Novel Sebut Direktur Penyidikan Halangi Pemeriksaan Polisi di KPK
JAKARTA, Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan, penyidik dari Polri, termasuk Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman kerap "mengamankan" anggota kepolisian yang tersangkut kasus korupsi.
Novel yang enggan tebang pilih terhadap pemeriksaan saksi kasus korupsi kerap menentang perintah tersebut.
"Seumpama, ketika terkait, contohnya, anggota Polri, apabila beliau menentang, tidak boleh dipanggil, pasti saya bilang oh tidak bisa demikian," ujar Novel dalam wawancara eksklusif di Kompas TV, Senin (4/9/2017) malam.
"Ini contoh ya. Di beberapa kasus yang terkait anggota Polri, tidak pernah muncul. Ini satu indikator yang jelas," lanjut dia.
Namun, Novel enggan secara spesifik menjelaskan kasus apa saja. Pada 2016, setidaknya ada dua kasus yang diduga melibatkan personel Polri.
Pertama, kasus dugaan suap penerimaan anggota Polri di Polda Sumatera Selatan. Kasus tersebut berhenti pada proses etik. Empat oknum perwira menengah yang terlibat diberhentikan dari jabatannya. Kemudian, tindak pidana korupsi dalam kasus ini tak berlanjut.
Kedua, kasus dugaan suap di Mahkamah Agung (MA). Kasus ini menyeret Sekretaris MA tahun 2016, Nurhadi. Saat rumahnya digeledah, ditemukan uang sebesar Rp 1,7 miliar. Empat anggota Polri yang menjadi ajudan Nurhadi diduga mengetahui soal transaksi uang tersebut. Namun, KPK tak kunjung memintai keterangan mereka.
Oleh karena itu, Novel tak heran jika dirinya disebut sebagai penyidik yang keras dan punya kekuatan di KPK. Untuk urusan tersebut, Novel tidak bisa tinggal diam. Ia mengatakan, semua pihak terkait yang berperkara harus diproses dengan cara yang sama.
Novel mengakui, sudah jadi rahasia umum bahwa KPK tidak akan menyentuh perkara di mana di dalamnya ada anggota Polri terlibat.
"Jadi pembicaraan di internal KPK, ketika berhubungan Polri, tidak diproses. Padahal bisa saja KPK kerja sama dengan polri untuk ditangani bersama ketika ada oknum polisi," kata Novel.
Novel mengatakan, sudah cukup banyak penanganan kasus terkait anggota kepolisian yang tidak berjalan optimal. Padahal, kata dia, pembiaran oknum di tubuh Polri dapat membahayakan institusi itu sendiri.
Tak hanya di internal KPK, kata Novel, penegak hukum lain juga mempertanyakan mengapa KPK tak pernah menindak polisi. Hal tersebut juga kerap dibahas di Wadah Pegawai.
Novel, selaku Ketua Wadah Pegawai, yang paling lantang bersuara untuk menolak saat ada wacana mendatangkan perwira menengah Polri untuk menjadi penyidik senior KPK. Ia ingin independensi KPK tetap terjaga.
"Selama KPK ada, belum ada rekrutmen penyidik senior. Kalau ada rekrutmen, ada peluang orang itu bermasalah atau berhubungan dengan pihak tertentu besar. Resikonya besar," kata Novel.
Novel menilai, akan lebih baik jika KPK punya penyidik sendiri. Kalaupun dari Polri, personel yang dibawa statusnya masih junior dengan pangkat maksimal Kompol. (kompol/t)
LIHAT JUGA VIDEO DI BAWAH INI
Novel yang enggan tebang pilih terhadap pemeriksaan saksi kasus korupsi kerap menentang perintah tersebut.
"Seumpama, ketika terkait, contohnya, anggota Polri, apabila beliau menentang, tidak boleh dipanggil, pasti saya bilang oh tidak bisa demikian," ujar Novel dalam wawancara eksklusif di Kompas TV, Senin (4/9/2017) malam.
"Ini contoh ya. Di beberapa kasus yang terkait anggota Polri, tidak pernah muncul. Ini satu indikator yang jelas," lanjut dia.
Namun, Novel enggan secara spesifik menjelaskan kasus apa saja. Pada 2016, setidaknya ada dua kasus yang diduga melibatkan personel Polri.
Pertama, kasus dugaan suap penerimaan anggota Polri di Polda Sumatera Selatan. Kasus tersebut berhenti pada proses etik. Empat oknum perwira menengah yang terlibat diberhentikan dari jabatannya. Kemudian, tindak pidana korupsi dalam kasus ini tak berlanjut.
Kedua, kasus dugaan suap di Mahkamah Agung (MA). Kasus ini menyeret Sekretaris MA tahun 2016, Nurhadi. Saat rumahnya digeledah, ditemukan uang sebesar Rp 1,7 miliar. Empat anggota Polri yang menjadi ajudan Nurhadi diduga mengetahui soal transaksi uang tersebut. Namun, KPK tak kunjung memintai keterangan mereka.
Oleh karena itu, Novel tak heran jika dirinya disebut sebagai penyidik yang keras dan punya kekuatan di KPK. Untuk urusan tersebut, Novel tidak bisa tinggal diam. Ia mengatakan, semua pihak terkait yang berperkara harus diproses dengan cara yang sama.
Novel mengakui, sudah jadi rahasia umum bahwa KPK tidak akan menyentuh perkara di mana di dalamnya ada anggota Polri terlibat.
"Jadi pembicaraan di internal KPK, ketika berhubungan Polri, tidak diproses. Padahal bisa saja KPK kerja sama dengan polri untuk ditangani bersama ketika ada oknum polisi," kata Novel.
Novel mengatakan, sudah cukup banyak penanganan kasus terkait anggota kepolisian yang tidak berjalan optimal. Padahal, kata dia, pembiaran oknum di tubuh Polri dapat membahayakan institusi itu sendiri.
Tak hanya di internal KPK, kata Novel, penegak hukum lain juga mempertanyakan mengapa KPK tak pernah menindak polisi. Hal tersebut juga kerap dibahas di Wadah Pegawai.
Novel, selaku Ketua Wadah Pegawai, yang paling lantang bersuara untuk menolak saat ada wacana mendatangkan perwira menengah Polri untuk menjadi penyidik senior KPK. Ia ingin independensi KPK tetap terjaga.
"Selama KPK ada, belum ada rekrutmen penyidik senior. Kalau ada rekrutmen, ada peluang orang itu bermasalah atau berhubungan dengan pihak tertentu besar. Resikonya besar," kata Novel.
Novel menilai, akan lebih baik jika KPK punya penyidik sendiri. Kalaupun dari Polri, personel yang dibawa statusnya masih junior dengan pangkat maksimal Kompol. (kompol/t)
LIHAT JUGA VIDEO DI BAWAH INI
Tidak ada komentar