Header Ads

Ombudsman: Sekolah Jual Beli Seragam Sekolah Melanggar Peraturan

LINTAS PUBLIK - SIANTAR, Kepala Ombudsman Sumatera Utara, Abyadi Siregar menyampaikan praktik jual beli seragam yang dilakukan oleh Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Pematangsiantar tidak boleh dilakukan karena melanggar peraturan.

"Sesuai aturan yang ada. Sekolah tidak bisa menjual seragam sekolah kepada siswa," ujarnya kepada melalui sambungan telepon, Rabu (13/7/2016).

Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar (tengah). 
Adapun peraturan yang dilanggar dalam praktik jual beli seragam yang dilakukan oleh SMA di Pematangsiantar tersebut menurut Ombudsman adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 pasal 181 dan 198 yang bertuliskan pendidik atau tenaga pendidik, komite sekolah dan dewan pendidikan, baik secara perseorangan atau kolektif, tidak diperbolehkan untuk menjual pakaian seragam ataupun bahan seragam.

Peraturan lainnya yang turut dilanggar yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 45 tahun 2014 Bab IV pasal 4 yang bertuliskan, pengadaan pakaian seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orangtua atau wali peserta didik dan pengadaannya tidak boleh dikaitkan dengan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau kenaikan kelas.

Adapun permasalahan penjualan seragam yang terjadi di Kota Pematangsiantar dilakukan oleh Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pematangsiantar, SMA Negeri 2 Pematangsiantar dan SMA Negeri 3 Pematangsiantar.

Harga seragam yang dijual ketiga sekolah ini juga melebihi harga pasar seragam yang ada di pasar maupun toko pakaian seragam sekolah dengan selisih harga Rp 50-70 ribu per satu pasang seragam.

Simanjuntak, keluarga siswa baru di SMA 1 Pematangsiantar saat ditemui www.tribun-medan.com menyampaikan bahwa mereka sangat kecewa dengan diwajibkanya siswa baru di SMA 1 Pematangsiantar membeli seragam sekolah dari sekolah dengan harga yang mahal.

"Adikku kemarin dipaksa harus beli seragam dari sekolah, sampai daftar ulangnya tidak diterima karena tidak membawa biaya pembelian seragam. Adik ini berasal dari keluarga yang tidak mampu sebenarnya tapi terpaksa beli. Padahal kan ngak semua sanggup beli baju itu," ujarnya, Selasa (13/7/2016).

Salah seorang sumber yang merupakan Siswa SMA 1 Pematangsiantar tersebut menyampaikan bahwa saat pendaftaran ulang seluruh siswa diwajibkan membeli seragam dari sekolah tersebut.

"Semua siswa disuruh beli seragam, kalau gak beli gak bisa daftar ulang kata guru-guru itu," ujarnya.

Seorang guru yang dijumpai di SMA N 1 Pematangsiantar bermarga Siregar menyampaikan bahwa hal tersebut adalah hal yang biasa dan tidak masalah diterapkan.

"Udah biasalah itu. Semua sekolah kan begitu. Harga segitu untuk dua pasang seragam kan udah murah. Lagian seragamnya kan dijahit. Jadi waktu mereka daftar ulang, badan mereka langsung diukur untuk seragam," ujarnya.

Hal serupa juga dialami siswa tidak mampu yang menjadi siswa baru di SMA negeri 2 Pematangsiantar. Ia menyampaikan bahwa dirinya yang harus banting tulang untuk membiayai biaya sekolahnya dan juga biaya sekolah adik-adiknya terpaksa harus membeli seragam mahal tersebut dari sekolah.

"Kami diwajibkan membeli seragam dari sekolah. Saat daftar ulang itu kami diukur sama guru-guru di sana, ngak ada dibilang apa-apa kemarin. Bajunya dijahitkan atau tidak saya tidak tahu, karena tidak diberi tahu sama mereka," bebernya.

Ia menyampaikan bahwa seragam pramuka dan putih abu-abu belum dia terima dan hanya baru mendapat seragam olahraga dari sekolah dan turut melakukan pembayaran lainnya selain biaya seragam .

"Belum dikasih seragamnya semuanya. Biaya yang harus saya bayar ke sekolah seluruhnya 849 ribu," ujarnya.


Editor    : tagor
Sumber  : tribunmedan




Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.