Aman Abdurrahman Dituntut Mati, Masih Ada Kontroversi
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Wajah Aman Abdurrahman tanpa ekspresi saat jaksa membacakan tuntutan hukuman mati. Pandangannya tetap lurus menghadap hakim.
Aman dituntut hukuman mati karena diyakini jaksa menjadi penggerak Aman diyakini menjadi penggerak sejumlah teror di Indonesia. Teror ini dilakukan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Teror yang digerakkan Aman di antaranya aksi teror bom di gereja Samarinda pada 13 November 2016, bom Thamrin, bom Kampung Melayu pada 24 Mei 2017, serta penusukan polisi di Sumut dan penembakan polisi di Bima pada tahun 2017.
Di setiap teror, jaksa memaparkan fakta mengenai pengaruh Aman Abdurrahman sehingga para pengikutnya tergerak melakukan teror.
"Muhammad Iqbal adalah murid terdakwa dan berada dalam satu sel tahanan dengan terdakwa di Lapas Nusakambangan yang dipesankan terdakwa untuk meneruskan dakwah tentang tauhid," ujar jaksa menjelaskan peristiwa bom Kampung Melayu.
Teror bom dan penyerangan ke anggota polisi menurut jaksa terjadi setelah dibentuknya Jamaah Ansharut Daulah (JAD) pada pertemuan di Malang pada November 2014. Dari pertemuan itu terbentuk pengurus di wilayah-wilayah yakni Kalimantan, Ambon, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jabodetabek dan Sulawesi.
"Setelah acara di Malang yang berhasil membentuk pengurus, maka seluruh amir wilayah mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan mendukung Daulah Islamiyah serta mempersiapkan kegiatan amaliah jihad memerangi kaum kafir seperti halnya di Indonesia sebagaimana ceramah terdakwa," papar jaksa.
Jaksa menyebut Aman Abdurrahman berinisiatif membentuk JAD. Pembentukan ini bertujuan sebagai wadah menyatukan para pendukung ISIS di Indonesia yang berasal dari berbagai organisasi Islam, mempersiapkan kaum muslimin Indonesia untuk menyambut kedatangan Khilafah Islamiyah.
Selain itu, JAD dibentuk untuk menyatukan pemahaman dan manhaj dari para pendukung Anshar Daulah, dan mempersiapkan orang-orang yang hendak pergi berjihad.
Banyak dukungan terhadap jaksa atas tuntutan terhadap Aman. Namun ada juga yang keberatan termasuk dari pihak Aman.
"Kami katakan tuntutan JPU (jaksa penuntut umum) yang menuntut Ustaz Oman hukuman mati adalah sangat tidak bijaksana," kata pengacara Aman, Asrudin Hatjani usai sidang.
Menurut Asrudin, Aman memang menyampaikan tausiah agar orangsepaham dengannya tentang khilafah. Tapi Aman ditegaskan Asrudi tidak menganjurkan aksi teror.
"Jihad itu salah satunya berangkat ke Suriah dan itu diakui dalam persidangan. Dia tidak pernah menyuruh amaliah, tapi dia menyuruh orang untuk ke Suriah," tutur Asrudin.
Sementara itu, Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan PDIP Eva Kusuma Sundari tak setuju dengan tuntutan yang dijatuhkan. Hukuman mati, menurutnya, tak akan menimbulkan efek jera ke kelompok Aman.
"Saya percaya pada pertimbangan kejaksaan yang didasarkan pada data dan fakta dalam penyidikan. Tetapi saya melihat kalau yang disasar adalah detterent effect/kapok, maka hukuman mati tidak efektif untuk tujuan itu," ujar Eva kepada wartawan, Jumat (18/5).
Sedangkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Muhammad Imam Aziz berharap Aman tidak dihukum mati. Menurutnya, Aman lebih baik tidak dihukum mati dan Polisi menyelidiki apa yang ada di pikiran teroris seperti Aman untuk mencegah pemikiran serupa agar tidak ada teroris lagi di Indonesia.
"Justru kami mengharapkan dia (Aman Abdurrahman) hidup, supaya dia bisa memberi keterangan, informasi, apa sebenarnya yang diinginkan, dicita-citakan, katakanlah dia mengaku sebagai pejuang," kata Imam Aziz.
Dia berpendapat hukuman yang tepat untuk Aman adalah hukuman seumur hidup. Jika diterapkan hukuman mati, justru teroris seperti Aman Abdurrahman disebut senang karena tujuan teroris untuk mati.
"Kalau (hukuman mati) pas itu ya memang sesuai cita-cita mereka, kalau dihukum mati ya mereka senang," kata Aziz.
Sumber : detik
Aman dituntut hukuman mati karena diyakini jaksa menjadi penggerak Aman diyakini menjadi penggerak sejumlah teror di Indonesia. Teror ini dilakukan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Teror yang digerakkan Aman di antaranya aksi teror bom di gereja Samarinda pada 13 November 2016, bom Thamrin, bom Kampung Melayu pada 24 Mei 2017, serta penusukan polisi di Sumut dan penembakan polisi di Bima pada tahun 2017.
Di setiap teror, jaksa memaparkan fakta mengenai pengaruh Aman Abdurrahman sehingga para pengikutnya tergerak melakukan teror.
"Muhammad Iqbal adalah murid terdakwa dan berada dalam satu sel tahanan dengan terdakwa di Lapas Nusakambangan yang dipesankan terdakwa untuk meneruskan dakwah tentang tauhid," ujar jaksa menjelaskan peristiwa bom Kampung Melayu.
Teror bom dan penyerangan ke anggota polisi menurut jaksa terjadi setelah dibentuknya Jamaah Ansharut Daulah (JAD) pada pertemuan di Malang pada November 2014. Dari pertemuan itu terbentuk pengurus di wilayah-wilayah yakni Kalimantan, Ambon, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jabodetabek dan Sulawesi.
"Setelah acara di Malang yang berhasil membentuk pengurus, maka seluruh amir wilayah mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan mendukung Daulah Islamiyah serta mempersiapkan kegiatan amaliah jihad memerangi kaum kafir seperti halnya di Indonesia sebagaimana ceramah terdakwa," papar jaksa.
Jaksa menyebut Aman Abdurrahman berinisiatif membentuk JAD. Pembentukan ini bertujuan sebagai wadah menyatukan para pendukung ISIS di Indonesia yang berasal dari berbagai organisasi Islam, mempersiapkan kaum muslimin Indonesia untuk menyambut kedatangan Khilafah Islamiyah.
Selain itu, JAD dibentuk untuk menyatukan pemahaman dan manhaj dari para pendukung Anshar Daulah, dan mempersiapkan orang-orang yang hendak pergi berjihad.
Banyak dukungan terhadap jaksa atas tuntutan terhadap Aman. Namun ada juga yang keberatan termasuk dari pihak Aman.
"Kami katakan tuntutan JPU (jaksa penuntut umum) yang menuntut Ustaz Oman hukuman mati adalah sangat tidak bijaksana," kata pengacara Aman, Asrudin Hatjani usai sidang.
Menurut Asrudin, Aman memang menyampaikan tausiah agar orangsepaham dengannya tentang khilafah. Tapi Aman ditegaskan Asrudi tidak menganjurkan aksi teror.
"Jihad itu salah satunya berangkat ke Suriah dan itu diakui dalam persidangan. Dia tidak pernah menyuruh amaliah, tapi dia menyuruh orang untuk ke Suriah," tutur Asrudin.
Sementara itu, Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan PDIP Eva Kusuma Sundari tak setuju dengan tuntutan yang dijatuhkan. Hukuman mati, menurutnya, tak akan menimbulkan efek jera ke kelompok Aman.
"Saya percaya pada pertimbangan kejaksaan yang didasarkan pada data dan fakta dalam penyidikan. Tetapi saya melihat kalau yang disasar adalah detterent effect/kapok, maka hukuman mati tidak efektif untuk tujuan itu," ujar Eva kepada wartawan, Jumat (18/5).
Sedangkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Muhammad Imam Aziz berharap Aman tidak dihukum mati. Menurutnya, Aman lebih baik tidak dihukum mati dan Polisi menyelidiki apa yang ada di pikiran teroris seperti Aman untuk mencegah pemikiran serupa agar tidak ada teroris lagi di Indonesia.
"Justru kami mengharapkan dia (Aman Abdurrahman) hidup, supaya dia bisa memberi keterangan, informasi, apa sebenarnya yang diinginkan, dicita-citakan, katakanlah dia mengaku sebagai pejuang," kata Imam Aziz.
Dia berpendapat hukuman yang tepat untuk Aman adalah hukuman seumur hidup. Jika diterapkan hukuman mati, justru teroris seperti Aman Abdurrahman disebut senang karena tujuan teroris untuk mati.
"Kalau (hukuman mati) pas itu ya memang sesuai cita-cita mereka, kalau dihukum mati ya mereka senang," kata Aziz.
Sumber : detik
Tidak ada komentar