Sanksi Dicabut, PSSI Didesak Segera Selenggarakan KLB
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Pengamat olahraga, Budiarto Shambazy, mendesak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia segera menyelenggarakan kongres luar biasa. Menurut dia, KLB tidak dapat dihindari sebagai dampak pencabutan pembekuan seluruh kegiatan PSSI oleh pemerintah selama setahun terakhir.
KLB, kata Budiarto, diselenggarakan untuk menunjuk kembali ketua umum dan rezim baru. Menurut dia, pergantian rezim diperlukan agar PSSI tidak mengulang pemasalahan yang sama. Permasalahan tersebut di antaranya pengaturan skor, tata kelola organisasi yang buruk serta laporan keuangan yang tertutup.
Terkait dengan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mataliti yang berstatus buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang, Budiarto menganggap keberlangsungan KLB dan PSSI berada di tangan klub.
"Sekarang kuncinya ada di klub. Kalau klub tidak berani, dan tidak mencapai dua per tiga suara, jadi koloni FIFA saja," kata dia.
Pembekuan selama setahun, kata dia, dapat dijadikan refleksi untuk membentuk tata kelola yang baik. Selain itu pemerintah, meskipun kalah secara hukum, punya peran untuk mengontrol PSSI secara politis. "Setahun, ternyata tanpa PSSI, turnamen sepak bola cukup bagus, berjalan baik, dan bergairah," kata dia.
Selasa kemarin, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mencabut pembekuan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia secara resmi. Imam berdalih pencabutan pembekuan tersebut dilakukan untuk menghargai putusan Mahkamah Agung dan menghargai komitmen FIFA.
"Ini untuk komitmen besar mengubah persepakbolaan Indonesia," kata Imam, Selasa kemarin.
Imam juga menyatakan pencabutan pembekuan ini tanpa syarat. Kongres luar biasa, kata dia, bukan syarat untuk pencabutan pembekuan. "KLB adalah komitmen bersama yang harus dikawal, pemerintah akan selalu mengawasi proses itu," ujarnya.
Imam mengeluarkan surat keputusannya pembekuan PSSI pada 17 April 2015. Namun, pada Februari 2016, Presiden Joko WIdodo meminta Imam untuk mengkaji ulang pembekuan tersebut. Alhasil, Imam mencabut pembekuan PSSI tersebut.
Editor : tagor
Sumber : tempo
KLB, kata Budiarto, diselenggarakan untuk menunjuk kembali ketua umum dan rezim baru. Menurut dia, pergantian rezim diperlukan agar PSSI tidak mengulang pemasalahan yang sama. Permasalahan tersebut di antaranya pengaturan skor, tata kelola organisasi yang buruk serta laporan keuangan yang tertutup.
Terkait dengan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mataliti yang berstatus buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang, Budiarto menganggap keberlangsungan KLB dan PSSI berada di tangan klub.
"Sekarang kuncinya ada di klub. Kalau klub tidak berani, dan tidak mencapai dua per tiga suara, jadi koloni FIFA saja," kata dia.
Pembekuan selama setahun, kata dia, dapat dijadikan refleksi untuk membentuk tata kelola yang baik. Selain itu pemerintah, meskipun kalah secara hukum, punya peran untuk mengontrol PSSI secara politis. "Setahun, ternyata tanpa PSSI, turnamen sepak bola cukup bagus, berjalan baik, dan bergairah," kata dia.
Selasa kemarin, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mencabut pembekuan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia secara resmi. Imam berdalih pencabutan pembekuan tersebut dilakukan untuk menghargai putusan Mahkamah Agung dan menghargai komitmen FIFA.
"Ini untuk komitmen besar mengubah persepakbolaan Indonesia," kata Imam, Selasa kemarin.
Imam juga menyatakan pencabutan pembekuan ini tanpa syarat. Kongres luar biasa, kata dia, bukan syarat untuk pencabutan pembekuan. "KLB adalah komitmen bersama yang harus dikawal, pemerintah akan selalu mengawasi proses itu," ujarnya.
Imam mengeluarkan surat keputusannya pembekuan PSSI pada 17 April 2015. Namun, pada Februari 2016, Presiden Joko WIdodo meminta Imam untuk mengkaji ulang pembekuan tersebut. Alhasil, Imam mencabut pembekuan PSSI tersebut.
Editor : tagor
Sumber : tempo
Tidak ada komentar