Guru Menganiaya Siswa: Cukup Selesai dengan 'Jalan Damai'?
LINTAS PUBLIK, Ulah guru yang memukuli siswa memicu perdebatan di media sosial mengenai kekerasan di lingkungan sekolah. Siswa korban pemukulan sempat dirawat di rumah sakit.
Komite Nasional perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hari ini berkunjung ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menuntut evaluasi kelayakan guru pelaku pemukulan.
Yang menjadi pangkal musabab adalah video viral yang memperlihatkan pemukulan bertubi-tubi seorang siswa oleh guru SMP Negeri 10 Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung.
Pemukulan yang dilakukan guru bernama Ma'in terjadi pertengahan Oktober terhadap seorang siswa.
''Ini sudah masuk kategori penganiayaan berat. Tidak sekadar ditampar, itu dibenturkan kepalanya ke dinding,'' kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam siaran persnya. ''Bahkan terjadi juga pelemparan kursi.''
Retno menilai, guru tersebut harus dievaluasi secara kepegawaian oleh dinas terkait. ''Apakah masih patut menjadi guru?''
Menurut informasi yang dihimpun KPAI, serta kesaksian yang dikumpulkan dari teman korban, persoalan dimulai ketika korban meledek guru matematika tersebut dengan memanggil namanya. Lalu setelah siswa itu mengaku, guru pun memukulinya.
Korban sempat dibawa ke kantor kepala sekolah, sebelum dibawa keluarganya ke Puskesmas Air Itam. Namun, karena terus merasa pusing, korban kemudian dirujuk ke RSUD Depati Hamzah.
Ibu korban, Nia, mengaku tidak terima dengan perlakuan guru ke anaknya. ''Kalau misalnya karena anak saya nakal, saya sebagai ibunya meminta maaf. Tapi, tidak semestinya anak saya dianiaya seperti ini. Sebagai orang tua, saya tidak terima.'' dilansir dari Bangka Pos .
Hak atas fotoAFPImage captionData KPAI, angka kasus kekerasan di sekolah mencapai 34% dari total laporan kasus yang diterima sejak pertengahan Juli hingga awal November. Gambar merupakan ilustrasi.Kerap berujung 'damai'
Menurut KPAI, negara harus hadir di setiap kasus kekerasan dalam dunia pendidikan. Sebab, kata Retno, dalam empat bulan terakhir KPAI menerima banyak pengaduan sejenis.
''Bahkan angka kasus kekerasan di sekolah mencapai 34% dari total laporan kasus yang diterima sejak pertengahan Juli hingga awal November.''
Wilayah kejadian, urainya, mencakup DKI Jakarta, Sukabumi, Indramayu, Bekasi, Bangka Belitung, Kota Medan, Padangsidempuan, Muaro Jambi, Lombok Barat, dan Aceh.
Sedangkan kriminolog pemerhati perempuan dan anak, Purniarti, mengkritisi 'langkah damai' yang kerap dipakai sebagai penyelesaian. Menurutnya, selama guru tidak menderita gangguan jiwa - artinya sadar telah melakukan tindakan hukum - penganiayaan di dunia pendidikan harus juga diselesaikan secara hukum.
''Kita sudah ada UU Perlindungan Anak. Kalau 'penyelesaian damai' dianggap lebih baik daripada pendekatan hukum, dimana sisi perlindungannya?'' tanya Purniarti.
Data penganiayaan di dunia pendidikan, menurut Purniarti, masih banyak yang tersembunyi.
"Banyak hidden crime atau kejahatan yang tidak dilaporkan. Itu sebabnya data kekerasan tidak bisa akurat. Karena data yang ada adalah data laporan,'' kata dia.
Banyaknya laporan yang muncul belakangan ini dinilai sebagai semakin baiknya kesadaran hukum masyarakat. "Tapi di ujung sana, ketika kasus semacam ini diselesaikan secara kekeluargaan, harus ditelaah mengapa? Apakah kita kekurangan guru kalau guru-guru itu ditegur lalu tidak diizinkan mengajar lagi. Apakah orang tua ketakutan anak tidak bisa sekolah lagi?''
Purniarti mengingatkan bahwa adanya kontak fisik tidak bisa dibenarkan. ''Kalau sudah penganiayaan itu sudah tak bisa ditoleransi,'' tegasnya. (bbc/t)
Komite Nasional perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hari ini berkunjung ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menuntut evaluasi kelayakan guru pelaku pemukulan.
Yang menjadi pangkal musabab adalah video viral yang memperlihatkan pemukulan bertubi-tubi seorang siswa oleh guru SMP Negeri 10 Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung.
Pemukulan yang dilakukan guru bernama Ma'in terjadi pertengahan Oktober terhadap seorang siswa.
''Ini sudah masuk kategori penganiayaan berat. Tidak sekadar ditampar, itu dibenturkan kepalanya ke dinding,'' kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam siaran persnya. ''Bahkan terjadi juga pelemparan kursi.''
Retno menilai, guru tersebut harus dievaluasi secara kepegawaian oleh dinas terkait. ''Apakah masih patut menjadi guru?''
Menurut informasi yang dihimpun KPAI, serta kesaksian yang dikumpulkan dari teman korban, persoalan dimulai ketika korban meledek guru matematika tersebut dengan memanggil namanya. Lalu setelah siswa itu mengaku, guru pun memukulinya.
Korban sempat dibawa ke kantor kepala sekolah, sebelum dibawa keluarganya ke Puskesmas Air Itam. Namun, karena terus merasa pusing, korban kemudian dirujuk ke RSUD Depati Hamzah.
Ibu korban, Nia, mengaku tidak terima dengan perlakuan guru ke anaknya. ''Kalau misalnya karena anak saya nakal, saya sebagai ibunya meminta maaf. Tapi, tidak semestinya anak saya dianiaya seperti ini. Sebagai orang tua, saya tidak terima.'' dilansir dari Bangka Pos .
Hak atas fotoAFPImage captionData KPAI, angka kasus kekerasan di sekolah mencapai 34% dari total laporan kasus yang diterima sejak pertengahan Juli hingga awal November. Gambar merupakan ilustrasi.Kerap berujung 'damai'
Menurut KPAI, negara harus hadir di setiap kasus kekerasan dalam dunia pendidikan. Sebab, kata Retno, dalam empat bulan terakhir KPAI menerima banyak pengaduan sejenis.
''Bahkan angka kasus kekerasan di sekolah mencapai 34% dari total laporan kasus yang diterima sejak pertengahan Juli hingga awal November.''
Wilayah kejadian, urainya, mencakup DKI Jakarta, Sukabumi, Indramayu, Bekasi, Bangka Belitung, Kota Medan, Padangsidempuan, Muaro Jambi, Lombok Barat, dan Aceh.
Sedangkan kriminolog pemerhati perempuan dan anak, Purniarti, mengkritisi 'langkah damai' yang kerap dipakai sebagai penyelesaian. Menurutnya, selama guru tidak menderita gangguan jiwa - artinya sadar telah melakukan tindakan hukum - penganiayaan di dunia pendidikan harus juga diselesaikan secara hukum.
''Kita sudah ada UU Perlindungan Anak. Kalau 'penyelesaian damai' dianggap lebih baik daripada pendekatan hukum, dimana sisi perlindungannya?'' tanya Purniarti.
Data penganiayaan di dunia pendidikan, menurut Purniarti, masih banyak yang tersembunyi.
"Banyak hidden crime atau kejahatan yang tidak dilaporkan. Itu sebabnya data kekerasan tidak bisa akurat. Karena data yang ada adalah data laporan,'' kata dia.
Banyaknya laporan yang muncul belakangan ini dinilai sebagai semakin baiknya kesadaran hukum masyarakat. "Tapi di ujung sana, ketika kasus semacam ini diselesaikan secara kekeluargaan, harus ditelaah mengapa? Apakah kita kekurangan guru kalau guru-guru itu ditegur lalu tidak diizinkan mengajar lagi. Apakah orang tua ketakutan anak tidak bisa sekolah lagi?''
Purniarti mengingatkan bahwa adanya kontak fisik tidak bisa dibenarkan. ''Kalau sudah penganiayaan itu sudah tak bisa ditoleransi,'' tegasnya. (bbc/t)
Tidak ada komentar