Kisah Sudarmi, Nenek 73 Tahun yang Jadi Penambal Ban
LINTAS PUBLIK - SEMARANG, Wajah berkeriput Sudarmi (73) berseri-seri saat seorang pengendara sepeda motor enggan menerima uang kembalian atas jasa Sudarmi memompa ban. Dia pun sempat melafalkan doa untuk si pengendara itu sebelum mesin kendaraannya dinyalakan. Darmi, demikian dia akrab disapa, berucap syukur atas rezeki yang diterimanya.
"Uangnya Rp 2.000, padahal ongkosnya cuma Rp 1.000. Tapi saya kembalikan tidak mau, alhamdulillah terima kasih," kata Darmi, Sabtu (22/10/2016).
Lapak tambal ban Darmi di Jalan Stadion Selatan, Semarang Tengah, hanya seluas sekitar 2 meter x 6 meter. Beberapa bagian bangunan berbahan kayu dan bambu itu telah lapuk.
Di gubuk itu, perempuan renta tersebut biasa duduk beralas tikar berlantai tanah, sambil menunggu orang yang memerlukan jasanya. Di hadapannya, terdapat tumpukan ban sepeda motor bekas, juga perlengkapan menambal, dan sebuah kaleng bekas berisi uang receh.
Darmi mulai berjuang seorang diri setelah suaminya wafat, tiga tahun silam.
"Saya dan suami saya sudah 35 tahun bekerja di sini. Dulu waktu suami saya masih hidup, saya hanya membantu. Suami saya yang menambal," kata Darmi sambil menunjukkan KTP almarhum suaminya yang tersimpan rapi di dompet.
Menambal ban bukanlah pekerjaan yang akrab bagi kaum hawa, apalagi untuk perempuan renta seusianya. Kendati usianya lanjut, Darmi merasa tenaganya masih cukup.
Dia mengaku tenaganya masih kuat untuk sekadar mengganti atau menambal ban. Namun, untuk pekerjaan yang membutuhkan energi lebih dari itu, Darmi enggan memaksa.
Meski kondisinya memprihatinkan, Darmi mengaku sempat beberapa kali tak dibayar oleh orang yang telah memakai jasanya. Darmi pun mengaku beberapa kali mengikhlaskan bensin dagangannya untuk orang yang kehabisan bahan bakar.
Sebetulnya, kata Darmi, anak-anaknya telah melarangnya bekerja dan menyuruhnya beristirahat di rumah. Namun, selama dia sehat serta tenaganya masih kuat, Darmi enggan berpangku tangan.
"Daripada menganggur cuma makan dan tidur, lebih baik saya bekerja, bisa bantu anak cucu," kata dia.
Minah, warga sekitar, merasa iba melihat Darmi bekerja pada usianya yang renta. Menurut Minah, sudah selayaknya Darmi menikmati masa tuanya di rumah dan meninggalkan pekerjaan berat.
Namun, di sisi lain, dia mengaku salut sekaligus terharu melihat semangat dan perjuangan Darmi untuk memperoleh rezeki halal.
"Saya saja sebagai perempuan yang masih muda belum tentu kuat kerja seperti itu, apalagi itu pekerjaan yang biasa dikerjakan laki-laki. Tapi, Mbah Darmi mau melakukan itu," kata Minah.
Editor : tagor
Sumber : kompas
"Uangnya Rp 2.000, padahal ongkosnya cuma Rp 1.000. Tapi saya kembalikan tidak mau, alhamdulillah terima kasih," kata Darmi, Sabtu (22/10/2016).
Sudarmi, Nenek Tukang Tambal Ban |
Di gubuk itu, perempuan renta tersebut biasa duduk beralas tikar berlantai tanah, sambil menunggu orang yang memerlukan jasanya. Di hadapannya, terdapat tumpukan ban sepeda motor bekas, juga perlengkapan menambal, dan sebuah kaleng bekas berisi uang receh.
Darmi mulai berjuang seorang diri setelah suaminya wafat, tiga tahun silam.
"Saya dan suami saya sudah 35 tahun bekerja di sini. Dulu waktu suami saya masih hidup, saya hanya membantu. Suami saya yang menambal," kata Darmi sambil menunjukkan KTP almarhum suaminya yang tersimpan rapi di dompet.
Menambal ban bukanlah pekerjaan yang akrab bagi kaum hawa, apalagi untuk perempuan renta seusianya. Kendati usianya lanjut, Darmi merasa tenaganya masih cukup.
Dia mengaku tenaganya masih kuat untuk sekadar mengganti atau menambal ban. Namun, untuk pekerjaan yang membutuhkan energi lebih dari itu, Darmi enggan memaksa.
Meski kondisinya memprihatinkan, Darmi mengaku sempat beberapa kali tak dibayar oleh orang yang telah memakai jasanya. Darmi pun mengaku beberapa kali mengikhlaskan bensin dagangannya untuk orang yang kehabisan bahan bakar.
Sebetulnya, kata Darmi, anak-anaknya telah melarangnya bekerja dan menyuruhnya beristirahat di rumah. Namun, selama dia sehat serta tenaganya masih kuat, Darmi enggan berpangku tangan.
"Daripada menganggur cuma makan dan tidur, lebih baik saya bekerja, bisa bantu anak cucu," kata dia.
Minah, warga sekitar, merasa iba melihat Darmi bekerja pada usianya yang renta. Menurut Minah, sudah selayaknya Darmi menikmati masa tuanya di rumah dan meninggalkan pekerjaan berat.
Namun, di sisi lain, dia mengaku salut sekaligus terharu melihat semangat dan perjuangan Darmi untuk memperoleh rezeki halal.
"Saya saja sebagai perempuan yang masih muda belum tentu kuat kerja seperti itu, apalagi itu pekerjaan yang biasa dikerjakan laki-laki. Tapi, Mbah Darmi mau melakukan itu," kata Minah.
Editor : tagor
Sumber : kompas
Tidak ada komentar