Budayakan Literasi, Sekolah Ini Rutin Terbitkan Buku Karya Siswanya
LINTAS PUBLIK - BANYUWANGI, Ada hal menarik yang dilakukan SMAN 1 Banyuwangi untuk meningkatkan budaya literasi di kalangan siswanya. Sejak tahun 2015, sekolah yang berada di Jalan Ikan Tongkol Kertosari Banyuwangi menerbitkan buku yang berisi karya siswa.
Sampai saat ini sudah ada lima judul buku yang sudah diterbitkan, yaitu kumpulan puisi tentang Banyuwangi: Cangkir Kopi Olehsari, kumpulan puisi Putih Abu Abu, Asal usul Kebalenan dan cerita rakyat lainnya.
Lalu sekumpulan Dongeng Binatang: Kumbang Koksi dan Daun Kelor serta Analogi Puisi: Kembang Adiwiyata. Buku yang keenam masih dalam proses edit dan akan dirilis pada Desember 2017.
Muttafaqur Rohmah, guru bahasa Indonesia SMAN 1 Banyuwangi dilansir Kompas.com Rabu (11/11/2017) mengatakan, buku tersebut adalah kumpulan dari tugas para siswa. Agar terus bisa dibaca, ada inisiatif dari siswa untuk membukukan tugas kelasnya hingga menjadi buku.
BACA JUGA Cek Status Mu, Pendaftaran Puisi Berakhir 19 April 2015,
"Buku yang pertama adalah yang berjudul Kembang Adiwiyata yang berisi kumpulan puisi yang ditulis siswa. Tapi hanya satu kelas jadi buku pertama memang lebih tipis dibanding keempat buku lainnya," jelas perempuan yang akrab dipanggil Bu Uut tersebut.
Sementara buku berjudul Asal Usul Kebalenan dan cerita rakyat lainnya, berisi tentang kumpulan cerita rakyat yang mengisahkan asal-usul tempat yang ada di wilayah Kabupaten Banyuwangi.
Ada hampir seratus cerita rakyat dikumpulkan di buku setebal 627 halaman tersebut.
"Dari kesepakatan awal dengan para siswa, mereka bertanya tentang cerita tutur kepada orang-orang tua di sekitarnya. Namun ternyata banyak yang bertanya kepada mbak google. Tapi setidaknya mereka sudah belajar menuliskan kembali cerita klasik dalam bahasa yang asyik. Membudayakan literasi di kalangan siswa," jelas Bu Uut.
Menjadi editor dari buku-buku yang ditulis oleh para siswa SMA, diakui Bu Uut, tidaklah mudah. Sebab bukan hanya membetulkan ejaan tapi ada beberapa naskah yang harus diubah sedikit ceritanya terutama di buku sekumpulan Dongeng Binatang: Kumbang Koksi dan Daun Kelor.
Menurutnya, walau berisi dongeng binatang, alur cerita yang disajikan harus masuk akal.
"Jadi memang ada beberapa naskah yang harus saya sulam lagi agar menjadi sebuah cerita yang utuh," jelasnya seraya mengatakan buku tersebut jadi koleksi perpustakaan dan bisa dibeli masyarakat.
Untuk memulai sebuah tulisan, sambung Bu Uut, para siswa kerap kesulitan mengawali dan bingung menulis apa. Biasanya, ia akan memberikan contoh tulisan karyanya sendiri.
Lalu ia meminta siswa untuk mengawali cerita dari konflik, baru kemudian dikembangkan ke cerita yang lebih detail.
"Jadi di setiap buku itu selalu ada satu tulisan saya yang menjadi contoh untuk anak anak," jelasnya.
Sementara itu, Salsa, salah satu siswa SMAN 1 Banyuwangi mengaku tidak mudah membuat naskah cerpen atau puisi. Apalagi dia masih duduk di bangku sekolah dan belum pernah menulis naskah cerpen sama sekali.
"Kalo bingung paling ya baca buku lain sama ngobrol sama bu guru. Nanti ketemu sendiri ide dan alur ceritanya," jelasnya.
Ia sendiri mengaku bangga hasil karyanya bisa dibukukan. Karena biasanya setelah membuat tugas sekolah hasilnya akan ditumpuk saja. Namun dengan dibuat menjadi buku, karyanya bisa dibaca kembali oleh siapappun dan kapanpun.
"Apalagi pas ada yang mau beli bukunya. Seneng banget tulisan saya dihargai," jelas gadis berjilbab tersebut sambil tersenyum. (komp/t)
Sampai saat ini sudah ada lima judul buku yang sudah diterbitkan, yaitu kumpulan puisi tentang Banyuwangi: Cangkir Kopi Olehsari, kumpulan puisi Putih Abu Abu, Asal usul Kebalenan dan cerita rakyat lainnya.
Lalu sekumpulan Dongeng Binatang: Kumbang Koksi dan Daun Kelor serta Analogi Puisi: Kembang Adiwiyata. Buku yang keenam masih dalam proses edit dan akan dirilis pada Desember 2017.
Muttafaqur Rohmah, guru bahasa Indonesia SMAN 1 Banyuwangi dilansir Kompas.com Rabu (11/11/2017) mengatakan, buku tersebut adalah kumpulan dari tugas para siswa. Agar terus bisa dibaca, ada inisiatif dari siswa untuk membukukan tugas kelasnya hingga menjadi buku.
BACA JUGA Cek Status Mu, Pendaftaran Puisi Berakhir 19 April 2015,
Sswi SMA Negeri 1 Banyuwangi menunjukan buku yang diterbitkan |
"Buku yang pertama adalah yang berjudul Kembang Adiwiyata yang berisi kumpulan puisi yang ditulis siswa. Tapi hanya satu kelas jadi buku pertama memang lebih tipis dibanding keempat buku lainnya," jelas perempuan yang akrab dipanggil Bu Uut tersebut.
Sementara buku berjudul Asal Usul Kebalenan dan cerita rakyat lainnya, berisi tentang kumpulan cerita rakyat yang mengisahkan asal-usul tempat yang ada di wilayah Kabupaten Banyuwangi.
Ada hampir seratus cerita rakyat dikumpulkan di buku setebal 627 halaman tersebut.
"Dari kesepakatan awal dengan para siswa, mereka bertanya tentang cerita tutur kepada orang-orang tua di sekitarnya. Namun ternyata banyak yang bertanya kepada mbak google. Tapi setidaknya mereka sudah belajar menuliskan kembali cerita klasik dalam bahasa yang asyik. Membudayakan literasi di kalangan siswa," jelas Bu Uut.
Menjadi editor dari buku-buku yang ditulis oleh para siswa SMA, diakui Bu Uut, tidaklah mudah. Sebab bukan hanya membetulkan ejaan tapi ada beberapa naskah yang harus diubah sedikit ceritanya terutama di buku sekumpulan Dongeng Binatang: Kumbang Koksi dan Daun Kelor.
Menurutnya, walau berisi dongeng binatang, alur cerita yang disajikan harus masuk akal.
"Jadi memang ada beberapa naskah yang harus saya sulam lagi agar menjadi sebuah cerita yang utuh," jelasnya seraya mengatakan buku tersebut jadi koleksi perpustakaan dan bisa dibeli masyarakat.
Untuk memulai sebuah tulisan, sambung Bu Uut, para siswa kerap kesulitan mengawali dan bingung menulis apa. Biasanya, ia akan memberikan contoh tulisan karyanya sendiri.
Lalu ia meminta siswa untuk mengawali cerita dari konflik, baru kemudian dikembangkan ke cerita yang lebih detail.
"Jadi di setiap buku itu selalu ada satu tulisan saya yang menjadi contoh untuk anak anak," jelasnya.
Sementara itu, Salsa, salah satu siswa SMAN 1 Banyuwangi mengaku tidak mudah membuat naskah cerpen atau puisi. Apalagi dia masih duduk di bangku sekolah dan belum pernah menulis naskah cerpen sama sekali.
"Kalo bingung paling ya baca buku lain sama ngobrol sama bu guru. Nanti ketemu sendiri ide dan alur ceritanya," jelasnya.
Ia sendiri mengaku bangga hasil karyanya bisa dibukukan. Karena biasanya setelah membuat tugas sekolah hasilnya akan ditumpuk saja. Namun dengan dibuat menjadi buku, karyanya bisa dibaca kembali oleh siapappun dan kapanpun.
"Apalagi pas ada yang mau beli bukunya. Seneng banget tulisan saya dihargai," jelas gadis berjilbab tersebut sambil tersenyum. (komp/t)
Tidak ada komentar