Survei LSI Denny JA, Ini 5 Isu Terkini Partai Politik
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Partai politik mana yang akhirnya menjadi no 1 dan menentukan landscape politik Indonesia paska pilpres dan pileg serentak 2019? Partai mana pula yang terlempar karena tak memenuhi syarat (PT) 4 persen?
Prediksi hasil pemilu adalah gabungan antara kaedah ilmiah dan seni membaca situasi. Tanpa kaedah ilmiah, itu prediksi semu. Apalagi ilmu pengetahuan sudah sampai di tahap itu. Prilaku pemilih sudah menjadi kajian ribuan riset ilmiah sejak lima puluh tahun lalu.
Namun masa depan tak pernah kekurangan kejutan. Realitas selalu lebih kaya dari konstruksi ilmu pengetahuan. Dalam hal ilmu belum sampai, sesuatu di luar ilmu bekerja. Untuk mudahnya, sesuatu di luar ilmu itu kita sebut saja seni.
Tentu seni itu tak datang tiba tiba dari langit. Lalu ia hinggap di kepala orang yang sangat awam. Seni itu nama lain dari intensitas dan jam terbang. Hanya pada mereka yang sangat berpengalaman dan intensif, di sebuah profesi, memiliki seni itu. Katakanlah ini sejenis instink profesional.
Hanya dengan kombinasi kaedah ilmiah dan seni akibat panjangnya jam terbang, seseorang atau lembaga bisa terpercaya membuat prediksi yang bertanggung jawab.
Januari 2018 ini, LSI Denny JA membuat prediksi. PDIP dan Golkar akan bersaing memperebutkan posisi partai nomor satu di tahun 2019 nanti. Namun Gerindra membayangi dan menjadi kuda hitam untuk merebut nomor satu yang sama.
LSI Denny JA sudah sangat terbiasa membuat prediksi. Rekor MURI sudah diperoleh karena prediksinya sejak pemilu langsung pertama di tahun 2004, (bahkan diiklankan di koran sebelum peristiwa), 13 kali, keseluruhannya 100 persen terjadi.
Publik juga bisa mengecek di google peristiwa terakhir. Setahun sebelum pilkada DKI. Semua lembaga survei menyatakan Ahok akan menang telak, bahkan satu putaran. LSI Denny JA, satu satunya yang berbeda. Setahun sebelum pilkada DKI, saya sudah menulis: Ahok kuat, Tapi bisa dikalahkan.
Sebelumnya di Pilpres 2009, 1-2 bulan sebelum pilpres, LSI Denny JA memprediksi SBY akan menang SATU PUTARAN SAJA. Kembali LSI dikecam. Namun kembali terbukti.
Apa yang membuat LSI Denny JA berbeda? Tentu bukan pada kemampuan kaedah ilmiah. Penjelasannya ada pada seni memprediksi akibat jam terbang, intensitas, dan kepekaan. Ia lebih bisa membaca di balik angka, dan kejadian setelahnya.
Di bawah ini, lima isu partai politik di Zaman Now. Lima isu ini akan menjadi variabel yang mewarnai politik Indonesia, mulai hari ini hingga hasil pileg dan pilpres 2019 tuntas.
Survei Terbaru
Survei terbaru LSI Denny JA menemukan bahwa ada 5 (lima) isu partai yang menarik.
Isu Pertama, hanya 2 (dua) partai politik yang perolehan dukungan saat ini (elektabilitas) diatas perolehan suaranya di pemilu legislatif 2014.
Kedua partai tersebut adalah PDIP dan Partai Golkar. Saat ini, elektabilitas PDIP sebesar 22.2 %, lebih besar dari perolehan suaranya di pemilu 2014 yaitu 18.95 %. Elektabilitas Partai Golkar sebesar 15.5 %, lebih besar dari perolehan suaranya di pemilu 2014 yaitu sebesar 14.75 %. Elektabilitas partai lainnya rata-rata dibawah perolehan suaranya di pemilu 2014.
Untuk pertama kali, Golkar mampu meraih dukungan diatas perolehan suaranya di pemilu 2014. Pada sejumlah survei sebelumnya, elektabilitas partai Golkar justru mengalami penurunan. Terutama ketika kasus E KTP mencuat dan melibatkan Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Golkar.
Pasca pergantian kepemimpinan, elektabilitas partai Golkar mulai membaik dan menunjukan tren kenaikan. Pada survei LSI Denny JA, bulan Agustus 2017, elektabilitas partai Golkar saat itu sebesar 11.6 %, di peringkat ketiga dibawah partai Gerindra. Pada Desember 2017, elektabilitas Golkar naik menjadi 13.8 %, dan Januari 2018 naik lagi menjadi 15.5 %.
Sementara itu, elektabilitas PDIP justru mengalami penurunan. Pada survei LSI Denny JA, Agustus 2017, elektabilitas PDIP berada di angka 28.3 %. Naik cukup besar dari perolehan suaranya di pemilu 2014. Pada Desember 2017, elektabilitas PDIP justru mengalami penurunan yaitu di angka 22.7 %. Dan saat ini, Januari 2018, elektabilitas PDIP sebesar 22.2 %.
Mengapa PDIP mengalami penurunan? Dan mengapa partai Golkar mengalami kenaikan? Ada tiga alasan yang bisa menjelaskan.
Pertama, pemilih yang sebelumnya “lari” ke partai lain terutama PDIP, kembali ke “kandang” Golkar. Migrasi pemilih antara PDIP dan Golkar bisa terjadi karena kedua partai ini memiliki platform partai yang sama yaitu nasionalis, dan juga memiliki basis dukungan tradisional yang sama yaitu pemilih menengah bawah (wong cilik).
Kedua, sosok ketua umum baru partai Golkar, Airlangga Hartarto memberi harapan baru bagi partai Golkar. Airlangga yang dikesankan bersih dan berintegritas membangun kembali kredibilitas partai yang sebelumnya diterpa isu negatif E KTP.
Ketiga, 3 (tiga) program pro rakyat yang dikampanyekan oleh partai Gokar dibawah kepemimpinan Airlangga Hartarto disukai luas oleh pemilih. Tiga Program pro rakyat tersebut rata-rata diatas 80 % tingkat kesukaan pemilih. Tiga program pro rakyat ini juga yang menarik kembali simpati pemilih wong cilik.
Partai Golkar berpotensi menjadi pesaing utama PDIP dalam merebut pemenang pemilu 2019. Namun kondisi ini sangat tergantung pada Golkar sendiri. Upaya Golkar untuk me-rebranding partai dengan fokus pada program yang punya daya tarik elektoral dan image ketua umum yang baru akan membantu mendongkrak suara partai.
Sebelum melanjutkan empat isu lainnya, dipaparkan dulu soal metode riset dan hal ihwal seputarnya.
Survei nasional ini adalah survei nasional reguler LSI Denny JA. Responden sebanyak 1200 dipilih berdasarkan multi stage random sampling. Wawancara tatap muka dengan responden dilakukan serentak di 34 propinsi dari tanggal 7 sampai tanggal 14 Januari 2018.
Survei ini dibiayai sendiri sebagai bagian layanan publik LSI Denny JA. Margin of error plus minus 2.9 persen. Survei dilengkapi dengan riset kualitatif seperti FGD, media analisis, dan depth interview narasumber.
Isu Kedua, ada 3 (tiga) partai papan atas dalam Pemilu 2019. Partai papan atas adalah partai yang perolehan dukungannya diatas 10 %. Survei LSI Denny JA, Januari 2018, menunjukan bahwa hanya 3 partai yang perolehan dukungannya diatas 10 % dan karena itu disebut partai papan atas.
Ketiga partai tersebut adalah PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra. Dan ketiga partai ini, konsisten memperoleh dukungan diatas 10 % dalam 5 kali surevi terakhir LSI Denny JA.
Partai Gerindra mempunyai peluang untuk menjadi peringkat 2 atau bahkan menjadi pemenang pemilu, jika Prabowo Subianto sukses sebagai capres atau cawapres. Faktor figur masih kuat pengaruhnya mendongkrak suara partai.
Asosiasi Gerindra dengan Prabowo sangat kuat. Sehingga makin Prabowo diterima atau menguat, makin besar peluang Gerindra memperoleh efek elektoralnya.
Tahun 2009, SBY berhasil mendongkrak partai baru Demokrat menjadi nomor satu. Itu bukan karena partai demokrat. Tapi saat itu kuatnya figur SBY yang mampu mengkatrol partai. Prabowo dapat memberi efek yang sama jika ia berhasil menjelma menjadi capres yang sangat kuat.
Isu ketiga, PKB dan Partai Demokrat bersaing di posisi No.4. Survei menunjukan elektabilitas partai Demokrat saat ini sebesar 6.2 %. Sementara PKB sebesar 6.0%. Perbedaan elektabilitas kedua partai ini hanya dalam hitungan nol koma. Di sejumlah survei LSI sebelumnya juga menunjukan kedua partai ini bersaing dan saling salip dalam peringkat 4 dan 5.
Secara isu, saat ini PKB sedikit lebih diuntungkan dengan isu-isu keislaman yang cenderung naik menjelang pilkada dan pemilu. Namun demikian, jika partai Demokrat menemukan isu baru yang menggugah maka peluang partai ini diatas PKB juga besar.Manuver Muhaimin (PKB) dan AHY (Demokrat) sebagai capres/cawapres di pemilu 2019 nanti juga akan mempengaruhi elektabilitas kedua partai.
Isu keempat, 5 (lima) partai lama lainnya belum aman lolos Parliamentary threshold (PT). PT pada pemilu 2019 telah ditetapkan sebesar 4 %. Jika mengacu pada survei LSI Denny JA, Januari 2018, maka PPP, Nasdem, PAN, PKS dan Hanura masih dalam posisi belum aman untuk lolos PT. Perolehan dukungannya rata-rata masih dibawah 4 % (kecuali Nasdem).
Nasdem di survei ini, memperoleh dukungan sebesar 4.2 %. Namun karena margin error survei ini adalah 2.9 %, maka Nasdem juga tentunya belum aman dari batas minimal PT 4 %.
Dari 5 partai lama yang belum aman lolos PT, Hanura berada dalam kondisi yang lebih kritis. Dalam tiga survei terakhir LSI Denny JA, elektabilitas Hanura selalu dibawah 4 %, bahkan dibawah 2 %.
Artinya partai Hanura terancam terlempar dari parlemen, dan masuk kategori partai gurem, karena memperoleh dukungan dibawah 2 %.
Dualisme ketua umum yang terjadi di Hanura saat ini juga bisa memperburuk kredibilitas dan upaya konsolidasi Hanura menghadapi pemilu. Hanura butuh isu baru yang kuat dan dukungan tokoh atau figur yang punya daya tarik elektoral untuk menyelamatkan partai.
Isu Kelima, Perindo memimpin partai baru dan partai gurem. Sebagai partai baru, Perindo cukup memperoleh dukungan pemilih. Pada survei Januari 2018, elektabilitas Perindo sebesar 3.0%. Perolehan dukungan ini jauh lebih baik dibanding dengan partai-partai lama seperti PKPI dan PBB.
Bahkan di survei ini, Hanura sebagai partai yang pada pemilu sebelumnya berhasil masuk parlemen, elektabilitasnya dibawah Perindo. Partai baru lainnya yaitu PSI memperoleh dukungan dibawah 2 %. PKPI dan PBB pun memperoleh dukungan dibawah 2 %.
Mengapa Perindo sebagai partai baru bisa menarik dukungan pemilih?
Pertama, karena faktor public expose yang masif. Partai Perindo aktif dan intens melakukan kampanye pengenalan Perindo di berbagai media massa maupun media sosial.
Kedua, dengan dukungan dana yang kuat, Perindo juga aktif melakukan penggalangan dukungan.
Partai baru maupun partai lama papan bawah, jika ingin bersaing dan lolos parlemen, membutuhkan isu dan program “big bang” yang dikampanyekan secara aktif sehingga mampu menarik simpati pemilih.
Selain itu, partai-partai ini harus mempunyai figur yang kuat dan populer sehingga bisa menjadi magnet bagi pemilih untuk memilih partainya. Kuat tidaknya magnet figur akan menentukan tinggi rendahnya rating partai.
Tahun politik telah tiba. Pergeseran dukungan partai akan terjadi. Sinerji, kinerja, program dan persoalan yang menimpa pengurusnya, akan menjadi landscape baru politik Indonesia.
Secara berkala LSI akan memotret dinamika prilaku pemilih. Jika tak ada peristiwa yang besar, tak ada tokoh baru yang mencuat bagai meteor, situasi 2019 tak banyak berubah dibanding hari ini. Tapi politik Indonesia tak pernah kekurangan kejutan. Justru kejutan dan ketak terdugaan itu yang membuat politik menjadi penting. juga seksi.
Sumber : SP
Prediksi hasil pemilu adalah gabungan antara kaedah ilmiah dan seni membaca situasi. Tanpa kaedah ilmiah, itu prediksi semu. Apalagi ilmu pengetahuan sudah sampai di tahap itu. Prilaku pemilih sudah menjadi kajian ribuan riset ilmiah sejak lima puluh tahun lalu.
Namun masa depan tak pernah kekurangan kejutan. Realitas selalu lebih kaya dari konstruksi ilmu pengetahuan. Dalam hal ilmu belum sampai, sesuatu di luar ilmu bekerja. Untuk mudahnya, sesuatu di luar ilmu itu kita sebut saja seni.
Tentu seni itu tak datang tiba tiba dari langit. Lalu ia hinggap di kepala orang yang sangat awam. Seni itu nama lain dari intensitas dan jam terbang. Hanya pada mereka yang sangat berpengalaman dan intensif, di sebuah profesi, memiliki seni itu. Katakanlah ini sejenis instink profesional.
Hanya dengan kombinasi kaedah ilmiah dan seni akibat panjangnya jam terbang, seseorang atau lembaga bisa terpercaya membuat prediksi yang bertanggung jawab.
Januari 2018 ini, LSI Denny JA membuat prediksi. PDIP dan Golkar akan bersaing memperebutkan posisi partai nomor satu di tahun 2019 nanti. Namun Gerindra membayangi dan menjadi kuda hitam untuk merebut nomor satu yang sama.
LSI Denny JA sudah sangat terbiasa membuat prediksi. Rekor MURI sudah diperoleh karena prediksinya sejak pemilu langsung pertama di tahun 2004, (bahkan diiklankan di koran sebelum peristiwa), 13 kali, keseluruhannya 100 persen terjadi.
Publik juga bisa mengecek di google peristiwa terakhir. Setahun sebelum pilkada DKI. Semua lembaga survei menyatakan Ahok akan menang telak, bahkan satu putaran. LSI Denny JA, satu satunya yang berbeda. Setahun sebelum pilkada DKI, saya sudah menulis: Ahok kuat, Tapi bisa dikalahkan.
Sebelumnya di Pilpres 2009, 1-2 bulan sebelum pilpres, LSI Denny JA memprediksi SBY akan menang SATU PUTARAN SAJA. Kembali LSI dikecam. Namun kembali terbukti.
Apa yang membuat LSI Denny JA berbeda? Tentu bukan pada kemampuan kaedah ilmiah. Penjelasannya ada pada seni memprediksi akibat jam terbang, intensitas, dan kepekaan. Ia lebih bisa membaca di balik angka, dan kejadian setelahnya.
Di bawah ini, lima isu partai politik di Zaman Now. Lima isu ini akan menjadi variabel yang mewarnai politik Indonesia, mulai hari ini hingga hasil pileg dan pilpres 2019 tuntas.
Survei Terbaru
Survei terbaru LSI Denny JA menemukan bahwa ada 5 (lima) isu partai yang menarik.
Isu Pertama, hanya 2 (dua) partai politik yang perolehan dukungan saat ini (elektabilitas) diatas perolehan suaranya di pemilu legislatif 2014.
Kedua partai tersebut adalah PDIP dan Partai Golkar. Saat ini, elektabilitas PDIP sebesar 22.2 %, lebih besar dari perolehan suaranya di pemilu 2014 yaitu 18.95 %. Elektabilitas Partai Golkar sebesar 15.5 %, lebih besar dari perolehan suaranya di pemilu 2014 yaitu sebesar 14.75 %. Elektabilitas partai lainnya rata-rata dibawah perolehan suaranya di pemilu 2014.
Untuk pertama kali, Golkar mampu meraih dukungan diatas perolehan suaranya di pemilu 2014. Pada sejumlah survei sebelumnya, elektabilitas partai Golkar justru mengalami penurunan. Terutama ketika kasus E KTP mencuat dan melibatkan Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Golkar.
Pasca pergantian kepemimpinan, elektabilitas partai Golkar mulai membaik dan menunjukan tren kenaikan. Pada survei LSI Denny JA, bulan Agustus 2017, elektabilitas partai Golkar saat itu sebesar 11.6 %, di peringkat ketiga dibawah partai Gerindra. Pada Desember 2017, elektabilitas Golkar naik menjadi 13.8 %, dan Januari 2018 naik lagi menjadi 15.5 %.
Sementara itu, elektabilitas PDIP justru mengalami penurunan. Pada survei LSI Denny JA, Agustus 2017, elektabilitas PDIP berada di angka 28.3 %. Naik cukup besar dari perolehan suaranya di pemilu 2014. Pada Desember 2017, elektabilitas PDIP justru mengalami penurunan yaitu di angka 22.7 %. Dan saat ini, Januari 2018, elektabilitas PDIP sebesar 22.2 %.
Mengapa PDIP mengalami penurunan? Dan mengapa partai Golkar mengalami kenaikan? Ada tiga alasan yang bisa menjelaskan.
Pertama, pemilih yang sebelumnya “lari” ke partai lain terutama PDIP, kembali ke “kandang” Golkar. Migrasi pemilih antara PDIP dan Golkar bisa terjadi karena kedua partai ini memiliki platform partai yang sama yaitu nasionalis, dan juga memiliki basis dukungan tradisional yang sama yaitu pemilih menengah bawah (wong cilik).
Kedua, sosok ketua umum baru partai Golkar, Airlangga Hartarto memberi harapan baru bagi partai Golkar. Airlangga yang dikesankan bersih dan berintegritas membangun kembali kredibilitas partai yang sebelumnya diterpa isu negatif E KTP.
Ketiga, 3 (tiga) program pro rakyat yang dikampanyekan oleh partai Gokar dibawah kepemimpinan Airlangga Hartarto disukai luas oleh pemilih. Tiga Program pro rakyat tersebut rata-rata diatas 80 % tingkat kesukaan pemilih. Tiga program pro rakyat ini juga yang menarik kembali simpati pemilih wong cilik.
Partai Golkar berpotensi menjadi pesaing utama PDIP dalam merebut pemenang pemilu 2019. Namun kondisi ini sangat tergantung pada Golkar sendiri. Upaya Golkar untuk me-rebranding partai dengan fokus pada program yang punya daya tarik elektoral dan image ketua umum yang baru akan membantu mendongkrak suara partai.
Sebelum melanjutkan empat isu lainnya, dipaparkan dulu soal metode riset dan hal ihwal seputarnya.
Survei nasional ini adalah survei nasional reguler LSI Denny JA. Responden sebanyak 1200 dipilih berdasarkan multi stage random sampling. Wawancara tatap muka dengan responden dilakukan serentak di 34 propinsi dari tanggal 7 sampai tanggal 14 Januari 2018.
Survei ini dibiayai sendiri sebagai bagian layanan publik LSI Denny JA. Margin of error plus minus 2.9 persen. Survei dilengkapi dengan riset kualitatif seperti FGD, media analisis, dan depth interview narasumber.
Isu Kedua, ada 3 (tiga) partai papan atas dalam Pemilu 2019. Partai papan atas adalah partai yang perolehan dukungannya diatas 10 %. Survei LSI Denny JA, Januari 2018, menunjukan bahwa hanya 3 partai yang perolehan dukungannya diatas 10 % dan karena itu disebut partai papan atas.
Ketiga partai tersebut adalah PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra. Dan ketiga partai ini, konsisten memperoleh dukungan diatas 10 % dalam 5 kali surevi terakhir LSI Denny JA.
Partai Gerindra mempunyai peluang untuk menjadi peringkat 2 atau bahkan menjadi pemenang pemilu, jika Prabowo Subianto sukses sebagai capres atau cawapres. Faktor figur masih kuat pengaruhnya mendongkrak suara partai.
Asosiasi Gerindra dengan Prabowo sangat kuat. Sehingga makin Prabowo diterima atau menguat, makin besar peluang Gerindra memperoleh efek elektoralnya.
Tahun 2009, SBY berhasil mendongkrak partai baru Demokrat menjadi nomor satu. Itu bukan karena partai demokrat. Tapi saat itu kuatnya figur SBY yang mampu mengkatrol partai. Prabowo dapat memberi efek yang sama jika ia berhasil menjelma menjadi capres yang sangat kuat.
Isu ketiga, PKB dan Partai Demokrat bersaing di posisi No.4. Survei menunjukan elektabilitas partai Demokrat saat ini sebesar 6.2 %. Sementara PKB sebesar 6.0%. Perbedaan elektabilitas kedua partai ini hanya dalam hitungan nol koma. Di sejumlah survei LSI sebelumnya juga menunjukan kedua partai ini bersaing dan saling salip dalam peringkat 4 dan 5.
Secara isu, saat ini PKB sedikit lebih diuntungkan dengan isu-isu keislaman yang cenderung naik menjelang pilkada dan pemilu. Namun demikian, jika partai Demokrat menemukan isu baru yang menggugah maka peluang partai ini diatas PKB juga besar.Manuver Muhaimin (PKB) dan AHY (Demokrat) sebagai capres/cawapres di pemilu 2019 nanti juga akan mempengaruhi elektabilitas kedua partai.
Isu keempat, 5 (lima) partai lama lainnya belum aman lolos Parliamentary threshold (PT). PT pada pemilu 2019 telah ditetapkan sebesar 4 %. Jika mengacu pada survei LSI Denny JA, Januari 2018, maka PPP, Nasdem, PAN, PKS dan Hanura masih dalam posisi belum aman untuk lolos PT. Perolehan dukungannya rata-rata masih dibawah 4 % (kecuali Nasdem).
Nasdem di survei ini, memperoleh dukungan sebesar 4.2 %. Namun karena margin error survei ini adalah 2.9 %, maka Nasdem juga tentunya belum aman dari batas minimal PT 4 %.
Dari 5 partai lama yang belum aman lolos PT, Hanura berada dalam kondisi yang lebih kritis. Dalam tiga survei terakhir LSI Denny JA, elektabilitas Hanura selalu dibawah 4 %, bahkan dibawah 2 %.
Artinya partai Hanura terancam terlempar dari parlemen, dan masuk kategori partai gurem, karena memperoleh dukungan dibawah 2 %.
Dualisme ketua umum yang terjadi di Hanura saat ini juga bisa memperburuk kredibilitas dan upaya konsolidasi Hanura menghadapi pemilu. Hanura butuh isu baru yang kuat dan dukungan tokoh atau figur yang punya daya tarik elektoral untuk menyelamatkan partai.
Isu Kelima, Perindo memimpin partai baru dan partai gurem. Sebagai partai baru, Perindo cukup memperoleh dukungan pemilih. Pada survei Januari 2018, elektabilitas Perindo sebesar 3.0%. Perolehan dukungan ini jauh lebih baik dibanding dengan partai-partai lama seperti PKPI dan PBB.
Bahkan di survei ini, Hanura sebagai partai yang pada pemilu sebelumnya berhasil masuk parlemen, elektabilitasnya dibawah Perindo. Partai baru lainnya yaitu PSI memperoleh dukungan dibawah 2 %. PKPI dan PBB pun memperoleh dukungan dibawah 2 %.
Mengapa Perindo sebagai partai baru bisa menarik dukungan pemilih?
Pertama, karena faktor public expose yang masif. Partai Perindo aktif dan intens melakukan kampanye pengenalan Perindo di berbagai media massa maupun media sosial.
Kedua, dengan dukungan dana yang kuat, Perindo juga aktif melakukan penggalangan dukungan.
Partai baru maupun partai lama papan bawah, jika ingin bersaing dan lolos parlemen, membutuhkan isu dan program “big bang” yang dikampanyekan secara aktif sehingga mampu menarik simpati pemilih.
Selain itu, partai-partai ini harus mempunyai figur yang kuat dan populer sehingga bisa menjadi magnet bagi pemilih untuk memilih partainya. Kuat tidaknya magnet figur akan menentukan tinggi rendahnya rating partai.
Tahun politik telah tiba. Pergeseran dukungan partai akan terjadi. Sinerji, kinerja, program dan persoalan yang menimpa pengurusnya, akan menjadi landscape baru politik Indonesia.
Secara berkala LSI akan memotret dinamika prilaku pemilih. Jika tak ada peristiwa yang besar, tak ada tokoh baru yang mencuat bagai meteor, situasi 2019 tak banyak berubah dibanding hari ini. Tapi politik Indonesia tak pernah kekurangan kejutan. Justru kejutan dan ketak terdugaan itu yang membuat politik menjadi penting. juga seksi.
Sumber : SP
Tidak ada komentar