Header Ads

Tutupnya "Lapo" di Senayan yang Tinggal Hitungan Hari

LINTAS PUBLIK - JAKARTA,  Pada Senin (16/1/2017), Paulus Siagian (34), salah satu pemilik rumah makan khas masakan Batak atau yang biasa disebut lapo, di sentra kuliner tradisional Jalan Lapangan Tembak, Senayan, Jakarta, lagi-lagi menengok ponselnya.

“Tuh masuk lagi pesan dari pelanggan,” ujar Paulus saat ditemui di rumah makan itu sambil memperlihatkan sebuah aplikasi chatting.

Salah satu rumah makan di kawasan sentra kuliner Jalan Lapangan Tembak, Senayan.
Ada tiga pesan masuk yang belum dibukanya hari itu. Ketiganya menanyakan hal yang sama. Lebih kurang isinya begini, “Lapo mau tutup?”

Salah satu pesan dibuka Paulus yang merupakan pengelola rumah makan Lapo Siagian Boru Tobing itu.

Pengirim pesan itu, selain menanyakan perihal tersebut, menyertakan gambar berisi teks.

“Berita duka—BREAKING NEWS. Akan berpulang ke rumahnya masing-masing, Lapo, Chinese Food, Iga Babi, Mie Siantar, Mie Medan, Masakan Manado, Makassar yang berlokasi di bilangan Senayan (sebelah SMA 24 dan di belakang gedung MPR/DPR),” begitu isi teks dalam gambar tersebut.

“Pesan ini sudah tersebar di media sosial beberapa hari ini,” ujar Paulus lagi.

Menurut Paulus, berita itu benar adanya berdasarkan surat yang dilayangkan Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK). Surat itu ditandatangani Kepala Unit II PPKGBK.

Ia mengatakan, kontrak sewa mereka berakhir per 15 Desember 2016. Berdasarkan surat tersebut, akan dibangun fasilitas penunjang Asian Games di lokasi rumah makan itu.

“Sejak November kami sudah menerima surat. Isinya, sewa kami habis per 15 Desember 2016 dan tidak bisa diperpanjang karena akan dibangun fasilitas penunjang kegiatan Asian Games yang akan dilaksanakan di GBK pada 2018," tutur dia.

Oleh karena itu, kata Paulus, para pedagang di kawasan tersebut harus mengosongkan tempat berjualan mereka per 16 Desember 2016.

Paulus menilai keputusan ini tidak adil. Terlebih lagi, waktu yang diberikan untuk mereka mencari tempat pengganti tergolong singkat.

Setelah menerima surat itu, Paulus yang juga menjabat sebagai ketua paguyuban pedagang di kawasan tersebut berdiskusi dengan para pedagang lain.

Kesepakatannya, mereka ingin bernegosiasi dengan pihak pengelola GBK terlebih dahulu.

“Kami minta waktu pada mereka (pengelola) untuk bernegosiasi. Idealnya mereka bisa bertemu kami dan membahas hal ini,” ujar dia.

Menurut Paulus, setelah itu tak ada jawaban pasti. Namun, mereka mendapatkan surat kedua.

“Pada surat kedua yang diterima pada 28 Desember 2016, mereka memberi kami waktu hingga 15 Januari 2017. Buat kami ini tetap tidak cukup. Kami mau bertemu,” kata dia lagi.

Surat imbauan penutupan lokasi pusat jajanan di Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK), Senayan. Surat yang diterima pedagang bukan asli, melainkan salinan. Dalam surat itu, disertakan tanda tangan Kepala Unit II PPKGBK. Gambar diambil pada Senin, (16/1/2016)
Maka dari itu, para pedagang sepakat untuk melayangkan surat jawaban atas surat yang diterimanya itu.
Mereka akan menuliskan keberatannya dalam surat yang ditandatangani perwakilan pedagang yang tergabung dalam paguyuban.

Di ujung tanduk

Kisah ini tak biasa mengingat para pedagang itu sudah berjualan puluhan tahun di lahan tersebut. Mereka menempati kawasan tersebut sejak 1992.

Beberapa rumah makan di antaranya sudah dipegang oleh generasi kedua, termasuk usaha yang sedang dijalani Paulus. Tempat itu disebutnya sudah menghidupi banyak keluarga secara turun-temurun.

“Terlebih lagi yang dijual adalah makanan tradisional dari yang halal sampai non-halal. Ibaratnya dari makanan Medan, Padang, Jakarta, dan Makassar, ada semua di sini. Bukankah sudah sangat jarang kawasan seperti ini?” tutur Paulus.

Kini, kisah 24 tahun mencari nafkah di kawasan itu harus selesai. Surat keberatan sebagai jawaban mereka atas surat kedua tadi mendapat tanggapan bahwa mereka tetap harus angkat kaki per 28 Februari 2017.

Menurut Paulus, ada lebih kurang 200 orang pekerja yang harus hidup dalam ketidakpastian apabila rumah makan di kawasan itu ditutup.

“Susah bayanginnya. Ada 22 pengusaha rumah makan dengan karyawan masing-masing 4 sampai 15 orang. Kalau dihitung, kurang lebih ada 200 orang tenaga kerja yang harus kembali bertaruh hidup setelah ini,” paparnya.

Terlebih lagi, bagi pengusaha rumah makan masakan Batak, pencarian lokasi baru tentu lebih sulit mengingat pemilik lahan dagang belum tentu memberi izin bila tempatnya dijadikan lokasi dagang makanan seperti yang saat ini mereka jajakan.

Sentra kuliner tradisional di Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK), Senayan. Kawasan ini direncanakan akan ditutup per 28 Februari 2016 untuk dibangun fasilitas penunjang kegiatan Asian Games yang akan dilaksanakan di GBK pada 2018.

Ahmad Sumanap adalah satu dari pedagang yang saat ini juga sedang harap-harap cemas memikirkan nasib.

Ahmad bukan pemilik rumah makan. Namun, sejak 1992 ia dipercaya mengurus RM Kebon Sirih dengan menu makanan Makassar.

”Terbayang harus kembali jatuh bangun rintis usaha di lokasi yang baru. Kalau di sini kan jelas pelanggannya, hari biasa saja sudah ramai,” ujar Ahmad.

Kawasan Jalan Lapangan Tembak Senayan memang terbilang strategis. Letaknya dekat dengan beberapa kantor pemerintahan.

“Pelanggannya ya karyawan di kantor DPR, MPR, Kementerian Kehutanan, dan banyak lagi,” ujar Sopar Horas Simangunsong, pemilik RM Chinese Food Medan Ria Senayan.

“Makanya, jangan kaget kalau kami-kami ini dengan warung begini bisa kenal dengan orang penting (pejabat). Mereka suka makan di sini,” sahut Betty Asnalia Simangunsong, adik Sopar yang juga turut mengelola.

Betty menuturkan pula kesedihannya. Sejak sekolah, Betty kerap mampir ke kawasan tersebut. Ia mengaku kenal pelanggan sejak pelanggan itu kecil hingga dewasa.

“Ibaratnya, kami kenal pelanggan (kami) dari mereka kecil, pacaran, sampai sekarang punya anak lagi. Relasi antarpedagang pun akur, sudah seperti keluarga," kata dia.

Jawaban

Hal utama yang ditunggu para pedagang adalah jawaban. Dalam surat balasan yang dijelaskan Paulus tadi, mereka berharap pengurus dapat mempertimbangkan beberapa hal.

Pertama, lahan itu dipakai sebagai tempat usaha yang mendukung wisata kuliner daerah. Terlebih lagi, menurut Paulus, saat ini wisata kuliner tradisional di Jakarta tergolong sulit ditemukan.

Kedua, bila alasannya adalah harus mendukung pergelaran ASEAN Games, mereka siap untuk berperan serta.

“Kami mau mendukung dengan ikut mengenalkan ciri khas Indonesia lewat makanan,” ucap Paulus. Ketiga, mereka ingin pedagang direlokasi ke tempat lain.

Sayangnya, menurut Paulus, keputusan pengurus terlalu terburu-buru. Pertimbangan atas keberatan tersebut belum mendapat jawaban.

“Begini deh, kami tak muluk-muluk meminta. Ayo bernegosiasi dan berdiskusi. Kami coba meminta relokasi, tak dikabulkan. Minta waktu sampai Idul Fitri 2017, tak dikabulkan. Lalu, minta lagi perpanjangan tiga bulanlah setidaknya sampai Maret 2017, juga tidak dikabulkan,” paparnya.



Editor    : tagor
Sumber  : kompas

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.