualan di warung.
Suasana saat proses penangkapan SS (62) oleh pihak kepolisian. SS merupakan pemilik pabrik petasan rumahan yang berlokasi di Parung, Bogor, Jawa Barat pada Rabu (30/12/2015) |
SS mengaku omzet dari penjualan petasan itu tidak terlalu banyak. "Dapatnya enggak seberapa, pas-pasan cuma buat makan," katanya.
"Saya tahu bahayanya, tapi kan kalau buat hajatan itu digantung terbalik jadi enggak akan berbahaya," ujar pria beruban itu.
Menanggapi itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti menegaskan bahwa petasan merupakan barang berbahaya dan dapat mengganggu ketertiban umum.
"Walaupun mereka merasa menggunakan petasan untuk hajatan, sunatan, dan nikahan tetap tidak ada toleransinya," kata dia.
Krishna mengatakan, petasan berdaya ledak merupakan salah satu indikator terjadinya tingkat kriminalitas. Bukan hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga membahayakan orang lain.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menggrebek pabrik petasan rumahan di Parung, Bogor, Jawa Barat pada pukul 00.15 WIB, Rabu (30/12/2015).
Dalam penggrebekan ini, polisi mengamankan dua orang tersangka, yakni SS dan N (48) yang merupakan penjual petasan.
Pihak kepolisian juga menyita barang bukti berupa sepulu bal petasan siap pakai, timbangan, sumbu, sulfur, dan brown.
"Ada juga koran untuk menggulung, tanah liat untuk menyumbat bagian belakang petasan, dan kardus untuk pengepakannyan" ucap Krishna.
Menurut Krishna, kedua tersangka akan dijerat Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan ancaman 12 tahun.
Editor : tagor
Sumber : kompas
Tidak ada komentar