Jokowi: Jangan Ada yang Bermain-main dengan Uang Rakyat
LINTAS PUBLIK - JAKARTA , Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)mengungkap sebanyak 56 kementerian/lembaga (KL) meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Jumlah ini menurun dibandingkan dengan tahun 2014 di mana terdapat 62 kementerian/lembaga meraih WTP.
Adapun, laporan keuangan pada tahun ini, sebanyak 26 kementerian/lembaga meraih predikat wajar dengan pengecualian (WDP) dan sebanyak empat kementerian/lembaga meraih predikat disclaimer.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kepada semua jajaran instansi pemerintah agar lebih seksama menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Uang rakyat harus digunakan dengan tepat.
"Saya tegaskan KL (Kementerian dan Lembaga) berbenah dan jangan ada yang bermain-main dengan uang rakyat," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/6/2016).
Empat KL tersebut adalah Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Pemuda Olahraga (Kemenpora), TVRI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Bukan pada predikat yang diraih, tapi sebagai momentum perbaikan dan pembenahan, jadi PR untuk tingkatkan akuntabilitas keuangan negara. Kita harus bekerja lebih keras, karena esensi dari akuntabilitas adalah tanggung jawab moral terhadap konstitusional dan kepada rakyat," tegas Jokowi.
"Supaya diingat-ingat, tahun yang akan datang tidak seperti itu lagi. Ini harus kami terima sebagai momentum perbaikan, pembenahan. Hasil pemeriksaan BPK ini jadi PR, meningkatkan akuntabilitas keuangan negara," ujar dia.
Presiden juga meminta kementerian/lembaga yang meraih predikat wajar dengan pengecualian (WDP) dan disclaimer untuk segera memperbaiki tata keuangannya dengan melaksanakan rekomendasi BPK.
"Saya mengajak seluruh kementerian dan lembaga nonkementerian untuk memperbaiki, berbenah, membangun tata kelola keuangan yang transparan, mempertanggungjawabkan uang rakyat dengan sebaik-baiknya," kata Jokowi mengingatkan.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga merilis enam masalah keuangan Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian.
Ketua BPK, Harry Azhar Aziz mengungkapkan masalah pertama yaitu mengenai investasi permanen Penyertaan Modal Negara (PMN) per Desember 2015 sebesar Rp 1.800,93 triliun.
"Dari nilai investasi permanen tersebut, sebesar Rp 848,38 triliun merupakan PMN pada PT PLN," kata Harry.
Harry mengatakan pihaknya juga belum bisa menentukan penyesuaian angka terkait nilai PMN lantaran PLN melakukan pengubahan kebijakan akuntansinya dengan tidak menerapkan ISAK 8.
Penetapan harga jual solar eceran bersubsidi menjadi permasalahan kedua yang dilihat BPK lantaran penetapan harganya lebih tinggi dari harga dasar, termasuk pajak dikurangi subsisi tetap, sehingga membebani konsumen.
Piutang bukan pajak sebesar Rp 1,82 triliun dari uang pengganti perkara Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan RI menjadi masalah keuangan yang ketiga menurut BPK.
"Sebesar Rp 33,94 miliar dan 206,87 juta dolar AS dari Iuran Tetap, Royalti, dan PHT pada Kementerian ESDM tidak didukung dokumen sumber yang memadai, serta Rp 101,34 miliar tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar," kata Harry.
Masalah keempat, BPK melihat ada permasalahan pada persediaan pada Kementerian Pertahanan sebesar Rp 2,49 triliun belum sepenuhnya didukung penatausahaan, pencatatan, konsolidasi, dan rekonsiliasi barang milik negara yang memadai.
Kemudian, persediaan untuk diserahkan ke masyarakat pada Kementerian Pertanian sebesar Rp 2,33 triliun belum dapat dijelaskan status penyerahannya.
"Kelima, pencatatan dan penyajian catatan dan fisik saldo anggaran lebih (SAL) tidak akurat, sehingga kewajaran transaksi dan atau saldo terkait SAL sebesar Rp 6,60 triliun tidak dapat diyakini," ujar Harry.
Masalah keenam, Harry mengungkapkan ada koreksi-koreksi pemerintah yang mengurangi nilai ekuitan sebesar Rp 96,53 triliun dan transaksi antar entitas sebesar Rp 53,34 triliun, tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.
Editor : tagor
Sumber : tribun
Adapun, laporan keuangan pada tahun ini, sebanyak 26 kementerian/lembaga meraih predikat wajar dengan pengecualian (WDP) dan sebanyak empat kementerian/lembaga meraih predikat disclaimer.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kepada semua jajaran instansi pemerintah agar lebih seksama menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Uang rakyat harus digunakan dengan tepat.
Presiden Jokowi saat diwawancarai Rabu (1/6/2c016) di PLTu Air Anyir Merawang. |
Empat KL tersebut adalah Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Pemuda Olahraga (Kemenpora), TVRI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Bukan pada predikat yang diraih, tapi sebagai momentum perbaikan dan pembenahan, jadi PR untuk tingkatkan akuntabilitas keuangan negara. Kita harus bekerja lebih keras, karena esensi dari akuntabilitas adalah tanggung jawab moral terhadap konstitusional dan kepada rakyat," tegas Jokowi.
"Supaya diingat-ingat, tahun yang akan datang tidak seperti itu lagi. Ini harus kami terima sebagai momentum perbaikan, pembenahan. Hasil pemeriksaan BPK ini jadi PR, meningkatkan akuntabilitas keuangan negara," ujar dia.
Presiden juga meminta kementerian/lembaga yang meraih predikat wajar dengan pengecualian (WDP) dan disclaimer untuk segera memperbaiki tata keuangannya dengan melaksanakan rekomendasi BPK.
"Saya mengajak seluruh kementerian dan lembaga nonkementerian untuk memperbaiki, berbenah, membangun tata kelola keuangan yang transparan, mempertanggungjawabkan uang rakyat dengan sebaik-baiknya," kata Jokowi mengingatkan.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga merilis enam masalah keuangan Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian.
Ketua BPK, Harry Azhar Aziz mengungkapkan masalah pertama yaitu mengenai investasi permanen Penyertaan Modal Negara (PMN) per Desember 2015 sebesar Rp 1.800,93 triliun.
"Dari nilai investasi permanen tersebut, sebesar Rp 848,38 triliun merupakan PMN pada PT PLN," kata Harry.
Harry mengatakan pihaknya juga belum bisa menentukan penyesuaian angka terkait nilai PMN lantaran PLN melakukan pengubahan kebijakan akuntansinya dengan tidak menerapkan ISAK 8.
Penetapan harga jual solar eceran bersubsidi menjadi permasalahan kedua yang dilihat BPK lantaran penetapan harganya lebih tinggi dari harga dasar, termasuk pajak dikurangi subsisi tetap, sehingga membebani konsumen.
Piutang bukan pajak sebesar Rp 1,82 triliun dari uang pengganti perkara Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan RI menjadi masalah keuangan yang ketiga menurut BPK.
"Sebesar Rp 33,94 miliar dan 206,87 juta dolar AS dari Iuran Tetap, Royalti, dan PHT pada Kementerian ESDM tidak didukung dokumen sumber yang memadai, serta Rp 101,34 miliar tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar," kata Harry.
Masalah keempat, BPK melihat ada permasalahan pada persediaan pada Kementerian Pertahanan sebesar Rp 2,49 triliun belum sepenuhnya didukung penatausahaan, pencatatan, konsolidasi, dan rekonsiliasi barang milik negara yang memadai.
Kemudian, persediaan untuk diserahkan ke masyarakat pada Kementerian Pertanian sebesar Rp 2,33 triliun belum dapat dijelaskan status penyerahannya.
"Kelima, pencatatan dan penyajian catatan dan fisik saldo anggaran lebih (SAL) tidak akurat, sehingga kewajaran transaksi dan atau saldo terkait SAL sebesar Rp 6,60 triliun tidak dapat diyakini," ujar Harry.
Masalah keenam, Harry mengungkapkan ada koreksi-koreksi pemerintah yang mengurangi nilai ekuitan sebesar Rp 96,53 triliun dan transaksi antar entitas sebesar Rp 53,34 triliun, tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.
Editor : tagor
Sumber : tribun
Tidak ada komentar