Header Ads

KPPU Harus Waspadai Isu Monopoli Dalam Industri Telekomunikasi

LINTAS PUBLIK - JAKARTA,  Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus mewaspadai isu monopoli dalam industri telekomunikasi yang bergulir. Isu bisa saja digulirkan oleh pihak atau pelaku usaha yang kalah bersaing.

Hal tersebut dipaparkan oleh Dosen senior Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Kurnia Toha. Dia menduga isu monopoli merupakan senjata yang sangat ampuh untuk menjatuhkan lawan usaha, karena publik akan beranggapan pesaing usaha yang dituduhkan benar-benar melakukan praktek tercela tersebut.

ilustrasi

“Saya meminta agar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berhati-hati dalam menyikapi persoalan monopoli yang dituduhkan Indosat Ooredoo terhadap Telkomsel di luar Jawa tersebut,” pinta Kurnia.

Menurut dia, tudingan Indosat Ooredoo terhadap Telkomsel yang melakukan praktek monopoli di luar Jawa bukanlah tuduhan biasa. Tuduhan yang dilontarkan anak usaha Ooredoo tersebut merupakan tudingan serius dan harus dibuktikan oleh KPPU agar tak menjadi preseden buruk bagi iklim usaha dan investasi di Indonesia.

Dia menjelaskan, monopoli atau penguasaan pasar dominan di dalam suatu usaha tidak dilarang oleh UU No 5 tahun 2009 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Artinya, jika ada suatu badan usaha menguasai pangsa pasar lebih dari 50%, itu tidak termasuk yang dilarang di UU No 5 tahun 2009 tersebut.

“Di dalam UU No 5 tahun 2009 jelas tertulis yang dilarang oleh undang-undang adalah pelaku usaha yang melakukan praktek monopoli atau perilaku monopoli. Bukan berapa besar penguasaannya,” papar Kurnia.

Sebab, tujuan persaingan usaha adalah bagaimana menguasai pasar dan menjadi besar. Jika ingin menjadi besar atau menguasai pasar dilarang, tak ada gunanya persaingan usaha dibuat.

“Tugas KPPU membuktikan tudingan tersebut apakah ada pelanggaran atau praktek monopoli seperti yang dituduhkan Indosat kepada Telkomsel. KPPU harus memiliki ketelitian dan kejelian dalam menerima laporan pelanggaran praktek monopoli. Apakah laporan tersebut didukung bukti awal atau tidak. Jika tidak ada bukti itu hanya rumor atau gosip saja,” kata Kurnia.

Di UU No 5 tahun 2009 dijelaskan bagaimana praktek monopoli tersebut dilakukan seperti menentukan harga yang sangat tinggi, menentukan harga yang sangat murah, diskriminasi terhadap pihak-pihak lain yang ingin masuk kedalam pasar.

Selain itu praktek monopoli yang diharamkan dalam UU adalah menghalangi pelaku pesaing untuk berusaha atau masuk dalam suatu wilayah atau pasar, membayar dengan harga yang rendah kepada pemasok atau mengusir pelaku pesaing dari suatu pasar.

Anggota Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DetikNas) Garuda Sugardo mengungkapkan, penguasaan dominan yang dilakukan oleh Telkomsel di luar Jawa merupakan kerja keras anak usaha Telkom selama lebih dari dua dekade ini.

Dia mengungkapkan, lebih dari dua dekade lalu investor dan analis kerap mentertawakan pembangunan jaringan yang dilakukan Telkomsel di Indonesia bagian Timur.

Namun kini keadaan telah berubah. Semua operator termasuk Indosat mengincar pasar luar Jawa dikarenakan average revenue per user (ARPU) yang tinggi.

Hingga saat ini Telkomsel telah membangun tidak kurang dari 116.000 BTS di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 16.000 BTS tidak memiliki nilai ekonomi.

Lebih lanjut Garuda Sugardo menjelaskan, dari lima operator seluler yang beroperasi di Indonesia, hanya Telkomsel yang selalu memenuhi komitmen kebijakan lisensi penyelenggaraan Telekomunikasi (modern licensing) dari Sabang hingga Merauke.

Tidak Etis

Sebelumnya di KompasTekno, Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Alex Rusli membenarkan bahwa foto-foto spanduk Indosat yang menyerang Telkomsel. Menurut dia, kegiatan itu bukan kampanye iklan, melainkan kampanye Below The Line. “Hanya aktivitas akuisisi saja, event di booth,” ujarnya.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Bidang Hukum, I Ketut Prihadi Kresna, berpendapat bahwa spanduk dalam foto kampanye Indosat tidak etis untuk digunakan karena menyebut dan menjatuhkan nama pihak lain.

“Jika hal ini benar iklan, seharusnya Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) bisa menegur atau mengimbau si pembuat iklan,” terang Ketut.


Penulis    : franki
Editor      : tagor

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.