Isu 'Pengadaan Senjata Ilegal', LSM Minta Panglima TNI 'Dicopot'
LINTAS PUBLIK, Sejumlah LSM meminta agar Presiden Joko Widodo melakukan rotasi pergantian panglima TNI dan segera memilih panglima TNI yang baru, menyusul sikap dan kebijakan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang dianggap menimbulkan perpecahan antar institusi keamanan.
Sementara, para politikus di DPR meminta panglima TNI untuk melakukan klarifikasi terhadap pernyataannya yang menyebut ada ribuan pembelian senjata ilegal oleh sebuah institusi.
Sebelumnya, Panglima TNI Gatot Nurmantyo membenarkan ucapannya tersebut, tetapi menganggap isi pidatonya tidak untuk disebarkan ke masyarakat.
Isu 'pengadaan senjata ilegal', Presiden Jokowi diminta mengevaluasi Panglima TNI
Klarifikasi Wiranto atas Panglima TNI: '500 senjata bukan untuk pemberontakan'
Menyebut 'tak sesuai lagi dengan Pancasila,' Panglima TNI dinilai 'salah paham tentang demokrasi'
Di hadapan peserta acara silaturrahmi yang dihadiri purnawirawan TNI, Jumat (22/09) malam, Gatot Nurmantyo -berdasarkan data intelijen- melontarkan pernyataan "ada kelompok institusi yang akan membeli 5.000 pucuk senjata di luar institusi militer".
Ucapan Gatot ini menyebar luas di masyarakat setelah disebarkan di YouTube. Lebih lanjut Gatot mengatakan TNI akan mengambil tindakan apabila hal itu terjadi, termasuk "menyerbu" sebuah institusi keamanan.
Sampai Senin (25/09) petang, belum ada tanggapan dari Presiden Joko Widodo, tetapi Menteri Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Minggu (24/09), menyatakan pernyataan Panglima TNI itu lebih dilatari persoalan komunikasi yang tidak tuntas.
Wiranto kemudian mengklarifikasi bahwa pengadaan senjata itu dilakukan Badan Intelijen Negara (BIN) dari PINDAD, dan jumlahnya 500 senjata nonmiliter dan sudah seizin kapolri.
Untuk itulah, Wiranto meminta agar polemik di seputar pernyataan Panglima TNI itu diakhiri. "Diharapkan tidak ada lagi polemik dan politisasi atas isu tersebut," tegas Wiranto
Namun demikian, pernyataan Wiranto ini dianggap oleh sejumlah LSM -yang tergabung dalam Koalisi Reformasi Sektor Keamanan (KRSK)- tidak menggambarkan kenyataan sebenarnya dan dianggap tidak menyelesaikan masalah.
Dalam jumpa pers, Senin (25/09), KRSK menyatakan ini bukan pertama kali Gatot Nurmantyo mengeluarkan pernyataan kontroversial yang dianggap bukan wewenang dan tanggungjawabnya.
Di antaranya adalah pernyataannya yang mengkritik kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) dan tindakan hukum kepolisian terhadap terduga makar, kata pimpinan LSM Setara, Hendardi.
"Kalau ini dibiarkan dan selesai begitu saja, kalau kemudian tidak bisa dipertanggungjawabkan, saya kira persoalan ini tidak bisa selesai satu demi satu," kata Hendardi.
Sementara, pimpinan Yayasan Teguh Keadilan, Sugeng Teguh Santosa mengatakan, cara pikir dan pernyataan panglima TNI terkait isu pengadaan senjata ilegal itu merupakan "tindakan yang lepas dari sistem kerja lembaga negara yang terstruktur dan seharisnya rigid."
"Pernyataan tersebut telah mereduksi bahkan mendegradasi TNI sebagai institusi keamanan negara menjadi semacam ormas, bahkan menjadi sekelompok paramiliter. Jadi, didegradasi sendiri oleh panglima TNI," kata Sugeng.
Sugeng juga menyebut pernyataan panglima TNI itu "bisa memprovokasi potensi konflik Polri dan TNI di level bawah yang sering terjadi".
Pegiat LSM Kontras, Puri Kencana Putri mengatakan, sikap panglima TNI yang beberapa kali mengeluarkan pernyataan yang 'berseberangan' dengan kebijakan resmi pemerintah, seharusnya disikapi secara tegas oleh Presiden Jokowi.
"Presiden sudah beberapa kali ingin menunjukkan dialah panglima TNI tertinggi, tapi drama hari ini menunjukkan presiden masih lemah," kata Puri.
Dia kemudian menyimpulkan "Ini adalah watak kegagalan koordinasi, kegagalan untuk menciptakan kondusifitas antar aktor." Seharusnya, lanjutnya, "harus ada upaya koreksi" dari presiden.
Di akhir jumpa pers, KRSK kemudian meminta agar Presiden Jokowi melakukan regenerasi dan penyegaran di dalam tubuh TNI.
Yaitu "dengan melakukan rotasi pergantian panglima TNI dan segera memilih panglima TNI yang baru," kata Pimpinan LSM Imparsial, Al Araf, saat membacakan pernyataannya.
"Presiden tidak bisa berpangku tangan, dan harus mengambil tindakan yang pasti untuk hal semacam ini, karena ini berhubungan dengan operasional kenegaraan," kata Hendardi, pimpinan LSM Setara.
Fadli Zon: Panglima TNI harus klarifikasi
Di tempat terpisah, politikus Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan, panglima TNI harus mengklarifikasi ucapannya yang menyebut ada pengadaan 5.000 senjata ilegal oleh sebuah institusi.
"Menurut saya, ini bukan persoalan biasa. Angka 5.000 itu angka signifikan. Dan Panglima TNI kalau berbicara seperti itu, mestinya ada satu data pendukung yang kuat, bukan sekedar bicara," kata Fadli, yang juga wakil ketua DPR.
"Karena itu, saya kira harus ada klarifikasi dan klarifikasinya juga terkait dengan institusi yang disebut, tetapi panglima TNI tidak menyebut nama institusinya," tandasnya.
Sementara, politikus Partai Nasdem dan sekaligus anggota Komisi I DPR, Supiadin Ari Saputra, mengatakan, Komisi I DPR akan memanggil Panglima TNI Gatot Nurmantyo terkait pernyataanya yang beredar di YouTube tersebut.
"Panglima harus mengklarifikasi kembali," kata Supiadin, Minggu malam dilansir dari bbcindonesia.com. Rencananya, Komisi I DPR akan memanggil panglima TNI pada awal Oktober nanti.
"Kami ingin tahu latar belakangnya. Kami tidak ingin berita-berita rekaman ini menjadi liar kemudian ditanggapi dengan berbagai pendapat, yang tidak jelas sumbernya," tegas Supiadin.
Dia mengkhawatirkan, apabila polemik ini terus berlanjut, akan terjadi hubungan yang tidak harmonis antara panglima TNI dan Badan Intelijen Negara atau institusi lainnya.
"Ini bisa mengganggu stabilitas nasional," kata Supiadin. (bbc/t)
LIHAT JUGA VIDEO DI BAWAH INI
Sementara, para politikus di DPR meminta panglima TNI untuk melakukan klarifikasi terhadap pernyataannya yang menyebut ada ribuan pembelian senjata ilegal oleh sebuah institusi.
Isu 'pengadaan senjata ilegal', Presiden Jokowi diminta mengevaluasi Panglima TNI
Klarifikasi Wiranto atas Panglima TNI: '500 senjata bukan untuk pemberontakan'
Menyebut 'tak sesuai lagi dengan Pancasila,' Panglima TNI dinilai 'salah paham tentang demokrasi'
Di hadapan peserta acara silaturrahmi yang dihadiri purnawirawan TNI, Jumat (22/09) malam, Gatot Nurmantyo -berdasarkan data intelijen- melontarkan pernyataan "ada kelompok institusi yang akan membeli 5.000 pucuk senjata di luar institusi militer".
Ucapan Gatot ini menyebar luas di masyarakat setelah disebarkan di YouTube. Lebih lanjut Gatot mengatakan TNI akan mengambil tindakan apabila hal itu terjadi, termasuk "menyerbu" sebuah institusi keamanan.
Wiranto kemudian mengklarifikasi bahwa pengadaan senjata itu dilakukan Badan Intelijen Negara (BIN) dari PINDAD, dan jumlahnya 500 senjata nonmiliter dan sudah seizin kapolri.
Untuk itulah, Wiranto meminta agar polemik di seputar pernyataan Panglima TNI itu diakhiri. "Diharapkan tidak ada lagi polemik dan politisasi atas isu tersebut," tegas Wiranto
Namun demikian, pernyataan Wiranto ini dianggap oleh sejumlah LSM -yang tergabung dalam Koalisi Reformasi Sektor Keamanan (KRSK)- tidak menggambarkan kenyataan sebenarnya dan dianggap tidak menyelesaikan masalah.
Dalam jumpa pers, Senin (25/09), KRSK menyatakan ini bukan pertama kali Gatot Nurmantyo mengeluarkan pernyataan kontroversial yang dianggap bukan wewenang dan tanggungjawabnya.
"Kalau ini dibiarkan dan selesai begitu saja, kalau kemudian tidak bisa dipertanggungjawabkan, saya kira persoalan ini tidak bisa selesai satu demi satu," kata Hendardi.
Sementara, pimpinan Yayasan Teguh Keadilan, Sugeng Teguh Santosa mengatakan, cara pikir dan pernyataan panglima TNI terkait isu pengadaan senjata ilegal itu merupakan "tindakan yang lepas dari sistem kerja lembaga negara yang terstruktur dan seharisnya rigid."
"Pernyataan tersebut telah mereduksi bahkan mendegradasi TNI sebagai institusi keamanan negara menjadi semacam ormas, bahkan menjadi sekelompok paramiliter. Jadi, didegradasi sendiri oleh panglima TNI," kata Sugeng.
Pegiat LSM Kontras, Puri Kencana Putri mengatakan, sikap panglima TNI yang beberapa kali mengeluarkan pernyataan yang 'berseberangan' dengan kebijakan resmi pemerintah, seharusnya disikapi secara tegas oleh Presiden Jokowi.
"Presiden sudah beberapa kali ingin menunjukkan dialah panglima TNI tertinggi, tapi drama hari ini menunjukkan presiden masih lemah," kata Puri.
Dia kemudian menyimpulkan "Ini adalah watak kegagalan koordinasi, kegagalan untuk menciptakan kondusifitas antar aktor." Seharusnya, lanjutnya, "harus ada upaya koreksi" dari presiden.
Yaitu "dengan melakukan rotasi pergantian panglima TNI dan segera memilih panglima TNI yang baru," kata Pimpinan LSM Imparsial, Al Araf, saat membacakan pernyataannya.
"Presiden tidak bisa berpangku tangan, dan harus mengambil tindakan yang pasti untuk hal semacam ini, karena ini berhubungan dengan operasional kenegaraan," kata Hendardi, pimpinan LSM Setara.
Fadli Zon: Panglima TNI harus klarifikasi
Di tempat terpisah, politikus Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan, panglima TNI harus mengklarifikasi ucapannya yang menyebut ada pengadaan 5.000 senjata ilegal oleh sebuah institusi.
"Menurut saya, ini bukan persoalan biasa. Angka 5.000 itu angka signifikan. Dan Panglima TNI kalau berbicara seperti itu, mestinya ada satu data pendukung yang kuat, bukan sekedar bicara," kata Fadli, yang juga wakil ketua DPR.
Sementara, politikus Partai Nasdem dan sekaligus anggota Komisi I DPR, Supiadin Ari Saputra, mengatakan, Komisi I DPR akan memanggil Panglima TNI Gatot Nurmantyo terkait pernyataanya yang beredar di YouTube tersebut.
"Panglima harus mengklarifikasi kembali," kata Supiadin, Minggu malam dilansir dari bbcindonesia.com. Rencananya, Komisi I DPR akan memanggil panglima TNI pada awal Oktober nanti.
"Kami ingin tahu latar belakangnya. Kami tidak ingin berita-berita rekaman ini menjadi liar kemudian ditanggapi dengan berbagai pendapat, yang tidak jelas sumbernya," tegas Supiadin.
Dia mengkhawatirkan, apabila polemik ini terus berlanjut, akan terjadi hubungan yang tidak harmonis antara panglima TNI dan Badan Intelijen Negara atau institusi lainnya.
"Ini bisa mengganggu stabilitas nasional," kata Supiadin. (bbc/t)
LIHAT JUGA VIDEO DI BAWAH INI
Tidak ada komentar