Jika Disahkan, RUU KUHP Berpotensi 'Bunuh' KPK
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, rancangan Undang-Undang KUHP yang saat ini masih dibahas di DPR RI berpotensi 'membunuh' Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika nantinya disahkan.
"Jika (RUU KUHP) disahkan, secara langsung atau tidak langsung akan membunuh KPK, itu bukan lagi sekadar memperlemah," ujar Fickar dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2018).
Pasalnya, sejumlah ketentuan tindak pidana korupsi yang secara khusus sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, turut dimasukkan ke dalam RUU KUHP.
Misalnya, berdasarkan draft Februari 2017, Pasal 687 RUU KUHP senada dengan Pasal 2 UU Tipikor, Pasal 688 RUU KUHP senada dengan Pasal 3 UU Tipikor, Pasal 689 RUU KUHP senada dengan Pasal 4 UU Tipikor dan sebagainya.
Hukum di Indonesia menganut tiga prinsip. Pertama, produk hukum yang khusus mengalahkan yang umum. Kedua, produk hukum yang tinggi mengalahkan yang rendah dan ketiga, produk hukum yang baru mengalahkan yang lama.
Dengan demikian, jika RUU KUHP disahkan, maka UU lama, meskipun mengatur kekhususan, tidak lagi digunakan.
"Kalau begitu jelas, ini menggeser UU Tipikor dan KPK yang bersifat extraordinary crime ke tindak pidana yang bersifat biasa-biasa saja. Otomatis, konsekuensinya adalah menggeser cara penanganan tindak pidananya dari yang khusus menjadi biasa saja," ujar Fickar.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan bahwa KPK tidak akan kehilangan kewenangannya yang bersifat khusus sekalipun tindak pidana korupsi nantinya akan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Yasonna, hal tersebut tak akan menghapuskan sifat lex specialis atau kekhususan KPK. Hal serupa terjadi pada lembaga lain, misalnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
"Kecuali dengan undang-undang ini kewenangan yang bersifat khusus dari KPK, BNN, BNPT akan hilang. Itu barulah ribut sedunia. Ini kan enggak," kata Yasonna seusai acara buka bersama di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6/2017).
Sumber : kompas
"Jika (RUU KUHP) disahkan, secara langsung atau tidak langsung akan membunuh KPK, itu bukan lagi sekadar memperlemah," ujar Fickar dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2018).
Pasalnya, sejumlah ketentuan tindak pidana korupsi yang secara khusus sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, turut dimasukkan ke dalam RUU KUHP.
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Baru KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2017). |
Hukum di Indonesia menganut tiga prinsip. Pertama, produk hukum yang khusus mengalahkan yang umum. Kedua, produk hukum yang tinggi mengalahkan yang rendah dan ketiga, produk hukum yang baru mengalahkan yang lama.
Dengan demikian, jika RUU KUHP disahkan, maka UU lama, meskipun mengatur kekhususan, tidak lagi digunakan.
"Kalau begitu jelas, ini menggeser UU Tipikor dan KPK yang bersifat extraordinary crime ke tindak pidana yang bersifat biasa-biasa saja. Otomatis, konsekuensinya adalah menggeser cara penanganan tindak pidananya dari yang khusus menjadi biasa saja," ujar Fickar.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan bahwa KPK tidak akan kehilangan kewenangannya yang bersifat khusus sekalipun tindak pidana korupsi nantinya akan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Yasonna, hal tersebut tak akan menghapuskan sifat lex specialis atau kekhususan KPK. Hal serupa terjadi pada lembaga lain, misalnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
"Kecuali dengan undang-undang ini kewenangan yang bersifat khusus dari KPK, BNN, BNPT akan hilang. Itu barulah ribut sedunia. Ini kan enggak," kata Yasonna seusai acara buka bersama di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6/2017).
Sumber : kompas
Tidak ada komentar