Umat Buddha Rayakan Waisak Berbalut Budaya Bali
LINTAS PUBLIK - BALI, Ratusan umat Buddha di Vihara Giri Manggala, Desa Alasangker, Kabupaten Buleleng, Bali, merayakan Hari Suci Waisak dengan berbalut budaya dan tradisi Bali.
"Akulturasi budaya di desa kami memang begitu kental di mana tidak ada perbedaan antara pemeluk agama satu dengan yang lain. Semua sama saling mengasihi dan menyayangi," kata Ketua Vihara Giri Manggala, Romo Ketut Widiasa, Kamis (11/5/2017).
Ia mengatakan, akulturasi budaya di desa tersebut telah terjalin sejak puluhan tahun lalu, tidak ada jarak dan batas antarumat Hindu dan Buddha di desa tersebut, semua menyatu dalam tradisi dan budaya Bali.
Romo menuturkan, setiap perayaan waisak, umat Buddha berkumpul bersama-sama membuat sesajen persembahan ke hadapan Sang Buddha dibantu masyarakat sekitar yang beragama Hindu.
Bentuk dan sarana persembahan pun pada dasarnya sama dengan beberapa jenis sesajen yang ada seperti banten persembahan gebogan, canang sari dan beberapa jenis lainnya.
Selain itu, masyarakat sekitar juga membantu menata Vihara, selain juga menjaga keamanan dan ketertiban di Vihara dikoordinir langsung oleh pecalang.
Bukan hanya itu saja, perayaan waisak di sore hari juga dimeriahkan dengan beberapa penampilan tarian Bali dan juga gong kebyar atau penampilan tetabuhan alat musik tradisional Bali.
"Vihara punya aset alat-alat musik Bali yang dikenal dengan gamelan. Anak-anak kami memanfaatkannya untuk belajar setiap seminggu sekali," terangnya.
Menurut dia, sikap toleransi dan kerukunan umat di desa tersebut sejalan dengan tema perayaan Waisak tahun ini yakni cinta kasih penjaga kerukunan.
"Mari bersama-sama menjaga kerukunan umat beragama. Jangan ada perbedaan di antara kita. Cinta kasih adalah dasar yang harus terus dipupuk bersama-sama," kata dia. (ant/t)
"Akulturasi budaya di desa kami memang begitu kental di mana tidak ada perbedaan antara pemeluk agama satu dengan yang lain. Semua sama saling mengasihi dan menyayangi," kata Ketua Vihara Giri Manggala, Romo Ketut Widiasa, Kamis (11/5/2017).
Biksu dibantu panitia menata bunga altar di Candi Sewu, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (10/5/2017). |
Romo menuturkan, setiap perayaan waisak, umat Buddha berkumpul bersama-sama membuat sesajen persembahan ke hadapan Sang Buddha dibantu masyarakat sekitar yang beragama Hindu.
Bentuk dan sarana persembahan pun pada dasarnya sama dengan beberapa jenis sesajen yang ada seperti banten persembahan gebogan, canang sari dan beberapa jenis lainnya.
Selain itu, masyarakat sekitar juga membantu menata Vihara, selain juga menjaga keamanan dan ketertiban di Vihara dikoordinir langsung oleh pecalang.
Bukan hanya itu saja, perayaan waisak di sore hari juga dimeriahkan dengan beberapa penampilan tarian Bali dan juga gong kebyar atau penampilan tetabuhan alat musik tradisional Bali.
"Vihara punya aset alat-alat musik Bali yang dikenal dengan gamelan. Anak-anak kami memanfaatkannya untuk belajar setiap seminggu sekali," terangnya.
Menurut dia, sikap toleransi dan kerukunan umat di desa tersebut sejalan dengan tema perayaan Waisak tahun ini yakni cinta kasih penjaga kerukunan.
"Mari bersama-sama menjaga kerukunan umat beragama. Jangan ada perbedaan di antara kita. Cinta kasih adalah dasar yang harus terus dipupuk bersama-sama," kata dia. (ant/t)
Tidak ada komentar