AJI Beberkan Tips Membedakan Berita Fakta dengan Hoax
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memberikan tips cara membedakan berita yang sesuai fakta dengan kabar hoax. Ada ciri untuk membedakan hoax dengan berita yang fakta.
"Hoax itu konten yang biasanya sangat provokatif, judulnya sangat menarik, terus ketiga bombastis, keempat biasanya mengejutkan," kata Ketua Umum AJI Suwarjono di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2017).
Suwarjono yang ditemui dalam diskusi 'Barcode Media, Bredel Gaya Baru?' menyarankan masyarakat harus bisa menyaring berita dan mengecek kebenarannya sebelum share (menyebar). Selain itu, sumber media pun harus jelas agar mendapatkan info yang valid.
"Memilih media mainstream (media yang tervefirikasi) sebagai acuan informasi bukan dari orang-orang yang gak jelas atau media-media yang gak jelas," jelasnya.
Terdapat empat fase menurut Suwarjono yang dipakai masyarakat untuk menerima berita. Pertama mencari melalui timeline media tersebut, melalui mesin pencari di browser, ketiga melalui share.
Keempat adalah melalui rekomendasi orang yang dianggap penting. Menurut dia saat ini orang lebih percaya kepada fase keempat, yaitu terhadap orang yang menyebarkan berita.
"Ketika generasi kita melihat konten tidak dari media yang dikelola dengan benar," jelasnya.
Sementara itu Direktur Remotivi Muhamad Heychael menerangkan bahwa masyarakat menerima berita hoax karena ingin membaca apa yang dipercaya, "Hoax itu artinya gini, dia membaca apa yang ingin mereka percaya," terangnya dalam kesempatan yang sama.
Editor : tagor
Sumber : detik
"Hoax itu konten yang biasanya sangat provokatif, judulnya sangat menarik, terus ketiga bombastis, keempat biasanya mengejutkan," kata Ketua Umum AJI Suwarjono di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2017).
Suwarjono yang ditemui dalam diskusi 'Barcode Media, Bredel Gaya Baru?' menyarankan masyarakat harus bisa menyaring berita dan mengecek kebenarannya sebelum share (menyebar). Selain itu, sumber media pun harus jelas agar mendapatkan info yang valid.
"Memilih media mainstream (media yang tervefirikasi) sebagai acuan informasi bukan dari orang-orang yang gak jelas atau media-media yang gak jelas," jelasnya.
Terdapat empat fase menurut Suwarjono yang dipakai masyarakat untuk menerima berita. Pertama mencari melalui timeline media tersebut, melalui mesin pencari di browser, ketiga melalui share.
Keempat adalah melalui rekomendasi orang yang dianggap penting. Menurut dia saat ini orang lebih percaya kepada fase keempat, yaitu terhadap orang yang menyebarkan berita.
"Ketika generasi kita melihat konten tidak dari media yang dikelola dengan benar," jelasnya.
Sementara itu Direktur Remotivi Muhamad Heychael menerangkan bahwa masyarakat menerima berita hoax karena ingin membaca apa yang dipercaya, "Hoax itu artinya gini, dia membaca apa yang ingin mereka percaya," terangnya dalam kesempatan yang sama.
Editor : tagor
Sumber : detik
Tidak ada komentar