Memprihatinkan, Inilah Kondisi Makam Guru Patimpus Sembiring di HUT Kota Medan ke 427
LINTAS PUBLIK, Kita jangan sesekali melupakan sejarah, begitulah yang pantas pesankan dari tulisan Joan Mario Ginting kepada masyarakat sumatera Utara, khususnya masyarakat di kota Medan.
Inilah tulisan Joan Mario Ginting dalamrangka Hari Jadi kota Medan 427 yang dirangkum lintaspublik.com, Minggu (2/7/2017):
"Walikota Medan Pertama Daniel Baron mackay Tahun 1920 Bangun Geriten Rumah Adat Karo dan Monumen Perang Tamiang di Lapangan de Esplanade Kini Lapangan Merdeka Medan.
Lapangan de Esplanade yang kini di kenal lapangan Merdeka Medan adalah sebuah alun-alun di tengah kota Medan di tahun 1920 pernah menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarajat Karo ketika di lapangan ini berdiri dengan megah Geriten Rumah Adat Karo.
Lapangan Merdeka terletak di area Kesawan, tepat di pusat kota, dan merupakan titik nol Kota Medan seperti ditetapkan pemerintah kota Medan.
Secara administratif, lokasinya berada dalam Kecamatan Medan Petisah. Lapangan Merdeka dikelilingi berbagai bangunan bersejarah dari zaman kolonial Hindia Belanda, di antaranya Kantor Pos Medan, Hotel De Boer (Dharma Deli), Gedung Balai Kota Lama dan Gedung de Javasche bank (Bank Indonesia).
Di sekelilingnya juga ditanami pohon trembesi yang sudah ada sejak zaman Hindia Belanda.
Alun-alun ini direncanakan pembangunannya sejak 1872, sejalan dengan kepindahan Kesultanan Deli dan pusat administrasi bisnis 13 perusahaan perkebunan dari Labuhan Delike Medan.
Lapangan ini aktif digunakan sejak 1880. Pada zaman Belanda, namanya adalah de Esplanade.
Berbagai peristiwa bersejarah berlangsung di Lapangan Merdeka, termasuk upacara penyambutan pilot pesawat yang mendarat pertama kali di Medan pada 22 November 1924.
Pada tahun 1942, nama Esplanade berubah menjadi Fukuraido yang juga bermakna "lapangan di tengah kota". Fungsinya tetap sama, sebagai lokasi upacara resmi pemerintahan.
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, pada 6 Oktober 1945 dilaksanakan rapat raksasa di Fukuraido yang menyiarkan secara resmi berita proklamasi Indonesia, yang dibacakan Gubernur Sumatera Teuku Muhammad Hasan.
Pada tanggal 9 Oktober 1945 dan nama Fukuraido berubah menjadi Lapangan Merdeka dan disahkan Wali Kota Medan, Luat Siregar.
Hingga sekitar tahun 1950, di Lapangan Merdeka juga terdapat Monumen Tamiang yang didirikan pemerintah Belanda untuk memperingati tentara Belanda yang menjadi korban dalam Perang Tamiang (1874- 1896) dan di sebelahnya terdapat sebuah Geriten atau Miniatur Rumah Adat Karo (jambur Karo) yang kini juga telah tiada dan musnah."
"Renungan ulang Tahun Medan ke 427 Tahun oleh Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi selaku Raja Urung Negeri Sepulu Dua Kuta.”ujar Joan Mario Ginting dalam status facebooknya, Minggu (2/7/2017) mengingatkan Hari jadinya kota Medan Kota Medan ke 427 1 Juli 1590 - 1 Juli 2017 yang didirikan Nini Bulang Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi.
Memprihatinkan
Disamping ulang Tahun Medan ke 427 Tahun,kita akan kembali melihat sejarah bagaimana Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi selaku Raja Urung Negeri Sepulu Dua Kuta memulai membangun sebuah kota,tapi sayang penghargaan terhadap dirinya kurang diperhatikan, karena makam Guru Patimpus kini hanya sebuah gundukan tanah dan beberapa batu tarbernisan (tulisan.
Menurut Joan Mario Ginting memberitahukan betapa sedihnya kita melihat Kondisi Makam Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Sang Pendiri Kota Medan.
Lokasi Makam Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi berdasarkan kepercayaan tradisional masyarakat Hamparan Perak ditemukan team dari Pussis Unimed pada lawatan ke Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak Deli Serdang pada tanggal 22 Maret 2010 beberapa tahun lalu hingga kini tidak di rawat dan tidak di pugar.
Waktu itu team dengan konsultan Pussis, arkeolog Inggris Dr. Edward McKinnon sedang mengadakan lawatan ke kawasan diduga peninggalan kerajaan Aru di situs Kota Rentang dan mendapat informasi lokasi makam pendiri kota Medan itu.
Di kantor Desa Kota Datar itu disebutkan oleh warga bahwa ada makam Guru Pa Timpus di Desa Lama dan team langsung putar haluan ke arah makam dimaksud.
Dalam laporan team makam Guru Pa Timpus kondisinya memprihatinkan, hanya gundukan tanah di semak-semak dengan nisan dari batu sungai dan tanpa ada tulisan.
Berikut adalah sejarah singkat Perjalanan Guru Patimpus yang berasal dari daerah dataran tinggi Karo, hingga akhirnya mendirikan desa yang bernama Medan.
"Rasanya aku gak terima begini dibuat makan bulang kami lah, mending kami bawa ajalah ke perbaji, biar di satukan sama kuburan nini kami,"tutur Any Sembiring menimpali satus Joan Mario.
Sejarah Guru Patimpus
Guru Patimpus dilahirkan di Aji Jahe salah satu kampung di Taneh Karo Simalem yang sejuk, dingin, nyaman dengan angin pegunungannya. Ia menikah di Batu Karang dengan beru Bangun, mendirikan kampung di Perbaji dan memiliki seorang anak laki-laki bernama Bagelit. Guru Patimpus bertubuh kekar, tinggi, gagah, dan berjiwa patriotik seperti seorang panglima. Ia juga seorang Guru, yang dalam bahasa Karo berarti seorang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan, ilmu obat-obatan, ilmu gaib, dan memiliki kesaktian, namun Ia-nya berjiwa penuh kemanusiaan lemah lembut dalam bertutur kata, mempunyai karakteristik yang simpatik, berwibawa, berjiwa besar dan pemberani.
Dengan menuruni lembah-lembah yang penuh mistis, hutan semak belukar dan binatang buas, ia mendaki lembah-lembah yang terjal dan curam, dengan menelusuri aliran Lau Petani menuju ke satu bandar di hilir sungai Deli untuk suatu tujuan yaitu mencoba ilmu kesaktiannya dan belajar pada Datuk Kota Bangun seorang Guru dan Ulama besar yang terkenal pada masa itu.
Setelah beberapa lama bermukim ia kawin dengan seorang putri dari pulau Brayan keturunan anak panglima Deli, bermarga Tarigan dan sekitar tahun 1590 M, ia membuka dan mendirikan kampung dipertemuan dua buah sungai Deli dan Babura yang dinamainya dengan ‘Medan’, dari perkawinannya ini lahirlah salah seorang putra yang diberinya nama Hafis Muda, dari sinilah silsilah keturunan Datuk Wajir Urung 12 Kuta (Datuk Hamparan Perak), keturunan terakhir dari Generasi ke-XV adalah Datuk Adil Freddy Haberham, SE sebagai salah seorang Datuk 4 suku dikesultanan Deli.
Guru Patimpus telah menjadi milik Masyarakat Kota Medan. Ia berjiwa Nasionalis dibuktikan dengan tidak dicantumkannya Marga Sembiring Pelawi pada Dirinya dan Anak Cucu Keturunannya.
Pemko Medan telah memberikan penghargaan terhadap Guru Patimpus, yaitu dengan ditetapkannya Hari Jadi Kota Medan pada tanggal 1 Juli 1590 dan kemudian memberikan nama kepada salah satu jalan di petisah dengan nama jalan Guru Pa Timpus.
Apa yang telah dilakukan Guru Patimpus adalah merupakan salah satu sejarah bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya, corak dan peninggalan sejarahnya telah memberikan warna khas kepada kebudayaan bangsa, serta hasil pembangunan yang mengandung nilai perjuangan, kepeloporan yang merupakan kebanggaan nasional ini, perlu terus digali dan dilestarikan, dipelihara, serta dibina untuk memupuk semangat perjuangan dan cinta tanah air.
Perencanaan Pembangunan disemua tingkatan haruslah diperhatikan pelestariannya, apalagi pelestarian bangunan benda yang mengandung nilai sejarah bertitik tolak dari keagungan Jiwa Guru Patimpus.
Adapun sejarah perjalanan singkat Guru Patimpus diatas dikutip dari Proposal Pembangunan Monumen Guru Patimpus.
Tapi yang menjadi pertanyaan, dimana kini proposal pembangunan itu, kenapa makam Guru patimppus diabaikan keberadaaanya?, apakah temuan Pussis Unimed di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak Deli Serdang tanggal 22 Maret 2010 harus sia-sia, dan tidak berguna?. Ayo anak Medan, kembalikan kejayaan Guru Patimpus, Makam itu harus kita bangun!, semoga.
LIHAT JUGA VIDEO DI BAWAH INI
Penulis : tagor
Editor : tagor
Inilah tulisan Joan Mario Ginting dalamrangka Hari Jadi kota Medan 427 yang dirangkum lintaspublik.com, Minggu (2/7/2017):
Kondisi makam Guru Patimpus sangat memprihatinkan hasil temuan Pussis Unimed di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak Deli Serdang tanggal 22 Maret 2010. / Joan Mario |
Lapangan de Esplanade yang kini di kenal lapangan Merdeka Medan adalah sebuah alun-alun di tengah kota Medan di tahun 1920 pernah menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarajat Karo ketika di lapangan ini berdiri dengan megah Geriten Rumah Adat Karo.
Lapangan Merdeka terletak di area Kesawan, tepat di pusat kota, dan merupakan titik nol Kota Medan seperti ditetapkan pemerintah kota Medan.
Secara administratif, lokasinya berada dalam Kecamatan Medan Petisah. Lapangan Merdeka dikelilingi berbagai bangunan bersejarah dari zaman kolonial Hindia Belanda, di antaranya Kantor Pos Medan, Hotel De Boer (Dharma Deli), Gedung Balai Kota Lama dan Gedung de Javasche bank (Bank Indonesia).
Di sekelilingnya juga ditanami pohon trembesi yang sudah ada sejak zaman Hindia Belanda.
Alun-alun ini direncanakan pembangunannya sejak 1872, sejalan dengan kepindahan Kesultanan Deli dan pusat administrasi bisnis 13 perusahaan perkebunan dari Labuhan Delike Medan.
Lapangan ini aktif digunakan sejak 1880. Pada zaman Belanda, namanya adalah de Esplanade.
Berbagai peristiwa bersejarah berlangsung di Lapangan Merdeka, termasuk upacara penyambutan pilot pesawat yang mendarat pertama kali di Medan pada 22 November 1924.
Pada tahun 1942, nama Esplanade berubah menjadi Fukuraido yang juga bermakna "lapangan di tengah kota". Fungsinya tetap sama, sebagai lokasi upacara resmi pemerintahan.
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, pada 6 Oktober 1945 dilaksanakan rapat raksasa di Fukuraido yang menyiarkan secara resmi berita proklamasi Indonesia, yang dibacakan Gubernur Sumatera Teuku Muhammad Hasan.
Pada tanggal 9 Oktober 1945 dan nama Fukuraido berubah menjadi Lapangan Merdeka dan disahkan Wali Kota Medan, Luat Siregar.
Hingga sekitar tahun 1950, di Lapangan Merdeka juga terdapat Monumen Tamiang yang didirikan pemerintah Belanda untuk memperingati tentara Belanda yang menjadi korban dalam Perang Tamiang (1874- 1896) dan di sebelahnya terdapat sebuah Geriten atau Miniatur Rumah Adat Karo (jambur Karo) yang kini juga telah tiada dan musnah."
"Renungan ulang Tahun Medan ke 427 Tahun oleh Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi selaku Raja Urung Negeri Sepulu Dua Kuta.”ujar Joan Mario Ginting dalam status facebooknya, Minggu (2/7/2017) mengingatkan Hari jadinya kota Medan Kota Medan ke 427 1 Juli 1590 - 1 Juli 2017 yang didirikan Nini Bulang Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi.
Memprihatinkan
Disamping ulang Tahun Medan ke 427 Tahun,kita akan kembali melihat sejarah bagaimana Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi selaku Raja Urung Negeri Sepulu Dua Kuta memulai membangun sebuah kota,tapi sayang penghargaan terhadap dirinya kurang diperhatikan, karena makam Guru Patimpus kini hanya sebuah gundukan tanah dan beberapa batu tarbernisan (tulisan.
Menurut Joan Mario Ginting memberitahukan betapa sedihnya kita melihat Kondisi Makam Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Sang Pendiri Kota Medan.
Lokasi Makam Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi berdasarkan kepercayaan tradisional masyarakat Hamparan Perak ditemukan team dari Pussis Unimed pada lawatan ke Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak Deli Serdang pada tanggal 22 Maret 2010 beberapa tahun lalu hingga kini tidak di rawat dan tidak di pugar.
Waktu itu team dengan konsultan Pussis, arkeolog Inggris Dr. Edward McKinnon sedang mengadakan lawatan ke kawasan diduga peninggalan kerajaan Aru di situs Kota Rentang dan mendapat informasi lokasi makam pendiri kota Medan itu.
Di kantor Desa Kota Datar itu disebutkan oleh warga bahwa ada makam Guru Pa Timpus di Desa Lama dan team langsung putar haluan ke arah makam dimaksud.
Dalam laporan team makam Guru Pa Timpus kondisinya memprihatinkan, hanya gundukan tanah di semak-semak dengan nisan dari batu sungai dan tanpa ada tulisan.
Berikut adalah sejarah singkat Perjalanan Guru Patimpus yang berasal dari daerah dataran tinggi Karo, hingga akhirnya mendirikan desa yang bernama Medan.
"Rasanya aku gak terima begini dibuat makan bulang kami lah, mending kami bawa ajalah ke perbaji, biar di satukan sama kuburan nini kami,"tutur Any Sembiring menimpali satus Joan Mario.
Sejarah Guru Patimpus
Guru Patimpus dilahirkan di Aji Jahe salah satu kampung di Taneh Karo Simalem yang sejuk, dingin, nyaman dengan angin pegunungannya. Ia menikah di Batu Karang dengan beru Bangun, mendirikan kampung di Perbaji dan memiliki seorang anak laki-laki bernama Bagelit. Guru Patimpus bertubuh kekar, tinggi, gagah, dan berjiwa patriotik seperti seorang panglima. Ia juga seorang Guru, yang dalam bahasa Karo berarti seorang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan, ilmu obat-obatan, ilmu gaib, dan memiliki kesaktian, namun Ia-nya berjiwa penuh kemanusiaan lemah lembut dalam bertutur kata, mempunyai karakteristik yang simpatik, berwibawa, berjiwa besar dan pemberani.
Dengan menuruni lembah-lembah yang penuh mistis, hutan semak belukar dan binatang buas, ia mendaki lembah-lembah yang terjal dan curam, dengan menelusuri aliran Lau Petani menuju ke satu bandar di hilir sungai Deli untuk suatu tujuan yaitu mencoba ilmu kesaktiannya dan belajar pada Datuk Kota Bangun seorang Guru dan Ulama besar yang terkenal pada masa itu.
Setelah beberapa lama bermukim ia kawin dengan seorang putri dari pulau Brayan keturunan anak panglima Deli, bermarga Tarigan dan sekitar tahun 1590 M, ia membuka dan mendirikan kampung dipertemuan dua buah sungai Deli dan Babura yang dinamainya dengan ‘Medan’, dari perkawinannya ini lahirlah salah seorang putra yang diberinya nama Hafis Muda, dari sinilah silsilah keturunan Datuk Wajir Urung 12 Kuta (Datuk Hamparan Perak), keturunan terakhir dari Generasi ke-XV adalah Datuk Adil Freddy Haberham, SE sebagai salah seorang Datuk 4 suku dikesultanan Deli.
Guru Patimpus telah menjadi milik Masyarakat Kota Medan. Ia berjiwa Nasionalis dibuktikan dengan tidak dicantumkannya Marga Sembiring Pelawi pada Dirinya dan Anak Cucu Keturunannya.
Pemko Medan telah memberikan penghargaan terhadap Guru Patimpus, yaitu dengan ditetapkannya Hari Jadi Kota Medan pada tanggal 1 Juli 1590 dan kemudian memberikan nama kepada salah satu jalan di petisah dengan nama jalan Guru Pa Timpus.
Apa yang telah dilakukan Guru Patimpus adalah merupakan salah satu sejarah bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya, corak dan peninggalan sejarahnya telah memberikan warna khas kepada kebudayaan bangsa, serta hasil pembangunan yang mengandung nilai perjuangan, kepeloporan yang merupakan kebanggaan nasional ini, perlu terus digali dan dilestarikan, dipelihara, serta dibina untuk memupuk semangat perjuangan dan cinta tanah air.
Perencanaan Pembangunan disemua tingkatan haruslah diperhatikan pelestariannya, apalagi pelestarian bangunan benda yang mengandung nilai sejarah bertitik tolak dari keagungan Jiwa Guru Patimpus.
Adapun sejarah perjalanan singkat Guru Patimpus diatas dikutip dari Proposal Pembangunan Monumen Guru Patimpus.
Tapi yang menjadi pertanyaan, dimana kini proposal pembangunan itu, kenapa makam Guru patimppus diabaikan keberadaaanya?, apakah temuan Pussis Unimed di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak Deli Serdang tanggal 22 Maret 2010 harus sia-sia, dan tidak berguna?. Ayo anak Medan, kembalikan kejayaan Guru Patimpus, Makam itu harus kita bangun!, semoga.
LIHAT JUGA VIDEO DI BAWAH INI
Penulis : tagor
Editor : tagor
Tidak ada komentar