Hamid 36 Tahun Setia Jadi Tenaga Honorer di Pemkot Bekasi
LINTAS PUBLIK, SEBELUM Kota Bekasi terbentuk pada 20 April 1982, Hamid Majid sudah bekerja di Kantor Satpol PP Kabupaten Bekasi. Sampai ia mengundurkan diri 5 tahun lalu, status kepegawaiannya masih sebagai tenaga kerja kontrak (TKK).
Kini, setelah Kota Bekasi memasuki usai kepala tiga dan terus bersolek menjadi kota metropolitan, Hamid Majid, 64, tetap setia bekerja di lingkungan Pemkot Bekasi.
“Alhamdulillah, saya masih setia meski kini hanya membantu perparkiran. Saya keluar dari anggota Satpol PP 2011 silam,” ucapnya.
Selama lebih 36 tahun mengabdi, boleh jadi dia merupakan salah satu saksi sejarah perkembangan Kota Bekasi. Meski hanya menjadi pegawai honor, pria yang rambutnya sudah memutih ini tampak bersemangat menceritakan semua pejabat baik yang pernah menjadi atasannya atau bukan.
Sebagian pejabat itu ada yang peduli dengan pegawai rendahan seperti dirinya, tapi banyak pula yang terkesan cuek, serakah, dan mementingkan kelompoknya. Bekas atasanya itu bahkan ada menjamin anak buahnya yang masih honor dapat menjadi PNS dengan syarat memberikan sejumlah uang.
Tak heran, banyak teman seangkatannya untuk diangkat menjadi PNS harus mengutang, mencari uang demi memuluskan menjadi aparatur pemerintahan sipil. “Bagi saya, lebih mulia bekerja tanpa harus menyogok demi menjadi PNS. Apa artinya jabatan dan harta jika didapat dengan tidak halal?” ucapnya.
Tak heran hingga keluar sebagai abdi negara, dia tetap menjadi TKK. Ayah dari tujuh anak ini sangat yakin jika rejeki sudah ada yang mengatur. “Selalu saja ada pertolongan. Bukan harta yang banyak, tetapi bagaimana rejeki itu cukup dan berkah,” katanya.
Saat masuk menjadi pegawai, Hamid hanya mendapat honor Rp31.000 per bulan. Honor itu harus diatur sedemikian rupa agar bisa cukup sebulan bersama keluarga. “Allah SWT yang mengatur,” ucapnya.
Karena yakin dan tahu Allah SWT yang mengatur kehidupan ini, maka saat dia diminta membantu mengatur parkir kendaraan di halaman parkir Kantor Pemkot Bekasi, Hamid tak pernah neko-neko. “Jujur dan ikhlas. Insya Allah, itu prinsip pekerjaan yang selalu saya pegang,” katanya.
Sebab itu, dia tak penah mengeluh atau meminta sesuatu kepada pengendara usai memarkir kendaraannya. Namun dia tak akan pernah menolak jika diberi rejeki. “Rejeki harus dicari dan dijemput, pemberian itu salah satu rejeki yang harus dijemput. Artinya harus kita terima,” katanya tersenyum.
TAK DIGAJI
Selama hampir lima tahun menjadi petugas parkir itu, Hamid mengaku tidak resmi digaji. Padahal, setiap hari dia harus mengeluarkan uang sedikitnya Rp40.000 untuk transport pulang dan pergi. Saban hari dia harus naik angkot sejauh 40 Km dari rumahnya di desa Cibogo, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi ke Kantor Pemkot Bekasi.
Dia berangkat usai salat subuh dan tiba di rumahnya menjelang salat isya. “Alhamdulillah, selalu saja nemu rejeki itu untuk ongkos pulang dan pergi buat besok harinya. Saya kami hanya mencari keberkahan hidup aja,” ujarnya.
Editor : tagor
Sumber : poskota
Kini, setelah Kota Bekasi memasuki usai kepala tiga dan terus bersolek menjadi kota metropolitan, Hamid Majid, 64, tetap setia bekerja di lingkungan Pemkot Bekasi.
Hamid Majid, petugas parkir Pemkot Bekasi. |
Selama lebih 36 tahun mengabdi, boleh jadi dia merupakan salah satu saksi sejarah perkembangan Kota Bekasi. Meski hanya menjadi pegawai honor, pria yang rambutnya sudah memutih ini tampak bersemangat menceritakan semua pejabat baik yang pernah menjadi atasannya atau bukan.
Sebagian pejabat itu ada yang peduli dengan pegawai rendahan seperti dirinya, tapi banyak pula yang terkesan cuek, serakah, dan mementingkan kelompoknya. Bekas atasanya itu bahkan ada menjamin anak buahnya yang masih honor dapat menjadi PNS dengan syarat memberikan sejumlah uang.
Tak heran, banyak teman seangkatannya untuk diangkat menjadi PNS harus mengutang, mencari uang demi memuluskan menjadi aparatur pemerintahan sipil. “Bagi saya, lebih mulia bekerja tanpa harus menyogok demi menjadi PNS. Apa artinya jabatan dan harta jika didapat dengan tidak halal?” ucapnya.
Tak heran hingga keluar sebagai abdi negara, dia tetap menjadi TKK. Ayah dari tujuh anak ini sangat yakin jika rejeki sudah ada yang mengatur. “Selalu saja ada pertolongan. Bukan harta yang banyak, tetapi bagaimana rejeki itu cukup dan berkah,” katanya.
Saat masuk menjadi pegawai, Hamid hanya mendapat honor Rp31.000 per bulan. Honor itu harus diatur sedemikian rupa agar bisa cukup sebulan bersama keluarga. “Allah SWT yang mengatur,” ucapnya.
Karena yakin dan tahu Allah SWT yang mengatur kehidupan ini, maka saat dia diminta membantu mengatur parkir kendaraan di halaman parkir Kantor Pemkot Bekasi, Hamid tak pernah neko-neko. “Jujur dan ikhlas. Insya Allah, itu prinsip pekerjaan yang selalu saya pegang,” katanya.
Sebab itu, dia tak penah mengeluh atau meminta sesuatu kepada pengendara usai memarkir kendaraannya. Namun dia tak akan pernah menolak jika diberi rejeki. “Rejeki harus dicari dan dijemput, pemberian itu salah satu rejeki yang harus dijemput. Artinya harus kita terima,” katanya tersenyum.
TAK DIGAJI
Selama hampir lima tahun menjadi petugas parkir itu, Hamid mengaku tidak resmi digaji. Padahal, setiap hari dia harus mengeluarkan uang sedikitnya Rp40.000 untuk transport pulang dan pergi. Saban hari dia harus naik angkot sejauh 40 Km dari rumahnya di desa Cibogo, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi ke Kantor Pemkot Bekasi.
Dia berangkat usai salat subuh dan tiba di rumahnya menjelang salat isya. “Alhamdulillah, selalu saja nemu rejeki itu untuk ongkos pulang dan pergi buat besok harinya. Saya kami hanya mencari keberkahan hidup aja,” ujarnya.
Editor : tagor
Sumber : poskota
Tidak ada komentar