Header Ads

Kelompok Cipayung Plus Siantar-Simalungun Suarakan Penolakn UU MD3 dan RKUHP

LINTAS PUBLIK-SIANTAR, Kelompok Cipayung Plus Siantar-Simalungun menggelar unjuk rasa menolak revisi UU MD3 dan RKUHP.

Ratusan pendemo ini berjalan kaki mulai dari Jalan Merdeka-Jalan Sutomo hingga menuju Kantor DPRD Kota Pematangsiantar, Senin (26/2/2018).

Ditengah aksinya, pendemo menunjukkan kekesalan dengan menyuarakan "Menolak DPR Goblok".
Bahkan, aksi ini membuat macet lalu lintas dan sempat bersitegang dengan beberapa pengendara.


Dalam pernyataan sikap mereka, bahwa saat ini DPR tidak lagi menjadi wakil rakyat tapi mereka umumnya telah menjadi "kacung parpol" yang hanya memikirkan kepentingan parpol dan pemenuhan kepentingan pribadi semata. Hal ini dapat kita lihat melalui begitu bobroknya kualitas kerja yang dilakukan oleh DPR untuk rakyat. Mereka kerap akan menjadi penyakit KKN dan miskin intelektual. Mengapa mereka tidak memiliki rasa malu? Sudah korup, minta dilindungi dan dihormati pula. Ada apa dengan negeri ini?

Salah satu bukti bobrok dan miskinnya inteleknya DPR dapat dilihat melalui hasil legislasi yang merupakan salah satu fungsi pokok mereka. UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) dan RKUHP bisa kita jadikan sebagai buktinya. Undang-undang seakan ingin menunjukkan hegemoni kekuasaan dari para mereka yang katanya wakil rakyat, kekuasaan yang mereka kini salahgunakan untuk mengamankan singgasananya dan perlahan demi demokrasi kita akan hilang ditelan oleh para legislator kita.

Ada beberapa pasal yang berusaha membungkam kebebasan demokrasi diantaranya yaitu pasal 73 tentang pemanggilan paksa ditambah dengan frase "wajib" yang bisa diartikan pasal ini akan memanggil siapa saja yang dianggap mengganggu "tidur siangnya".

Tidak hanya berhenti disitu, pasal yang paling kontroversial yaitu pasal 122 huruf K. Pasal ini akan menindak siapa saja yang dianggap "merendahkan" kehormatan DPR. Pasal ini juga yang akan membungkam kebebasan beraspirasi dan bersuara. Dengan demikian DPRD akan menjelma menjadi badan yang antikritik.

Begitu juga dengan pasal 245, dimana setiap anggota DPR yang terlibat kasus,apabila ingin diperiksa harus melalui pertimbangan Mahkamah Kehotmatan Dewan (MKD) dan persetujuan dari Presiden. Dengan adanya pasal ini DPR ingin menutup sekat bagi penyidik yang ingin memproses secara hukum.

Saat berada di DPRD Kota Pematangsiantar, mahasiswa menegaskan tak ingin diceramahi oleh anggota DPRD.Dan meminta tanda tangan anggota DPRD menolak revisi UU MD3 dan RKUHP.

Pada kesempatan, Hotman Kamaluddin Manik selaku ketua komisi I dan Denny TH Siahaan selaku anggota DPRD dideligasikan menerima pendemo.

Mendengarkan itu, ketua Komisi I DPRD Kota Pematangsiantar Hotman Kamaludin Manik mengatakan secara pribadi siap menandatangani petisi penolakan.
"Ini lembaga DPRD. Bukan hanya kami DPRD. Tetapi secara pribadi saya siap untuk menandatangani,"katanya.

Namun mendengarkan itu mahasiswa kembali mendesak agar seluruh DPRD menandatangani berdasarkan lembaga.

"Kami berdua secara pribadi akan menandatangani tetapi kalau mengatasnamakan lembaga tidak bisa. Lebih baik mahasiswa membuat surat agar seluruh DPRD bisa hadir semua,"tegas Denny disambut sorakan pendemo dan mengancam akan meninggalkan pengunjuk rasa jika tidak bisa diajak berdialog.

Usai bersitegang, aksi unjuk rasa kembali mereda. Dimana sebelumnya koordinator aksi Alboin Samosir memberikan aba-aba kepada para rekan-rekannya bahwa tujuan mereka melakukan aksi damai dengan meminta tandatangan semua pihak sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan DPR melalui UU MD3. Dalam kesempatan itu, mahasiswa juga mendesak aparat kepolisian dan Satpol PP untuk menandatangani kain putih sebagai bentuk penolakan peraturan yang merugikan masyarakat.


Penulis    : franki
Editor      : tagor

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.