DPR Sahkan Perppu Ormas Melalui Pemungutan Suara
LINTAS PUBLIK, Rapat paripurna DPR mengesahkan Perppu 2/2017 tentang Ormas menjadi undang-undang, Selasa (24/10/2017), melalui pemungutan suara karena semua fraksi tidak mencapai kesepakatan.
Berdasarkan penghitungan, dari total 445 anggota DPR yang hadir dalam rapat itu, 314 di antaranya setuju pengesahan Perppu, sementara 131 lainnya menolak, dilansir dari bbc.com.
Pemungutan suara dilakukan per fraksi, bukan perorangan seperti yang diatur tata tertib DPR. Sempat dikecam sejumlah anggota rapat, Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang memimpin forum menyebut mekanisme itu disepakati seluruh fraksi dalam forum lobi.
Usai ketok palu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah mempersilakan DPR mewacanakan revisi beleid itu. Namun ia menyebut pemerintah tak akan bernegoisaai soal asas Pancasila dan UUD 1945 yang wajib dianut setiap ormas.
"Pemerintah pada prinsipnya terbuka untuk koreksi dan penyempurnaan terbatas, tapi Pancasila adalah kata final. Untuk yang lain kami terbuka," ujarnya.
Lebih dari itu, Tjahjo menyebut Perppu Ormas merupakan komitnen pemerintah menjaga ideologi dan dasar negara.
Ditemui usai rapat, Fadli Zon menyebut Gerindra akan mengawal wacana revisi beleid tersebut. Namun ia berkata, pihaknya masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi atas judicial review Perppu Ormas yang diajukan sejumlah lembaga.
"Semoga MK bisa menggunakan kewenangannya merevisi sejumlah pasal yang otoritarian dan represif."
"Banyak pasal yang harus dirombak dalam undang-undang ini karena tidak harmonis dengan UU lainnya, termasuk ketentuan pidana," kata Fadli.
Alot dan diwarnai interupsi
Sebelum diambil keputusan melalui voting, rapat berlangsung alot dan diwarnai belasan interupsi, sehingga forum tersebut diskors untuk menampung lobi antarfraksi.
Sampai Selasa siang, Tiga fraksi tidak setuju DPR mengesahkan draf yang mengalihkan Perppu Ormas ke bentuk undang-undang, yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Gerindra, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Sementara itu, empat fraksi lain di DPR secara tegas mendukung pengesahan perppu tersebut menjadi undang-undang, yakni Fraksi Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), NasDem, dan Hanura.
Tiga fraksi lainnya, Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan, menyetujui pengesahan Perppu Ormas dengan syarat. Mereka meminta pemerintah dan DPR langsung merevisi beleid itu setelah ketok palu.
Revisi yang diminta tiga fraksi itu berkaitan dengan pengurangan hukuman pidana bagi anggota ormas yang asasnya bertentangan dengan Pancasila.
Satu poin lain yang mereka desak untuk diubah adalah kewenangan yang diberikan RUU Ormas pada Menteri Dalam Negeri untuk menafsirkan asas yang tidak sesuai dengan Pancasila atau UUD 1945.
Sejak rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon itu dibuka, sekitar pukul 10.30 WIB, pelbagai interupsi, baik pro maupun kontra Perppu Ormas bermunculan.
PKS: 'Mundur puluhan tahun'
Mardani Ali Sera dari Fraksi PKS misalnya, menyebut beleid soal ormas itu berpotensi memunculkan pemerintahan otoriter di Indonesia. Ia merujuk pada penghapusan mekanisme pembubaran ormas melalui pengadilan.
"Pengadilan dihilangkan dalam perppu. Penafsiran tunggal yang membuat bangsa mundur puluhan tahun, dikembalikan dalam perppu ini. Pemerintah menunjukkan ketidakmampuan mereka mengelola kebhinekaan," ujarnya.
Sejak Presiden Joko Widodo meneken Perppu Ormas awal tahun ini, Mardani merupakan anggota DPR yang aktif menolak peraturan tersebut. Mardani pernah berorasi bersama belasan ormas Islam yang menentang perppu itu, September lalu.
'Ada upaya ganti Pancasila'
Di sisi lain, Dwi Latifah dari Fraksi PDIP, menilai pengesahan Perppu Ormas vital untuk menindak kelompok tertentu yang berupaya mengganti Pancasila dengan ideologi radikal.
Tak hanya itu, ia menolak anggapan beleid itu akan membatasi hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul.
"Ada ormas tertentu yang secara rapi dan terdidik masuk ke organisasi untuk merusak anak bangsa. Pancasila seolah final, tapi secara horizontal kita pecah. SARA dimainkan," tuturnya.
Adapun, anggota Fraksi PKB, Abdul Malik Haramaen, menyebut negara dapat membatasi hak asasi seperti berserikat dan berkumpul. Ia merujuk pernyataannya pada UUD 1945 pasal 28J ayat 2.
"Kebebasan dapat dibatasi melalui undang-undang, salah besar kalau fraksi lain katakan itu tidak dapat dibatasi," kata Abdul. (bbc/tt)
LIHAT JUGA VIDEO MENARIK DI BAWAH INI
Berdasarkan penghitungan, dari total 445 anggota DPR yang hadir dalam rapat itu, 314 di antaranya setuju pengesahan Perppu, sementara 131 lainnya menolak, dilansir dari bbc.com.
Pemungutan suara dilakukan per fraksi, bukan perorangan seperti yang diatur tata tertib DPR. Sempat dikecam sejumlah anggota rapat, Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang memimpin forum menyebut mekanisme itu disepakati seluruh fraksi dalam forum lobi.
Usai ketok palu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah mempersilakan DPR mewacanakan revisi beleid itu. Namun ia menyebut pemerintah tak akan bernegoisaai soal asas Pancasila dan UUD 1945 yang wajib dianut setiap ormas.
Sejak rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon itu dibuka, sekitar pukul 10.30 WIB, pelbagai interupsi, baik pro maupun kontra Perppu Ormas bermunculan. |
"Pemerintah pada prinsipnya terbuka untuk koreksi dan penyempurnaan terbatas, tapi Pancasila adalah kata final. Untuk yang lain kami terbuka," ujarnya.
Lebih dari itu, Tjahjo menyebut Perppu Ormas merupakan komitnen pemerintah menjaga ideologi dan dasar negara.
Ditemui usai rapat, Fadli Zon menyebut Gerindra akan mengawal wacana revisi beleid tersebut. Namun ia berkata, pihaknya masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi atas judicial review Perppu Ormas yang diajukan sejumlah lembaga.
"Semoga MK bisa menggunakan kewenangannya merevisi sejumlah pasal yang otoritarian dan represif."
"Banyak pasal yang harus dirombak dalam undang-undang ini karena tidak harmonis dengan UU lainnya, termasuk ketentuan pidana," kata Fadli.
Alot dan diwarnai interupsi
Sebelum diambil keputusan melalui voting, rapat berlangsung alot dan diwarnai belasan interupsi, sehingga forum tersebut diskors untuk menampung lobi antarfraksi.
Sampai Selasa siang, Tiga fraksi tidak setuju DPR mengesahkan draf yang mengalihkan Perppu Ormas ke bentuk undang-undang, yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Gerindra, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Sementara itu, empat fraksi lain di DPR secara tegas mendukung pengesahan perppu tersebut menjadi undang-undang, yakni Fraksi Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), NasDem, dan Hanura.
Tiga fraksi lainnya, Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan, menyetujui pengesahan Perppu Ormas dengan syarat. Mereka meminta pemerintah dan DPR langsung merevisi beleid itu setelah ketok palu.
Revisi yang diminta tiga fraksi itu berkaitan dengan pengurangan hukuman pidana bagi anggota ormas yang asasnya bertentangan dengan Pancasila.
Satu poin lain yang mereka desak untuk diubah adalah kewenangan yang diberikan RUU Ormas pada Menteri Dalam Negeri untuk menafsirkan asas yang tidak sesuai dengan Pancasila atau UUD 1945.
Sejak rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon itu dibuka, sekitar pukul 10.30 WIB, pelbagai interupsi, baik pro maupun kontra Perppu Ormas bermunculan.
PKS: 'Mundur puluhan tahun'
Mardani Ali Sera dari Fraksi PKS misalnya, menyebut beleid soal ormas itu berpotensi memunculkan pemerintahan otoriter di Indonesia. Ia merujuk pada penghapusan mekanisme pembubaran ormas melalui pengadilan.
"Pengadilan dihilangkan dalam perppu. Penafsiran tunggal yang membuat bangsa mundur puluhan tahun, dikembalikan dalam perppu ini. Pemerintah menunjukkan ketidakmampuan mereka mengelola kebhinekaan," ujarnya.
Sejak Presiden Joko Widodo meneken Perppu Ormas awal tahun ini, Mardani merupakan anggota DPR yang aktif menolak peraturan tersebut. Mardani pernah berorasi bersama belasan ormas Islam yang menentang perppu itu, September lalu.
'Ada upaya ganti Pancasila'
Di sisi lain, Dwi Latifah dari Fraksi PDIP, menilai pengesahan Perppu Ormas vital untuk menindak kelompok tertentu yang berupaya mengganti Pancasila dengan ideologi radikal.
Tak hanya itu, ia menolak anggapan beleid itu akan membatasi hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul.
"Ada ormas tertentu yang secara rapi dan terdidik masuk ke organisasi untuk merusak anak bangsa. Pancasila seolah final, tapi secara horizontal kita pecah. SARA dimainkan," tuturnya.
Adapun, anggota Fraksi PKB, Abdul Malik Haramaen, menyebut negara dapat membatasi hak asasi seperti berserikat dan berkumpul. Ia merujuk pernyataannya pada UUD 1945 pasal 28J ayat 2.
"Kebebasan dapat dibatasi melalui undang-undang, salah besar kalau fraksi lain katakan itu tidak dapat dibatasi," kata Abdul. (bbc/tt)
LIHAT JUGA VIDEO MENARIK DI BAWAH INI
Tidak ada komentar