Header Ads

Survei TII: Medan Kota Terkorup 2017

LINTAS PUBLIK, Hasil survei terbaru dari Transparency International Indonesia (TII) menyimpulkan kota Medan, Sumatera Utara, sebagai kota terkorup pada 2017.

Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko mengatakan, kesimpulan tersebut adalah hasil survei yang dilakukan TII mengenai indeks persepsi korupsi (IPK) di 12 kota besar di bagian barat, tengah, serta timur Indonesia.

Dari 12 kota yang disurvei, Medan menjadi kota terkorup karena hanya mendapat 37,4 poin. Berturut-turut setelah Medan, ada Makassar (53,4), Bandung (57,9), Semarang (58,9), Surabaya (61,4), dan Manado (62,8).


Kemudian, Padang (63,1), Banjarmasin (63,7), Balikpapan (64,3), Pekanbaru (65,5), Pontianak (66,5), serta Jakarta Utara (73,9) yang merupakan kota terbersih dari praktik korupsi.

"Angka 0 adalah paling buruk dan 100 adalah paling bersih," ucap Wawan.

Survei melibatkan sedikitnya 1.200 pengusaha di 12 kota untuk dijadikan responden. Masing-masing kota diambil sekitar 80-110 responden. Sektor usaha yang dilibatkan antara lain di manufaktur, jasa, perdagangan, konstruksi, dan keuangan.

Sementara itu, 12 kota yang disurvei dipilih atas beberapa pertimbangan, antara lain masing-masing kota adalah ibukota provinsi, menyumbang nilai produk domestik bruto (PDB) yang besar di tingkat nasional. Selain itu, kedua belas kota juga dianggap dapat mewakili masing masing wilayah bagian barat, tengah dan timur Indonesia.

Wawan lalu menjelaskan, survei dilakukan menggunakan lima indikator.

Pertama, aspek prevalensi korupsi. Indikator itu mengukur sebesar apa dan seberapa sering penyalahgunaan wewenang yang terjadi antara lembaga pelayanan publik dengan pelaku usaha di masing-masing kota.

Kedua, akuntabilitas publik yakni melihat bentuk pertanggungjawaban dana publik yang digunakan. Ketiga, Motivasi korupsi yaitu dorongan yang timbul terhadap pejabat publik untuk melakukan tindak pidana korupsi.

"Kita tanya, misalnya, pernah enggak pengusaha diminta memberikan suap atau gratifikasi," kata Wawan.

Indikator keempat adalah dampak korupsi. TII meneliti sektor usaha apa saja yang terdampak praktik suap. Kelima atau terakhir mengenai efektifitas pemberantasan korupsi di masing masing kota.

Di samping itu, TII juga menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) dalam melakukan survei.

Pelayanan Publik Meningkat

Merujuk dari hasil survei secara keseluruhan, Wawan mengatakan pelayanan publik di Indonesia mengalami banyak perbaikan.

Itu tercermin dari poin indeks persepsi korupsi di Indonesia tahun 2017 yang, berdasarkan survei 12 kota itu, mencapai angka 60,8.
Angka tersebut lebih tinggi dari tahun 2015 lalu yang hanya mencapai 54,7 poin.

"Terjadi banyak perbaikan di pelayanan publik, khususnya yang berkaitan antara pelaku usaha dengan penyedia layanan. Baik itu reformasi perizinan, pengadaan, hingga regulasi," katanya.

Jika diuraikan berdasarkan lima indikator yang telah disebutkan, maka prevalensi korupsi meraih angka 53,9 poin, akuntabilitas publik 60,9 poin, motivasi korupsi 57,2 poin, sektor terdampak korupsi 63,2 poin, instansi 61,5, dan efektifitas pemberantasan korupsi 65,3 poin

"Ini menjadi amunisi kita, transparansi nasional untuk bicara lebih banyak dengan stakeholder di tingkat kota, dengan pelaku usaha dan pemerintahnya bahwa kondisi kita seperti ini," ucap Wawan. (cnn/t)


LIHAT JUGA VIDEO DI BAWAH INI
TAO TOBA NAULI - Tarian Danau Toba di Siantar



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.