Header Ads

14 Politikus Terima Duit Panas e-KTP, Dua Berasal dari Sumut, Siapa Saja Mereka?

LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Nama-nama besar dari sejumlah partai politik terseret dalam perkara dugaan korupsi E-KTP. Para kader partai politik yang menduduki jabatan sebagai anggota Komisi II DPR RI diduga menerima fee dari proyek tersebut.

Paket e-KTP yang ditemukan dalam paket yang dikirim dari Kamboja. 
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, mengungkapkan bahwa KPK akan berpegang teguh pada proses hukum.

KPK tidak akan mempertimbangkan dampak politik atau serangan balik dari pihak tertentu terkait sejumlah nama yang ada di dakwaan.

"Untuk dampak politik, kami tentu tidak menghitung itu. Karena fokus KPK adalah menangani kasus di jalur hukum," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/3/2017).

Namun, tidak semua nama yang disebut adalah pelaku korupsi dalam kasus e-KTP.

"Tentu tidak terhindarkan penyebutan nama pihak tertentu dan perannya masing-masing. Meskipun belum tentu semuanya merupakan pelaku dalam perkara ini," ucap Febri.

KPK akan menguraikan kronologi kasus yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun, termasuk peran sejumlah nama dalam dakwaan.

Chaeruman Harahap
"Kami urai juga ada pertemuan dengan pihak tertentu yang bahas proyek e-KTP meskipun belum masuk pembahasan formal. Kami berjalan di jalur hukum dan ekses politik dan segala macam itu kami harap patuh dan tempatkan hukum pada posisi pertama," ujar Febri.

Sejumlah 14 anggota Komisi II yang ikut mencicipi jatah dari proyek itu. Dua orang merupakan politikus asal Sumut yakni, Chaeruman Harahap (Golkar) dan Yassona H Laoly (PDIP).

Adapun, anggota Komisi II periode 2009-2014 yang disebut dalam dakwaan, yaitu:

1. Taufik Effendi menerima 103.000 dollar AS;

2. Khatibul Umam Wiranu menerima 400.000 dollar AS;

3. Chaeruman Harahap menerima 584.000 dollar AS (menggantikan Baharuddin Napitululu sebagai Ketua Komisi II);

4. Agun Gunanjar Sudarsa (sekaligus anggota Banggar DPR) menerima 1.047.000 dollar AS;
5. Ganjar Pranowo menerima 520.000 dollar AS;

6. Yassona H. Laoly menerima 84.000 dollar AS;

7. Arief Wibowo menerima 108.000 dollar AS;

8. Teguh Juwarno menerima 167.000 dollar AS;

9. NU'man Abdul Hakim menerima 37.000 doar AS;

10. Abdul Malik Haramaen menerima 37.000 dollar AS;

11. Jamal Azis menerima 37.000 dollar AS;

12. Miryam S Haryani menerima 23.000 dollar AS;

13. Taufiq Hidayat menerima 103.000 dollar AS;

14. Mustoko Weni Murdi menerima 408.000 dollar AS.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, saat menghadiri acara pemberian Anugerah Nawacita Legislasi 2016,
di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Pusat, Jumat (24/6/2016).
Tercatat, dari 14 nama yang disebut, empat anggota di antaranya berasal dari Partai berlambang pohon beringin, Partai Golkar.

Mereka di antaranya adalah, Chaeruman Harahap, Agun Gunanjar Sudarsa, Taufiq Hidayat, dan Mustoko Weni Murdi.

Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan juga tercantum dalam 14 nama tersebut.
Mereka adalah, Ganjar Pranowo, Yassona H. Laoly, dan Arief Wibowo.

Kader dari Partai Demokrat yang diketuai oleh Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini juga ikut tercantum dalam daftar dakwaan.

Mereka adalah Taufik Effendi dan Khatibul Umam Wiranu.

Dua kader Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) juga ikut tercantum dalam daftar dakwaan kasus dugaan korupsi E KTP.

Mereka adalah Jamal Aziz dan Miryam S Haryani.

Dari 14 nama yang tersebut di atas, masing-masing satu kader dari Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga diduga terlibat dalam perkara E KTP.

Mereka adalah Teguh Juwarno dari PAN, NU'man Abdul Hakim dari PPP, dan Abdul Malik Haramaen dari PKB.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengaku terkejut dirinya disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Ia menegaskan tak pernah menerima dana dari proyek tersebut.

"Saya kaget mendengar nama saya dicatut dan dituduh menerima dana bancakan e-KTP," ujar Yasonna melalui pesan singkat, Kamis (9/3/2017).

Yasonna terkejut

Yasonna menegaskan dirinya tak pernah berhubungan dengan para terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP.

Ia hanya ikut serta dalam rapat-rapat kerja di DPR. Politisi PDI Perjuangan itu mengaku dirinya justru sempat mengkritisi kebijakan e-KTP itu.

Terkait ketidakhadirannya dalam pemanggilan saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dikarenakan dia memiliki agenda lain di Hongkong untuk membahas soal pengembalian aset Bank Century.

Ia mengaku siap jika keterangannya diperlukan untuk proses hukum.

"Saya selalu siap didengarkan keterangannya baik di persidangan maupun oleh penyidik," ucap Yasonna.

Yasonna, sewaktu masih menjadi anggota DPR, disebut menerima 84.000 dollar AS dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Yasonna hanya disebut sebagai pihak yang menerima aliran dana senilai Rp 1,1 miliar tersebut.

Yasonna dua kali tidak memenuhi pemanggilan KPK. Padahal, keterangan Yasonna dibutuhkan untuk mengkonfirmasi indikasi keterlibatan dirinya dalam kasus korupsi e-KTP.

Sebelum menjabat sebagai menteri, Yasonna pernah menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014.


Sumber  : tribun/t

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.