10 Napi Gagal Dieksekusi, Jaksa Agung Siap Bertanggung-jawab
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Akhirnya, Jaksa Agung HM Prasetyo buka suara soal gagalnya eksekusi terhadap 10 terpidana (Napi), di Lapangan Tambak Nimus Buntu, Nusakambangan, Cilacap, Jumat (29/7/2016).
“Dari penelitian mendalam, ternyata dari aspek yuridis dan aspek non yuridis hanya empat terpidana yang memenuhi syarat untuk dieksekusi. Kita tidak mau dari aspek itu ada yang terlanggar,” kata Prasetyo, di Kejaksaan Agung, Jumat (29/7/2016).
Namun, Prasetyo enggan mengungkapkan secara detil alasan non-yuridis sehingga tim eksekutor dari empat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta, Banten, Sumatera Utara dan Kepualauan Riau (Kepri), tidak mengeksekusi 10 napi lainnya.
TIDAK SPESIFIK
“Saya sudah katakan, semua hal baik yuridis maupun non yuridis, kami perhatikan. Tidak boleh spesifik seperti itu,” jawab Prasetyo menyoal tentang surat Mantan Presiden BJ Habibie kepada Presiden Jokowi.
Dalam surat Habibie, disebutkan terpidana mati Zulfiqar asal Pakistan hanya korban dan tuntutan pidana mati hanya berdasar pengakuan terpidana mati Gurdip Singh dari India.
Menurut dia, putusan penundaan eksekusi tidak dilakukan begitu saja, tapi dari pembahasan bersama secara komprehensif dan detil antara unsur-unsur terkait di daerah, seperti Kapolda, Konsuler (Perwakilan Asing yang ditempatkan di Indonesia).
“Saya terima laporan ini dari Jampidum (Jaksa Agung Muda Pidana Umum), Jumat dini hari, di lapangan, yang hadir dan memimpin langsung eksekusi, di Nusakambangan, Jumat dini hari, sesaat sebelum eksekusi” ujarnya.
Meski begitu, mantan Jampidum ini tidak menepis kalau himbauan agar eksekusi mati dihentikan, tapi kalau tekanan tidak ada.
“Kita harus menghormati kedaulatan hukum negara kita. Bahkan tidak hanya dari negara-negara yang WNA-nya dieksekusi. Saya dengar ada dari Inggris juga. Mereka harus menghormati kedaulatan hukum kita, begitu pula sebaliknya.”
Sebelum ini, Kejagung sempat gagal esekusi Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina) dan Serge Areski Atloui (Prancis), karena alasan masih ada masalah hukum lain.
AMBIL TANGGUNG JAWAB
Atas gagalnya eksekusi 10 terpidana mati, Prasetyo mengambil over semua tanggung jawab.
“Saya ambil tanggung jawab sepenuhnya bahwa penangguhan harus dilakukan, ditunda hingga saat yang tepat. Jadi 10 orang lainnya akan ditentukan kemudian.”
Dia menegaskan eksekusi mati tidak akan pernah berhenti selama masih menjadi hukum positif.
Kepada wartawan, Prasetyo tak urung menyampaikan permintaan maaf, terkesan menutup akses, karena dirinya menghendaki eksekusi bejalam tertib aman lancar. “Menghindari tuduhan jaksa eksekutor mensinetronisasi mendramatisasi.”
Editor : tagor
Sumber : poskota
“Dari penelitian mendalam, ternyata dari aspek yuridis dan aspek non yuridis hanya empat terpidana yang memenuhi syarat untuk dieksekusi. Kita tidak mau dari aspek itu ada yang terlanggar,” kata Prasetyo, di Kejaksaan Agung, Jumat (29/7/2016).
Jaksa Agung Prasetyo |
TIDAK SPESIFIK
“Saya sudah katakan, semua hal baik yuridis maupun non yuridis, kami perhatikan. Tidak boleh spesifik seperti itu,” jawab Prasetyo menyoal tentang surat Mantan Presiden BJ Habibie kepada Presiden Jokowi.
Dalam surat Habibie, disebutkan terpidana mati Zulfiqar asal Pakistan hanya korban dan tuntutan pidana mati hanya berdasar pengakuan terpidana mati Gurdip Singh dari India.
Menurut dia, putusan penundaan eksekusi tidak dilakukan begitu saja, tapi dari pembahasan bersama secara komprehensif dan detil antara unsur-unsur terkait di daerah, seperti Kapolda, Konsuler (Perwakilan Asing yang ditempatkan di Indonesia).
“Saya terima laporan ini dari Jampidum (Jaksa Agung Muda Pidana Umum), Jumat dini hari, di lapangan, yang hadir dan memimpin langsung eksekusi, di Nusakambangan, Jumat dini hari, sesaat sebelum eksekusi” ujarnya.
Meski begitu, mantan Jampidum ini tidak menepis kalau himbauan agar eksekusi mati dihentikan, tapi kalau tekanan tidak ada.
“Kita harus menghormati kedaulatan hukum negara kita. Bahkan tidak hanya dari negara-negara yang WNA-nya dieksekusi. Saya dengar ada dari Inggris juga. Mereka harus menghormati kedaulatan hukum kita, begitu pula sebaliknya.”
Sebelum ini, Kejagung sempat gagal esekusi Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina) dan Serge Areski Atloui (Prancis), karena alasan masih ada masalah hukum lain.
AMBIL TANGGUNG JAWAB
Atas gagalnya eksekusi 10 terpidana mati, Prasetyo mengambil over semua tanggung jawab.
“Saya ambil tanggung jawab sepenuhnya bahwa penangguhan harus dilakukan, ditunda hingga saat yang tepat. Jadi 10 orang lainnya akan ditentukan kemudian.”
Dia menegaskan eksekusi mati tidak akan pernah berhenti selama masih menjadi hukum positif.
Kepada wartawan, Prasetyo tak urung menyampaikan permintaan maaf, terkesan menutup akses, karena dirinya menghendaki eksekusi bejalam tertib aman lancar. “Menghindari tuduhan jaksa eksekutor mensinetronisasi mendramatisasi.”
Editor : tagor
Sumber : poskota
Tidak ada komentar