Header Ads

Perwira TNI Itu Ditertawai Jual Terompet, Kini Asetnya Miliaran Rupiah

Zul Tore : Kritikan Itu Aset Yang Paling Berharga Membangun Usaha

Catatan  : Tagor Sitohang

Limbah sampah adalah suatu barang rongsokan yang tidak berharga bagi orang –orang yang tak kreatif, tapi bagi Zul Tore (59) limba sampah adalah barang yang sangat bernilai seni tinggi dan tentunya hasil karyanya akan dijual dengan harga mahal.

Zul Tore juga sempat dijuluki Perwira kurang kerjaan, bukan itu saja Zul Tore juga sempat ditertawai kerabatnya, bahwa Zul Tore seorang perwira TNI  berpangkat Mayor ini karena tahunya hanya berjualan terompet.

Zul Tore di Galeri usaha seni Kretaifnya dijalan
 Sisnggamangraja Pematangsiantar
“Saya dulu ditertawai keluarga, katanya masa seorang perwira TNI berpangkat mayor bisnisnya hanya terompetan,”kata Zul Tore didampingi Tri Purwanti  istrinya, Rabu ( 2p/12/2015) di jalan Sisingamangaraja atau Simpang jalan Kasad depan Universitas Simalungun (USI) kota Pematangsiantar .

Atas kritikan itulah saya bertambah semangat, bahwa usaha saya, yang saya namakan Limba Karya Mandiri ini menjadi  terus berkembang pesat.

“Jadi akibat keritikan usaha itulah saya bertahan, jadi kalau dikritik jangan marah, malah harus kita ucapkan terimakasih,”terang Zul.

Berawal dari kecelakaan :

Ceritanya Zul Tore seorang perwira TNI angkatan tahun 1981 ini pada saat itu masih aktif sebagai anggota TNI disalah satu kesatuan di Pematangsiantar mendapat musibah kecelakaan,  Ketika itu sepeda motor yang dikendarainya ditabrak mobil penumpang Bandar jaya, sehingga membuat dirinya tidak bisa berbuat banyak, karena kakinya patah, sehingga harus ditopang dengan tongkat.

Zul Tore ubah Barang-barang bekas menjadi pohon terang 
Dengan keterbatasan inilah Zul Tore yang juga Sarjana Olahraga ini berpikir, bahwa dirinya harus berbuat sesuatu, kenapa saya harus duduk-duduk saja. Dan bertahun-tahun harus bersahabt dengan kursi roda saja.
“ Saya harus berbuat sesuatu, tak mungkin saya diam dan bertahan dirumah, mengharapkan gaji pastilah tak cukup,”kata Zul Tore yang memiliki dua anak Ricky Tore dan Marla Tore yang sudah menjadi PNS di Serdang Bedagai mengenang masa itu, bahwa simpanannya sudah habis terkuras akibat kecelakaan pada tahun 1995.


Membuat Terompet dan Istilah ATM

Munculah ide pada masa itu, dari pada-duduk-duduk Zul pun mencoba membuat terompet. Awalnya Terompet buatannya tidaklah sebagus yang diharapkan, tapi beberapa kali membuat terompet buatan Zul semakin baik dan bahkan banyak peminatnya di pasaran.
“Pada saat itu saya berpikir, tidak mungkin saya duduk-duduk terus, bagaimana nanti kebutuhan  anak-anak untuk sekolah, barulah saya belajar membuat terompet,”ucap Zul Tore, meniru terompet buatan orang lain dan memodifikasinya.

Karena terompet buatan Zul Tore semakin bagus, barulah banyak orang yang membelinya, dan pada saat itu musim Natal dan tahun baru. Awalnya Zul Tore membuat Terompet bentuknya biasa saja, lama kelamaan Zul Tore membuat modifikasi Terompet dengan desains baru, mulai terompet berbentuk Naga, Naga bersayap dan lainnya.

“Saya melihat peluang usaha semakin lebar, dengan istilah ATM, Amati Tiru, dan Modifikasi, dan hasilnya memuaskan pesanan bertambah banyak,”tutur Zul Tore menyemangati dirinya dan keluarga bahwa usahanya semakin lama terus berkembang dengan berbagai usaha dengan bahan dasar limba ini.

Kini usaha Zul Tore terus berkembang, awalnya hanya membuat sebuat terompet, kini usaha dari bahan  barang-barang bekas itu sudah banyak jenisnya, mulai pohon Natal  berbagai jenis, hiasan dinding berbagai model, beduk, ketupat, yang dipajang di galerinya di jalan Sisinggamangaraja.

Ricky Tore, Dari ITB Kembangkan Usaha Limbah Sampai Miliaran Rupiah

Gayungpun bersambut, usaha yang dirintis Zul Tore ternyata tidak sia-sia, kini usaha itu diikuti anaknya Ricky Tore, walau Ricky  tamatan Sarjana Agrobisnis Universitas ternama Institut pertanian Bogor (ITB) dan telah diterima bekerja di Jepang sebagai Konsultan, tidak membuat diri Ricky Tore terlena menerimanya begitu saja.

“Saya memang tamat ITB, tapi kalau toh juga diterima sebagai konsultan dengan “makan” gaji untuk apa. Lebih baik usaha yang dirintis bapak ini saya lanjutkan dan saya kembangkan terus, inikan usaha masa depan, lihatlah semuanya jadi uang disini,”kata Ricky tidak malu  memberitahukan bahwa usaha yang dirintis bapaknya adalah usaha limba sangat bernilai.
Ricky Tore

Ricky Tore (28), terus mengembangkan usaha bapaknya dengan memodifikasi barang-barang bekas ini menjadi hiasan seni yang memiliki nilai.
“Kita harus terus berkarya, dan melihat peluang usaha apa yang menjadi tren dimasyarakat, dengan itulah saya rajin mengikuti seminar pemasaran aneka usaha dan pameran pembangunan,”ujar pengusaha muda ini.

Kini Ricky Tore, bapak dan ibunya terus mengembangkan kerajinan seni kreatifnya, mengembangkan usaha sampai ke pulau Jawa, dengan mempekerjakan puluhan orang karyawannya, berbagai   aneka usaha.

“Pohon-pohon terang ini sudah banyak yang pesan, demikian juga hiasan dinding natal. Usaha kami ini  musiman, kalau Natal kami perbanyak membuat hiasan Natal, kalau hari Raya kami perbanyak beduk dan aneka hiasan ketupat, jadi stoknya harus banyak, karena setiap tahun langanan terus bertambah,”terang Ricky bahwa saat ini pesanan sangat banyak sekali mulai dari Jakarta , Kalimantan, Pekan Baru, Jambi dan lainnya.

Usaha dikembangkan menjadi Palu Gada

Memang buah tak jauh dari pohonnya, bahasa inilah yang pantas disematkan untuk Ricky. Ricky yang memang sudah ditempa dari situasi dan keadaan kini bisa mempekerjakan puluhan karyawannya.

Kini Ricky membuat usaha bapaknya terus maju dan berkembang, mulai istilah ATM yang dipakai bapaknya, kini terus dikembangkan menjadi istilah Palu Gada yaitu “Apa lu Mau Gua Ada”.

Tri Purwanti memperlihatkan bahan baku  bekas
 yang diubah menjadi hiasan dinding Natal
“Istilah Palu Gada ini dapat  dari pelanggan-pelangan kita, yah semua disini serba ada, apa yang dicari pasti ada,”ucap Ricky memperlihatkan asetnya usaha mereka kini sudah mencapai miliaran rupiah.

Walau Tamatan ITB dan usaha terus bekermbang tidak membuat Ricky terus berpangku tangan. Dengan semangat  akan terus berkembang, Ricky juga terus mengembangkan sayap usahanya dengan mengajak masyarakat dan pemuda agar terus kreatif. Tak dihiraukanwalau gelar Sarjana yang disandangnya hanya sebagai gelar belaka, karena tidak dipakai untuk mencari pekerjaan. Dan kini Ricky turun langsung dengan mengotori tangannya, menerima limbah-limbah kotor itu, untuk dijadikan seni kreatif.

Bersama “kapal” Limba Karya Mandiri, kini usaha Ricky terus berkembang, mulai menerima barang-barang bekas, penjualan aneka usaha kerajinan seni dan kreatif .


“Saya yakin usaha ini akan terus maju, karena karya seni tidak ada matinya, gelar sarjana jangan dijadikan topeng untuk ogah-ogahan, turunlah buka lapangan kerja sendiri, gelar Sarjana belum tentu buat kita bisa makan, tapi kreatif pasti buat kita Mandiri, ”kata Ricky yang sudah berbisnis sejak masih SD ini dengan menjual ikan hias.*

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.