Header Ads

Kisah Haru Sejoli Terpaksa Menikah di Lokasi Pengungsian Karena Erupsi Gunung Agung

LINTAS PUBLIK, Sejak beberapa hari terakhir warga pengungsi Gunung Agung di wilayah Taman Gianyar bergotong royong membuat sarana upacara adat.

Semula disangka, kegiatan ini hanya untuk mengisi waktu luang dengan membuat sarana persembahyangan. Namun ternyata di posko pengungsian, ada dua sejoli yang juga warga pengungsi akan melangsungkan pernikahan dengan mengambil lokasi di Taman Prakerti Bhuana, Beng, kabupaten Gianyar, Bali.

Prosesi pernikahan sudah dilangsungkan sejak Rabu pagi. Guyuran abu vulkanik ditambah rintik hujan tak menjadi halangan cinta mereka untuk berlanjut ke pelaminan.

BACA JUGA  Penghina Istrinya Ditangkap Polisi, Ini Kata Panglima TNI


Rasa sedih dan bahagia terpancar dari wajah pasangan pengantin. Selain keluarga, seluruh warga yang ada di tenda pengungsian ikut merasakan haru saat prosesi upacara Pawiwahan (pernikahan) dimulai. Mereka menitikjan air mata.

Bisik-bisik warga yang menyaksikan pernikahan itu, sejoli ini sudah lama menjalin kasih, jauh sebelum sama-sama berada di pengungsian. Sejak jauh hari mereka telah menentukan tanggal dan bulan pernikahan.

Namun apa dikata, alam berkehendak lain mereka harus melangsungkan pernikahan jauh dari kampung halamannya di Dusun Lusuh Kangin, Pering Sari, Selat, Karangasem.

"Mereka berdua dari satu desa. Sebelum mengungsi sudah rencanakan pernikahan pada hari ini, tetapi tidak menyangka kalau rencana pernikahan harus pindah tempat di pengungsian. Mau bagaimana lagi, desa kami masuk kawasan rawan dari Gunung Agung," terang Bu Nengah, kerabat mempelai, Rabu (20/12/2017).

Lanjut Nengah, selama status awas Gunung Agung, mempelai laki-laki, I Putu Agus Wirawan (28) bersama keluarganya mengungsi secara mandiri di Denpasar.

Sementara mempelai wanita Ni Made Ayu Sripatni (25) ada di pengungsian. Syukurnya Taman Prakerti Bhuana di Kelurahan Beng, Gianyar memang dikonsep untuk membantu umat yang memiliki kendala dalam melaksanakan upacara adat terlebih bagi para pengungsi, sehingga tak menghilangkan momen sakral sebuah pernikahan.

Kedua mempelai merogoh saku Rp 15 juta untuk melangsungkan pesta pernikahan ini. Dengan biaya itu, mempelai bersyukur sudah mendapatkan hidangan dan tempat sekelas hotel berbintang untuk 100 orang tamu undangan.

Mempelai perempuan, Ni Made Ayu mengaku tidak keberatan harus menikah bukan di desanya. Sebab selain berada di kawasan aman bencana, ritual pernikahan juga tidak mengubah pemaknaan ritual.

"Jika dipaksakan upacara di kampung, pasti biaya lebih besar. Belum lagi, desa saya berstatus KRB II yang sangat beresiko sekali," terangnya.

Pengelola Taman Prakerti Bhuana, Ida Bagus Adi Supartha, menyebut tempat yang dibangunnya itu memang bertujuan untuk membantu umat agar dapat melaksanakan upacara secara praktis dan ekonomis tanpa mengurangi pemaknaan.

"Pada upacara pernikahan ini, perwakilan warga desa, pengurus adat, aparatur desa serta pemangku adat dari desa mempelai, turut hadir menyaksikan. Jadi ikatan perkawinan ini sah secara adat dan hukum," tegasnya.


LIHAT JUGA VIDEO DI BAWAH INI
Wisata Kuliner Kota Pematangsiantar





Sumber   : merdeka

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.