Terima Nasdem, Ridwan Kamil Dinilai Bisa Bernasib seperti Dede Yusuf
LINTAS PUBLIK - BANDUNG, Sikap Ridwan Kamil yang menerima deklarasi dukungan Partai Nasdem saat ini dinilai berpotensi blunder bagi karier politiknya.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Muradi menilai, menerima pinangan dari Partai Nasdem bakal mendatangkan masalah yang tak sedikit bagi pria yang kerap disapa Emil ini.
Muradi menuturkan, ada lima alasan Emil dinilai bisa melakukan blunder politik.
"Pertama, deklarasi tersebut membuat warga Kota Bandung merasa ditinggalkan. Dengan sisa waktu kurang dari dua tahun, kehadiran RK (Ridwan Kamil) pada deklarasi tersebut juga menyiratkan ambisi politik Ridwan Kamil yang menggebu," kata Muradi, Minggu (19/3/2017).
Dia menilai, deklarasi yang terlalu dini akan membuat konsentrasinya dalam memimpin Kota Bandung terganggu.
"Secara etika politik, baik bagi Ridwan Kamil untuk tetap fokus menuntaskan program kerjanya di Bandung. Meski tetap harus membangun komunikasi dengan partai politik dan relawan dalam kerangka Pilgub Jabar 2018," kata dia.
Alasan kedua, lanjut Muradi, deklarasi tersebut secara eksplisit menutup ruang koalisi bersama dalam pengajuan Emil sebagai bakal Cagub Jabar 2018.
"Dengan hanya 5 kursi (Nasdem) di DPRD Jabar, keberadaan Nasdem tentu tidak akan bisa mengajukan sendiri dalam mengusung RK, perlu dukungan dari partai lain. Langkah Nasdem dengan mengambil momentum tersebut akan membuat partai lain berpikir dua kali untuk ikut dalam gerbong dukungan ke Ridwan Kamil," ujarnya.
"Sementara partai politik lain yang sejak awal ingin mengusung Ridwan Kamil juga akan mengambil sikap yang sama. Situasi ini tentu akan menyandera Ridwan Kamil dalam situasi politik yang tidak cukup nyaman," tambah Muradi.
Aspek ketiga yang membuat Emil berpotensi melakukan blunder politik, yakni adanya peluang Emil tersandera kepentingan politik Partai Nasdem.
"Betapa pun Partai Nasdem menegaskan tetap membuka ruang bagi dukungan bersama untuk Ridwan Kamil, tapi sebagai partai yang pertama kali mengusung dan mendeklarasikan Ridwan Kamil sebagai bakal cagub, Nasdem akan memilih untuk membangun daya tawar politik kepada partai-partai politik lainnya," tutur Muradi.
Alasan keempat, lanjut Muradi, deklarasi itu akan mengubah peta politik di Jabar. Partai yang sejak awal menunggu momentum yang tepat, kemungkinan akan melakukan barisan kokoh namun pragmatis dengan melakukan koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera.
"Maka hal tersebut dimungkinkan untuk mengusung calon yang dianggap bisa mematahkan posisi politik Ridwan Kamil di Jabar," ucapnya.
Alasan kelima, menurut Muradi, dengan kondisi itu, maka hasil survei yang selama ini muncul akan berubah. Artinya, lanjut dia, jika sinisme menguat karena deklarasi yang terlalu dini untuk maju di Pilkada Jabar, maka posisi (survei) Ridwan Kamil berpotensi secara bertahap akan goyah dan tergeser dari puncak.
"Situasi ini jika tidak dikelola dengan baik, maka nasib Ridwan Kamil akan sama dengan seperti Dede Yusuf pada Pilgub 2013, yang mana secara sistematis tergeser terjun bebas, dan kalah pada Pilgub 2013. Padahal Dede Yusuf sejak awal selalu memuncaki hasil survei," tuturnya.
Sumber : kompas/t
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Muradi menilai, menerima pinangan dari Partai Nasdem bakal mendatangkan masalah yang tak sedikit bagi pria yang kerap disapa Emil ini.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil saat memberi sambutan dalam acara deklarasi dukungan Partai Nasdem Ridwan Kamil for Jabar 1 di Lapangan Tegalega Bandung, Minggu (19/3/2017) |
"Pertama, deklarasi tersebut membuat warga Kota Bandung merasa ditinggalkan. Dengan sisa waktu kurang dari dua tahun, kehadiran RK (Ridwan Kamil) pada deklarasi tersebut juga menyiratkan ambisi politik Ridwan Kamil yang menggebu," kata Muradi, Minggu (19/3/2017).
Dia menilai, deklarasi yang terlalu dini akan membuat konsentrasinya dalam memimpin Kota Bandung terganggu.
"Secara etika politik, baik bagi Ridwan Kamil untuk tetap fokus menuntaskan program kerjanya di Bandung. Meski tetap harus membangun komunikasi dengan partai politik dan relawan dalam kerangka Pilgub Jabar 2018," kata dia.
Alasan kedua, lanjut Muradi, deklarasi tersebut secara eksplisit menutup ruang koalisi bersama dalam pengajuan Emil sebagai bakal Cagub Jabar 2018.
"Dengan hanya 5 kursi (Nasdem) di DPRD Jabar, keberadaan Nasdem tentu tidak akan bisa mengajukan sendiri dalam mengusung RK, perlu dukungan dari partai lain. Langkah Nasdem dengan mengambil momentum tersebut akan membuat partai lain berpikir dua kali untuk ikut dalam gerbong dukungan ke Ridwan Kamil," ujarnya.
"Sementara partai politik lain yang sejak awal ingin mengusung Ridwan Kamil juga akan mengambil sikap yang sama. Situasi ini tentu akan menyandera Ridwan Kamil dalam situasi politik yang tidak cukup nyaman," tambah Muradi.
Aspek ketiga yang membuat Emil berpotensi melakukan blunder politik, yakni adanya peluang Emil tersandera kepentingan politik Partai Nasdem.
"Betapa pun Partai Nasdem menegaskan tetap membuka ruang bagi dukungan bersama untuk Ridwan Kamil, tapi sebagai partai yang pertama kali mengusung dan mendeklarasikan Ridwan Kamil sebagai bakal cagub, Nasdem akan memilih untuk membangun daya tawar politik kepada partai-partai politik lainnya," tutur Muradi.
Alasan keempat, lanjut Muradi, deklarasi itu akan mengubah peta politik di Jabar. Partai yang sejak awal menunggu momentum yang tepat, kemungkinan akan melakukan barisan kokoh namun pragmatis dengan melakukan koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera.
"Maka hal tersebut dimungkinkan untuk mengusung calon yang dianggap bisa mematahkan posisi politik Ridwan Kamil di Jabar," ucapnya.
Alasan kelima, menurut Muradi, dengan kondisi itu, maka hasil survei yang selama ini muncul akan berubah. Artinya, lanjut dia, jika sinisme menguat karena deklarasi yang terlalu dini untuk maju di Pilkada Jabar, maka posisi (survei) Ridwan Kamil berpotensi secara bertahap akan goyah dan tergeser dari puncak.
"Situasi ini jika tidak dikelola dengan baik, maka nasib Ridwan Kamil akan sama dengan seperti Dede Yusuf pada Pilgub 2013, yang mana secara sistematis tergeser terjun bebas, dan kalah pada Pilgub 2013. Padahal Dede Yusuf sejak awal selalu memuncaki hasil survei," tuturnya.
Sumber : kompas/t
Tidak ada komentar