Tito Karnavian dan Langkah Mulusnya Menuju Trunojoyo-1...
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Langkah calon tunggal Kepala Kepolisian RI Komjen Pol Tito Karnavian menduduki kursi Kapolri berjalan mulus.
Uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR yang dijalaninya pada Kamis (23/6/2016) kemarin, berlangsung lancar, tanpa hambatan.
Secara aklamasi, seluruh fraksi di Komisi III DPR menyetujui Tito melenggang ke Trunojoyo, Markas Besar Kepolisian RI.
BACA JUGA Ini Profile Calon Kapolri, Tito Alumni Akpol 1987
Ia akan memimpin Korps Bhayangkara menggantikan Jenderal Badrodin Haiti yang memasuki masa pensiun pada akhir Juli 2016 mendatang.
Para anggota Komisi III DPR puas mendengar jawaban-jawaban dan paparan Tito terkait berbagai hal.
Anggota DPR menyoroti upaya reformasi di internal Polri, rendahnya kesejahteraan polisi, hingga hubungan dengan lembaga lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan TNI.
Rekam jejak
Ada tiga pertanyaan yang berkaitan langsung dengan rekam jejak Tito selama bertugas di kepolisian.
Pertanyaan yang paling sering diajukan mengenai penanganan terorisme yang diduga melanggar HAM. saat ia menjabat sebagai Kepala Densus 88.
Ada pula pertanyaan mengenai nama Tito yang disebut dalam rekaman percakapan kasus pencatutan nama Presiden.
Ketua DPR saat itu, Setya Novanto bersama pengusaha minyak Riza Chalid menyebut Tito, ketika menjabat Kapolda Papua, berjasa memenangkan Jokowi pada Pilpres 2014.
Pertanyaan terakhir yang juga diajukan yakni soal isu aliran dana dari terpidana kasus pencucian uang dan pembalakan liar, Labora Sitorus.
1. Terorisme dan pelanggaran HAM
Tito menolak jika polisi dianggap melanggar hak asasi manusia dalam penanganan terorisme. Dalam catatan, sebanyak 121 terduga teroris teroris dalam operasi yang dilakukan kepolisian.
Ia menjelaskan, pihaknya ingin membawa para tersangka teroris ke pengadilan untuk diadili. Namun, polisi terkadang terpaksa melakukan tindakan yang mengakibatkan tewasnya para terduga teroris.
Jika tidak, nyawa polisi dan masyarakat yang menjadi ancaman.
"Pada saat yang bersangkutan mau ditangkap, mereka membahayakan petugas atau masyarakat umum," kata Tito.
Tito mencontohkan, serangan kelompok teroris di kawasan Sarinah, Jakarta, pada Januari 2016.
Ia mengatakan, dengan membawa senjata api dan bom, tidak mungkin para pelaku diminta tidak menembak, tidak meledakkan bom, dan menyerahkan diri.
"Ketika terjadi ancaman seketika yang membahayakan petugas dan masyarakat, maka dipikiran kami cuma satu bagaimana menghentikan ancaman itu," kata dia.
Tito juga menekankan bahwa para teroris sudah siap mati sehingga bersedia melakukan aksi bom bunuh diri.
Menurut dia, pemahaman itu dinyatakan oleh 500 orang yang pernah diwawancarainya.
"Bagi mereka membunuh aparat, orang kafir itu pahala. Kalau terbunuh langsung masuk surga," kata dia.
Tito mengatakan, untuk serangan di Sarinah, bisa saja pelaku menaruh bom di kedai kopi Starbucks dan meledakkan lewat remote.
Begitu pula bom di sekitar Kedutaan Besar Australia pada 2004. Pelaku bisa saja memarkir mobil di jalanan depan Kedubes Australia dan meledakkan lewat remote.
Namun, dalam dua serangan tersebut, pelaku memilih bunuh diri.
Bahkan, kata Tito, ada tersangka teroris yang menangis ketika ditangkap tanpa sempat melawan.
Pasalnya, pelaku meyakini akan masuk surga jika melawan aparat. Ia juga mencontohkan kasus Siyono, yang tewas karena melakukan perlawanan saat ditangkap.
"Sebanyak 121 orang ini sama persoalannya. Berhadapan dengan ini, kami enggak mau ambil risiko," kata Tito.
Dalam paparannya, Tito juga meminta publik tidak hanya melihat jumlah terduga teroris yang tewas.
Ia menyebutkan, ada lebih dari 900 orang tersangka teroris yang ditangkap dalam keadaan hidup.
Ia juga mengingatkan, ada polisi dan masyarakat yang tewas dalam operasi pemberantasan terorisme.
"Polisi 26 orang tewas, masyarakat lebih dari 1000 orang tewas," kata Tito.
BACA JUGA Ini Empat Hal yang Jadi Prioritas Tito Karnavian
2. Isu dukungan kepada Jokowi
Tito membantah dirinya mengumpulkan suara warga Papua untuk memilih Jokowi saat kampanye Pemilihan Presiden 2014.
Menurut dia, Jokowi menang di Papua karena dua kali melakukan kunjungan ke sana.
"Karakternya orang Papua, siapa yang datang, dia yang dapat," ujar Tito.
Ia menilai, Jokowi berhasil menarik hati warga Papua ketika memperkenalkan istrinya, Iriana Widodo.
Saat itu, Jokowi mengatakan bahwa nama istrinya diadaptasi dari "Irian" karena kakeknya pernah menjadi guru di Irian Jaya.
"Itu kan membuat hati masyarakat jadi suka. Kami lihat dari calon lain baik Prabowo atau Hatta saat kampanye tidak ada yang ke sana," kata Tito.
Tito memastikan tak ada kecurangan saat Pilpres di Papua. Semua sistem penghitungannya dipantau secara online untuk meminimalisir kecurangan.
Di masing-masing tempat pemungutan suara, saksi dari perwakilan seluruh partai hadir.
"Sehingga hampir tidak mungkin ada intervensi macam-macam. Saya tegaskan, polisi-polisi Polda Papua objektif," kata Tito.
BACA JUGA Lapor ke Polisi Berbelit-belit, Mereka Pilih Curhat di Media Sosial
3. Rumor terima suap dari Labora Sitorus
Tito juga diminta mengklarifikasi rumor bahwa ia relah menerima uang dari Aiptu Labora Sitorus.
Ia membantah hal tersebut. Tito mengatakan, ia justru mencopot Kapolres Raja Ampat saat itu yang mencoba menyuapnya agar dimutasi menjadi Kapolres Sorong.
Menurut Tito, uang yang digunakan mantan Kapolres itu untuk menyuap, memang berasal dari Labora.
"Yang bersangkutan (Labora) beri uang ke Kapolres karena pinjam uang untuk urus jadi Kapolres Sorong. Tapi tidak pernah diberikan ke saya," ujar Tito.
Tito mengatakan, ia melarang Kapolres manapun memberikan sesuatu dalam bentuk apapun kepadanya.
Jika nekat memberi barang atau uang dengan maksud tertentu, ia menegaskan, akan mencopot pejabat tersebut.
Hal itu yang dilakukan Tito terhadap Kapolres Raja Ampat. Pencopotan itu dilakukan setelah ia memeriksa dan ada pengakuan dari yang bersangkutan.
"Ada itikad buruk itu. Jangankan jadi Kapolres Sorong, saya copot jadi staf di Polda bagian perawatan," ujar Tito.
Laporan demi laporan terkait Labora, lanjut Tito, selalu ditindaklanjuti oleh Polda Papua dan Polri.
Tito mengatakan, pernah ada informasi Labora mengalirkan dana ke 17 rekening anggota Polri.
Seluruh anggota tersebut langsung diperiksa Divisi Propam Polri dan dikenakan sanksi berupa demosi atau mutasi ke satuan lain.
Informasi lainnya, Labora memberikan uang kepada Kapolda Papua pada Maret, Agustus, dan November 2013. Saat itu, Tito belum menjabat sebagai Kapolda Papua.
"Saya jadi Kapolda sejak September 2013 sehingga yang bulan Maret dan Agustus saya tidak tahu karena bukan jabatan saya," kata Tito.
Sempurna
Seusai menjawab beragam pertanyaan anggota Komisi III selama sekitar satu jam, jawaban-jawaban yang dilontarkan Tito atas pertanyaan para anggota Komisi III melengkapi rangkaian uji kelayakan sebelumnya yang sudah berjalan mulus.
Komisi III sebelumnya juga telah mengundang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk meminta masukan soal rekam jejak Tito.
Hasilnya, Tito bersih dari tindak pidana korupsi, transaksi mencurigakan, dan catatan hitam dalam rekam jejaknya.
Komisi III DPR juga sudah berkunjung ke kediaman Tito Karnavian untuk mengecek kehidupan dan latar belakang keluarganya.
Komisi III menyimpulkan keluarga Tito adalah keluarga yang sederhana dan harmonis.
Keberhasilan Tito memimpin keluarganya dianggap bisa menjadi cerminan saat Tito memimpin Polri kedepan.
Pada akhirnya, seluruh perwakilan Fraksi Komisi III pun menyetujui Tito kursi Trunojoyo 1.
"Komisi III DPR memutuskan menyetujui surat Presiden dan secara aklamasi mengangkat Komisaris Jenderal Tito Karnavian sebagai kapolri dan memberhentikan Jenderal (Pol) Barodin Haiti," kata Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo.
Keputusan Komisi III ini selanjutnya akan dibawa ke rapat paripurna DPR pada Senin pekan depan.
Setelah disetujui di paripurna, Tito akan dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Kapolri.
Penulis : franki
Editor : tagor
Uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR yang dijalaninya pada Kamis (23/6/2016) kemarin, berlangsung lancar, tanpa hambatan.
Secara aklamasi, seluruh fraksi di Komisi III DPR menyetujui Tito melenggang ke Trunojoyo, Markas Besar Kepolisian RI.
BACA JUGA Ini Profile Calon Kapolri, Tito Alumni Akpol 1987
Calon tunggal Kapolri Komjen Pol Tito Karnavian sebelum mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI, Kamis (23/6/2016). |
Para anggota Komisi III DPR puas mendengar jawaban-jawaban dan paparan Tito terkait berbagai hal.
Anggota DPR menyoroti upaya reformasi di internal Polri, rendahnya kesejahteraan polisi, hingga hubungan dengan lembaga lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan TNI.
Rekam jejak
Ada tiga pertanyaan yang berkaitan langsung dengan rekam jejak Tito selama bertugas di kepolisian.
Pertanyaan yang paling sering diajukan mengenai penanganan terorisme yang diduga melanggar HAM. saat ia menjabat sebagai Kepala Densus 88.
Ada pula pertanyaan mengenai nama Tito yang disebut dalam rekaman percakapan kasus pencatutan nama Presiden.
Ketua DPR saat itu, Setya Novanto bersama pengusaha minyak Riza Chalid menyebut Tito, ketika menjabat Kapolda Papua, berjasa memenangkan Jokowi pada Pilpres 2014.
Pertanyaan terakhir yang juga diajukan yakni soal isu aliran dana dari terpidana kasus pencucian uang dan pembalakan liar, Labora Sitorus.
1. Terorisme dan pelanggaran HAM
Tito menolak jika polisi dianggap melanggar hak asasi manusia dalam penanganan terorisme. Dalam catatan, sebanyak 121 terduga teroris teroris dalam operasi yang dilakukan kepolisian.
Ia menjelaskan, pihaknya ingin membawa para tersangka teroris ke pengadilan untuk diadili. Namun, polisi terkadang terpaksa melakukan tindakan yang mengakibatkan tewasnya para terduga teroris.
Jika tidak, nyawa polisi dan masyarakat yang menjadi ancaman.
"Pada saat yang bersangkutan mau ditangkap, mereka membahayakan petugas atau masyarakat umum," kata Tito.
Tito mencontohkan, serangan kelompok teroris di kawasan Sarinah, Jakarta, pada Januari 2016.
Ia mengatakan, dengan membawa senjata api dan bom, tidak mungkin para pelaku diminta tidak menembak, tidak meledakkan bom, dan menyerahkan diri.
"Ketika terjadi ancaman seketika yang membahayakan petugas dan masyarakat, maka dipikiran kami cuma satu bagaimana menghentikan ancaman itu," kata dia.
Tito juga menekankan bahwa para teroris sudah siap mati sehingga bersedia melakukan aksi bom bunuh diri.
Menurut dia, pemahaman itu dinyatakan oleh 500 orang yang pernah diwawancarainya.
"Bagi mereka membunuh aparat, orang kafir itu pahala. Kalau terbunuh langsung masuk surga," kata dia.
Tito mengatakan, untuk serangan di Sarinah, bisa saja pelaku menaruh bom di kedai kopi Starbucks dan meledakkan lewat remote.
Begitu pula bom di sekitar Kedutaan Besar Australia pada 2004. Pelaku bisa saja memarkir mobil di jalanan depan Kedubes Australia dan meledakkan lewat remote.
Namun, dalam dua serangan tersebut, pelaku memilih bunuh diri.
Bahkan, kata Tito, ada tersangka teroris yang menangis ketika ditangkap tanpa sempat melawan.
Pasalnya, pelaku meyakini akan masuk surga jika melawan aparat. Ia juga mencontohkan kasus Siyono, yang tewas karena melakukan perlawanan saat ditangkap.
"Sebanyak 121 orang ini sama persoalannya. Berhadapan dengan ini, kami enggak mau ambil risiko," kata Tito.
Dalam paparannya, Tito juga meminta publik tidak hanya melihat jumlah terduga teroris yang tewas.
Ia menyebutkan, ada lebih dari 900 orang tersangka teroris yang ditangkap dalam keadaan hidup.
Ia juga mengingatkan, ada polisi dan masyarakat yang tewas dalam operasi pemberantasan terorisme.
"Polisi 26 orang tewas, masyarakat lebih dari 1000 orang tewas," kata Tito.
BACA JUGA Ini Empat Hal yang Jadi Prioritas Tito Karnavian
2. Isu dukungan kepada Jokowi
Tito membantah dirinya mengumpulkan suara warga Papua untuk memilih Jokowi saat kampanye Pemilihan Presiden 2014.
Menurut dia, Jokowi menang di Papua karena dua kali melakukan kunjungan ke sana.
"Karakternya orang Papua, siapa yang datang, dia yang dapat," ujar Tito.
Ia menilai, Jokowi berhasil menarik hati warga Papua ketika memperkenalkan istrinya, Iriana Widodo.
Saat itu, Jokowi mengatakan bahwa nama istrinya diadaptasi dari "Irian" karena kakeknya pernah menjadi guru di Irian Jaya.
"Itu kan membuat hati masyarakat jadi suka. Kami lihat dari calon lain baik Prabowo atau Hatta saat kampanye tidak ada yang ke sana," kata Tito.
Tito memastikan tak ada kecurangan saat Pilpres di Papua. Semua sistem penghitungannya dipantau secara online untuk meminimalisir kecurangan.
Di masing-masing tempat pemungutan suara, saksi dari perwakilan seluruh partai hadir.
"Sehingga hampir tidak mungkin ada intervensi macam-macam. Saya tegaskan, polisi-polisi Polda Papua objektif," kata Tito.
BACA JUGA Lapor ke Polisi Berbelit-belit, Mereka Pilih Curhat di Media Sosial
3. Rumor terima suap dari Labora Sitorus
Tito juga diminta mengklarifikasi rumor bahwa ia relah menerima uang dari Aiptu Labora Sitorus.
Ia membantah hal tersebut. Tito mengatakan, ia justru mencopot Kapolres Raja Ampat saat itu yang mencoba menyuapnya agar dimutasi menjadi Kapolres Sorong.
Menurut Tito, uang yang digunakan mantan Kapolres itu untuk menyuap, memang berasal dari Labora.
"Yang bersangkutan (Labora) beri uang ke Kapolres karena pinjam uang untuk urus jadi Kapolres Sorong. Tapi tidak pernah diberikan ke saya," ujar Tito.
Tito mengatakan, ia melarang Kapolres manapun memberikan sesuatu dalam bentuk apapun kepadanya.
Jika nekat memberi barang atau uang dengan maksud tertentu, ia menegaskan, akan mencopot pejabat tersebut.
Hal itu yang dilakukan Tito terhadap Kapolres Raja Ampat. Pencopotan itu dilakukan setelah ia memeriksa dan ada pengakuan dari yang bersangkutan.
"Ada itikad buruk itu. Jangankan jadi Kapolres Sorong, saya copot jadi staf di Polda bagian perawatan," ujar Tito.
Laporan demi laporan terkait Labora, lanjut Tito, selalu ditindaklanjuti oleh Polda Papua dan Polri.
Tito mengatakan, pernah ada informasi Labora mengalirkan dana ke 17 rekening anggota Polri.
Seluruh anggota tersebut langsung diperiksa Divisi Propam Polri dan dikenakan sanksi berupa demosi atau mutasi ke satuan lain.
Informasi lainnya, Labora memberikan uang kepada Kapolda Papua pada Maret, Agustus, dan November 2013. Saat itu, Tito belum menjabat sebagai Kapolda Papua.
"Saya jadi Kapolda sejak September 2013 sehingga yang bulan Maret dan Agustus saya tidak tahu karena bukan jabatan saya," kata Tito.
Sempurna
Seusai menjawab beragam pertanyaan anggota Komisi III selama sekitar satu jam, jawaban-jawaban yang dilontarkan Tito atas pertanyaan para anggota Komisi III melengkapi rangkaian uji kelayakan sebelumnya yang sudah berjalan mulus.
Komisi III sebelumnya juga telah mengundang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk meminta masukan soal rekam jejak Tito.
Hasilnya, Tito bersih dari tindak pidana korupsi, transaksi mencurigakan, dan catatan hitam dalam rekam jejaknya.
Komisi III DPR juga sudah berkunjung ke kediaman Tito Karnavian untuk mengecek kehidupan dan latar belakang keluarganya.
Komisi III menyimpulkan keluarga Tito adalah keluarga yang sederhana dan harmonis.
Keberhasilan Tito memimpin keluarganya dianggap bisa menjadi cerminan saat Tito memimpin Polri kedepan.
Pada akhirnya, seluruh perwakilan Fraksi Komisi III pun menyetujui Tito kursi Trunojoyo 1.
"Komisi III DPR memutuskan menyetujui surat Presiden dan secara aklamasi mengangkat Komisaris Jenderal Tito Karnavian sebagai kapolri dan memberhentikan Jenderal (Pol) Barodin Haiti," kata Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo.
Keputusan Komisi III ini selanjutnya akan dibawa ke rapat paripurna DPR pada Senin pekan depan.
Setelah disetujui di paripurna, Tito akan dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Kapolri.
Penulis : franki
Editor : tagor
Tidak ada komentar