Header Ads

Kecam Penyitaan Buku, Masyarakat Literasi Yogya Keluarkan 7 Maklumat

LINTAS PUBLIK - YOGYAKARTA, Masyarakat Literasi Yogyakarta menolak keras dan menyesalkan segala bentuk sweeping, penyitaan, dan pelarangan peredaran buku yang terjadi beberapa waktu lalu di beberapa daerah.

Menyikapi adanya upaya pemberangusan buku dan bertepatan dengan Hari Buku Nasional, Masyarakat Literasi Yogyakarta (MLY) mengeluarkan 7 maklumat.

Masyarakat Literasi Yogyakarta (MLY) gelar "Orasi dan Maklumat Buku Yogya"
di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta,
"Segala bentuk pelarangan atas penerbitan buku dan produk-produk akal Budi seyogyanya dilakukan atas seizin pengadilan. Sebagaimana diatur oleh hukum dan perundang-undangan yang berlaku," ujar Adhe Ma'ruf dari Masyarakat Literasi Yogyakarta, Selasa (17/06/2016).

Adhe mengungkapkan, pembungkaman atas pandangan yang berbeda dalam muatan isi buku merupakan aksi yang bertentangan dengan konstitusi. Selain itu, penyeragaman pandangan melalui pelarangan buku merupakan cara non-demokratis.

Menyikapi situasi terkini yang meresahkan, Masyarakat Literasi Yogyakarta (MLY) yang terdiri dari penerbit, lembaga percetakan, toko buku, pelapak online, asosiasi buku, pembaca, pegiat media komunitas dan literasi, perupa, media independen, dan organisasi kemahasiswaan, mengeluarkan tujuh maklumat.

Tujuh maklumat ini dibacakan di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta oleh Muhidin M Dahlan, pegiat literasi di Indonesia.

Isi 7 maklumat itu yakni:

1. Kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat di hadapan orang banyak lewat berbagai media, termasuk persamuan seni-budaya dan penerbitan buku, adalah amanat reformasi dan konstitusi yang mesti dijaga serta dirawat bersama dalam kerangka kebhinnekaan sebagai bangsa.

2. Setiap perselisihan pendapat atas pikiran yang berbeda hendaknya diselesaikan dengan jalan dialog dan/atau mimbar-mimbar perdebatan untuk memperkaya khasanah pengetahuan dan keilmuan.

3. Segala bentuk pelarangan atas penerbitan buku dan produk-produk akal budi seyogyanya dilakukan pihak-pihak yang berwewenang atas seizin pengadilan sebagaimana diatur oleh hukum perundangan yang berlaku dengan mengedepankan aspek penghormatan pada hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan. Prosedur hukum yang dimaksud salah satunya seperti termaktub dalam Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pelarangan Buku Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010.

4. Mendesak kepada lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk membuka secara bebas arsip-arsip negara yang terkait dengan tragedi 1965 dan pelanggaran HAM berat lainnya sebagai bagian dari upaya kita belajar dan memperkaya khasanah pengetahuan kesejarahan.

5. Mendorong pemerintah, baik pusat dan daerah, menciptakan iklim perbukuan yang sehat, kompetitif, dan memberi perlindungan pada kerja penerbitan, diskusi buku, dan gerakan literasi yang inovatif sebagaimana diamanatkan preambule UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

6. Asas, kerja umum, dan kegiatan harian ekosistem perbukuan membutuhkan aturan main yang jelas dan mengikat semua ekosistem yang bernaung di dalamnya. Oleh karena itu, mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk menggodok dan segera mengesahkan UU Sistem Perbukuan Nasional yang demokratis.

7. Mendesak Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) sebagai salah satu dari asosiasi penerbit buku yang menjadi mitra pemerintah dan sudah berpengalaman dalam sejarah panjang perbukuan nasional senantiasa mengambil peran yang signifikan dan aktif-responsif untuk membangun komunikasi yang sehat dengan elemen-elemen masyarakat yang plural.

Turut hadir dalam "Orasi dan Maklumat Buku Yogya" di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Sineas dan pengiat seni Garin Nugroho, Guntur Narwaya (Advokad), Faruk HT (Akedemisi dan Budayawan), Hamzal Wahyudin (Direktur LBH Yogya) dan Muhidin M Dahlan (penulis dan penggiat literasi).


Editor    : tagor
Sumber  : kompas

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.