Header Ads

Politisi PDIP Ini Minta Jokowi Tolak Pemasangan Foto di Pilkada

LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Peraturan KPU (PKPU) Kampanye mengatur pelarangan penggunaan foto presiden dalam atribut yang digunakan pasangan calon di Pilkada. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun diminta untuk memberi pernyataan tegas.

"Kesepakatan KPU, Bawaslu, Pemerintah (kemendagri) dan DPR RI secara aklamasi ini bersifat mengikat dan wajib hukumnya untuk dilaksanakan sebagaimana diatur dalam pasal 9 UU No 10 tahun 2016," ungkap Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan kepada wartawan, Kamis (15/9/2016).

Politisi PDIP Arteria Dahlan
Arteria pun mengingatkan kepada seluruh calon kepada daerah untuk tidak memasang gambar atau foto Presiden Jokowi saat kampanye. Termasuk bagi tim sukses, partai pengusung, dan juga pendukung maupun relawan calon kepala daerah itu.

"Untuk tidak memasang foto Presiden untuk keperluan kampanye, karena itu secara terang dan jelas telah beririsan dengan pengaturan norma dalam konstitusi, melanggar serta bertentangan dengan UU Pilkada dan telah melanggar peraturan perundangan, khususnya PKPU yang tanggal 15 September ini disahkan," terangnya.

Dijelaskan pula oleh Arteria, pada Pasal 71 Ayat 1 UU 10/2016 tentang Pilkada secara tegas melarang pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, dan anggota TNI/Polri untuk membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan serta merugikan salah satu pasangan calon. Untuk itu ia meminta kepada KPU dan Bawaslu untuk mengawal dan melaksanakan aturan ini secara tegas.

"Melarang partai politik, pasangan calon yang memasang foto Presiden Republik Indonesia untuk keperluan penyelenggaran Pilkada pada semua tahapan dan khususnya tahapan Kampanye dengan modus dan alasan apapun juga," sebut Arteria.

"Kami berkesimpulan bahwa terpasangnya gambar Presiden Jokowi sebagai pejabat negara dalam bahan kampanye pasangan calon tertentu secara nyata telah menguntungkan pasangan tersebut dan berpotensi merugikan pasangan calon lainnya, oleh karena itu kami buat normanya di PKPU Kampanye," imbuh dia.

Konsekuensi dari aturan itu, Arteria menyebut Jokowi harus memastikan bahwa keberadaan maupun kehadirannya di hadapan publik tidak berpihak atau imparsial. Ini sekaligus meyakinkan publik bahwa Jokowi tidak terlibat dalam kegiatan pendukungan secara terbuka terhadap pasangan tertentu.

"Apalagi konstitusi kita telah mengkonstruksikan bahwa presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan diposisikan sebagai figur pemersatu bangsa dan milik semua rakyat, semua golongan, semua kaum," tegas politisi PDIP itu.

"Apabila yang bersangkutan dianggap partisan pendukung pasangan calon dan oleh karenanya dapat berimplikasi pengenaan sanksi pidana bagi Presiden," imbuh Arteria.

Apalagi jika Jokowi terbukti menyetujui, membiarkan, atau tidak menyatakan keberatannya atas penggunaan gambarnya dalam bahan kampanye maupun alat peraga kampanye calon pasangan kepala daerah. Untuk itu ketegasan Jokowi dinilai Arteria sangat dibutuhkan.

"Saya pribadi menyarankan sebaiknya Presiden Jokowi segara memberikan sikap jelas dengan menolak penggunaan gambar dirinya oleh pasangan calon tertentu dalam Pilkada," sarannya.

Permasalahan ini menjadi perhatian menyusul langkah Golkar yang menyandingkan gambar Jokowi dengan kepala daerah mereka dalam spanduk-spanduk. Golkar yang sudah mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi pada Pilpres 2019 itu bahkan disebut melakukan eksploitasi terhadap presiden.

"Langkah itu juga untuk memastikan agar tidak terkesan pembiaran ataupun keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon," tutup Arteria.


Editor   : tagor
Sumber : detik

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.